Pengacara: Segera Deportasi 21 ABK Asal Iran Agar Tak jadi Masalah di Batam

Sejumlah Anak Buah Kapal (ABK) yang berhasil diamankan kapal patroli (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA/Jessica Helena Wuysang

Jakarta - Kuasa hukum nakhoda kapal MT Arman 114 siap mengambil langkah hukum terhadap oknum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutana (KLHK) karena diduga melakukan penyalahgunaan kewenangan atau abuse of power. Oknum KLHK itu menyita paspor 21 anak buah kapal (ABK) asal Iran.

Pertama di Jawa Barat, Immigration Lounge Buka di Grand Metropolitan Mall Bekasi

Dengan penyitaan paspol itu, 21 ABK tidak bisa kembali ke Iran. Kuasa hukum nakhoda MT Arman, Pahrur Dalimunthe, penyitaan paspor milik 21 ABK tak logis dan bertentangan dengan tupoksi penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) KLHK.

Menurut dia, sesuai aturan, seharusnya penyidik KLHK sejak awal penyidikan beri notifikasi keberadaan. Upaya itu karena ABK merupakan warga negara asing (WNA) sehingga perlu kroscek ke Imigrasi, kedutaan besar (kedubes) terkait dan Kementerian Luar Negeri (Kemlu).

Putin Klaim Rusia Evakuasi 4.000 Pejuang Iran dari Suriah setelah Assad Digulingkan

"Bahkan dalam sebuah forum, yang juga dihadiri perwakilan Imigrasi, kami pernah bertanya, 'Apakah pernah KLHK bersurat (kepada Imigrasi)?' Mereka bilang belum. Ini jelas melanggar peraturan perundang-undangan," kata Pahrur di Jakarta, Selasa, 14 Mei 2024.

Dia bilang dengan demikian, ia berencana melaporkan oknum KLHK yang menyita paspor 21 ABK MT Arman ke polisi. "Dengan dugaan pencurian, penggelapan, atau perbuatan tidak menyenangkan karena melakukan penyitaan dengan menyalahi prosedur," lanjut Pahrur.

Mantan Presiden Iran Marah UU Penggunaan Hijab Ditunda

Kuasa hukum nakhoda kapal MT Arman 114.

Photo :
  • istimewa

Langkah laporan ke polisi itu bakal dilakukan jika oknum KLHK tidak juga mengembalikan paspor kru MT Arman. Pahrur juga punya rencana mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Batam, Rabu, 15 Mei 2234. "Kami meminta hakim membatalkan penyitaan paspor tersebut," katanya.

Selain itu, dia menuturkan pihaknya berencana mengadukan masalah ini ke Ombudsman RI dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Dia menyiapkan langkah itu karena kelakuan oknum KLHK bertentangan dengan prinsip pelayanan publik. Pun, dia menyinggung oknum itu melanggar kode etik serta norma aparatur negara.

Pahrur menuturkan, pihaknya sudah beberapa kali kirim rsurat kepada KLHK tentang masalah tersebut. Namun, permohonan belum diresepons. "Bahkan, ada tim kita yang WhatsAppnya diblokir. Artinya, tidak ada itikad baik dari KLHK," katanya.

"Kami mendukung proses penegakan hukum yang adil. Langkah ini justru sebagai bentuk dukungan kami atas penegakan hukum yang adil, tetapi tanpa campur tangan oknum yang tidak bertanggung jawab," jelas Pahrur.

Lebih lanjut, Pahrur menambahkan, mestinya paspor tersebut dikembalikan kepada ABK. Sebab, peran dan kehadiran mereka dinilai tak diperlukan dalam penanganan kasus yang tengah berjalan.

"Sudah setahun lebih mereka tinggal di sini tanpa kepastian. Atas dasar kemanusiaan, apalagi tidak mendapatkan gaji selama kasus ini bergulir," ujarnya.

"Nakhoda memutuskan untuk menurunkan para ABK dari atas kapal setelah 11 bulan bahkan mengizinkan pulang ke negaranya agar bertemu keluarga," jelas.

Kemudian, dia menuturkan nakhoda adalah penguasa dan pengendali atas kapal termasuk penyusunan serta penurunan ABK. Hal ini diatur dalam berbagai regulasi, seperti IMO Conventions, UU Pelayaran Indonesia, dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).

"Jadi, nakhoda secara hukum berwenang memerintahkan awak kapalnya untuk turun dan kembali ke negara asal dan bertemu keluarga atas dasar hukum dan kemanusiaan," sebutnya.

Pun, dia menaruh harapan agar pemerintah RI terutama Imigrasi menerapkan langkah deportasi terhadap 21 kru asal Iran. Dia mengatakan demikian agar  tak terjadi masalah di Batam.

"Kamu berharap kepada pemerintah, khususnya Imigrasi, agar segera mendeportasi ke-21 kru tersebut. Mereka manusia bebas dan merdeka, mereka berhak untuk bersatu kembali dengan keluarganya. Sehingga, tidak jadi masalah di kemudian hari di Batam," ujarnya.

Untuk diketahui, kasus ini berawal saat Badan Keamanan Laut (Bakamla) mengamankan kapal MT Arman 114 di perairan Natuna, April 2023. Kapal itu diduga melakukan pemindahan minyak mentah ilegal secara ship to ship transhipment ke Kapal MT S Tinos berbendera Karibia. Dugaan pelanggaran itu dengan memalsukan sistem identifikasi otomatis (AIS), dan mencemari perairan.

Namun, karena tak punya kewenangan menangani kasus tersebut, Bakamla melimpahkan perkara kepada KLHK. Nah, seiring waktu berjalan, nakhoda MT Arman sudah ditetapkan sebagai tersangka dan perkara juga telah bergulir di pengadilan. Agenda pembacaan tuntutan akan dijadwalkan di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kamis, 16 Mei 2024.

Sementara, karena tak memegang paspor, 21 ABK MT Arman yang sudah turun sempat diperiksa Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Batam, Senin kemarin, 13 Mei 2024. Pihak Imigrasi juga sudah berkoordinasi dengan KLHK terkait dokumen para ABK.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya