Masih Ada Stigma Pemikiran Feminis dan Alergi Perspektif Gender, Menurut Komnas Perempuan

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta - Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memandang masih adanya stigma terhadap pemikiran feminis sehingga membuat lembaga pengada layanan cenderung menghindari penggunaan istilah feminis dalam mengembangkan layanannya.

Kenali Alergi Susu, IDI Kabupaten Kebumen Berikan Informasi dan Pengobatan yang Tepat

"Sering sekali pengada layanan merasa kurang nyaman untuk menggunakan istilah pendekatan feminisme dalam mengembangkan layanannya," kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam webinar Temu Nasional bertajuk "Menguatkan Lembaga Penyedia Layanan untuk Memastikan Implementasi UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS Berkeadilan Gender dan Inklusif", di Jakarta, Senin, 29 April 2024.

Pihaknya mencontohkan istilah feminis yang dihindari pengada layanan, seperti konseling feminis.

Kapolda Akui Oknum Polisi Penembak Warga di Kalteng Terbukti Konsumsi Sabu

Ilustrasi masyarakat dari berbagai aliansi melakukan aksi damai bertajuk stop kekerasan seksual anak. Aksi digelar di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta

Photo :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

"Misalnya saja konseling feminis. Padahal di dalam konsep tersebut termaktub prinsip-prinsip penting untuk melakukan koreksi terhadap relasi kuasa yang timpang seperti menumbuhkan kesadaran kritis, pemberdayaan, dan juga solidaritas," kata Andy Yentriyani.

Suami-Istri Punya Riwayat Alergi, Apakah Bisa Menurun ke Anak?

Menurut dia, feminis merupakan 'ibu' dari konsep keadilan gender.

"Masih ada sebagian pihak yang apriori atau bahkan alergi dengan istilah perspektif gender, keadilan gender. Hal ini tampaknya masih berkait dengan stigma terhadap pemikiran feminisme sebagai ibu dari konsep keadilan gender," katanya.

Menurutnya, terdapat kekurangpahaman pada pemikiran feminisme sehingga berujung pada stigma terhadap feminisme.

Ilustrasi Aksi Aktivis Perempuan Mengecam Kekerasan

Photo :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

"Ditambah dengan kampanye hitam terhadap feminisme termasuk penggunaannya untuk tujuan peneguhan kuasa dalam transisi politik di Indonesia menjadikan stigma antifeminisme terus mengakar," katanya.

Andy Yentriyani pun meminta semua pihak untuk mengedepankan konsep interseksionalitas dalam mengenali kerentanan dan kebutuhan perempuan yang menjadi korban kekerasan.

"Kemawasan perlu kita latih dan diawali dengan membebaskan diri dari ketakutan pada stigma feminis dan feminisme dan juga diartikulasikan dalam upaya penjangkauan terhadap mereka-mereka dalam stigma tetapi membutuhkan layanan," katanya. (ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya