Anggota DPR Sebut Wacana Luhut soal Kewarganegaraan Ganda adalah Angin Segar

Paspor Indonesia
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Umarul Faruq

Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI, Christina Aryani menyebut omongan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan soal wacana pemberian kewarganegaraan ganda bagi diaspora bertalenta sebagai angin segar. Dia mendukung kebijakan tersebut jika dipraktikan.

Anggota DPR Soroti Status Hasto jadi Tersangka: KPK Harus Profesional

"Pernyataan Menko Marves memberikan angin segar terhadap aspirasi dwikewarganegaraan," kata Christina dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis, 2 Mei 2024.

Christina melanjutkan, hal tersebut dapat diwujudkan melalui revisi Undang-Undang Kewarganegaraan yang sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019-2024.

Ada Perlindungan Terhadap Masyarakat Bawah dan Menengah di Balik Kebijakan PPN pada 2025

"Di mana tentunya dibutuhkan political willdari pemerintah agar penyusunan dan pembahasan revisi undang-undang kewarganegaraan ini bisa didorong di DPR RI," ujarnya.

Lebih lanjut, dia menuturkan, aspirasi kewarganegaraan ganda sudah sejak lama diperjuangkan diaspora Indonesia di luar negeri dan komunitas perkawinan campuran.

Nasdem Sebut Sikap PDIP soal PPN 12 Persen "Lempar Batu Sembunyi Tangan"

Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut B Panjaitan

Photo :
  • YouTube RGTV channel ID

Menurut dia, Indonesia cukup banyak kehilangan talenta berbakat yang kemudian memilih melepaskan kewarganegaraan Indonesia-nya atas berbagai alasan.

"(Di antaranya) mereka yang berkarya di luar negeri sebagai ilmuwan, akademisi, profesional ataupun anak hasil perkawinan campuran," kata Christina.

Dijelaskan dia, fenomena tersebut dikenal sebagai brain drainatau hengkangnya sumber daya manusia (SDM) dari satu negara ke negara lain.

Christina, menyampaikan UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan saat ini menganut asas kewarganegaraan ganda terbatas yang diberikan kepada anak-anak dari perkawinan campuran sampai dengan anak tersebut berusia 18 tahun, kemudian anak tersebut harus memilih kewarganegaraan.

"Di mana selanjutnya harus memilih kewarganegaraan mana yang akan dilepaskannya. Untuk proses pemilihan ini undang-undang memberikan tenggang waktu selama 3 tahun atau hingga anak yang bersangkutan berusia 21 tahun," ujarnya.

Berdasarkan penelusurannya, Christina mengungkapkan bahwa cukup banyak diaspora yang ingin berbuat sesuatu atau lebih bagi Indonesia. Namun terpaksa harus memilih melepaskan kewarganegaraan Indonesia-nya atas berbagai alasan, salah satunya ekonomi.

Maka itu, Christina menilai penerapan kewarganegaraan ganda dapat memberi keuntungan mencegah fenomena brain drain sehingga Indonesia akan tetap memiliki SDM bertalenta yang dibutuhkan untuk berkontribusi mencapai pembangunan Indonesia Emas 2045.

"Walau masih membutuhkan kajian lebih lanjut, kontribusi diaspora dengan kewarganegaraan ganda terhadap pertumbuhan ekonomi, melalui investasi dan lain-lain, juga berpeluang meningkat sebagaimana terjadi di beberapa negara yang telah menerapkan kewarganegaraan ganda," imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya