KPK Eksekusi Sanksi Etik Eks Karutan Achmad Fauzi soal Kasus Pungli
- VIVA.co.id/Zendy Pradana
Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) eksekusi sanksi etik mantan Kepala Rutan cabang KPK Achmad Fauzi berupa permintaan maaf secara langsung karena telah terlibat kasus dugaan pemungutan liar (pungli) di Rutan KPK. Sanksi etik tersebut dijatuhi Dewas KPK kepada Achmad Fauzi berupa permintaan maaf secara terbuka.
Eksekusi permintaan maaf Achmad Fauzi tersebut dipimpin langsung oleh Sekertaris Jenderal (Sekjen) KPK Cahya H Harefa di gedung merah putih KPK pada Rabu 17 April 2024. Cahya berharap peristiwa pungli di rutan KPK tidak kembali terulang setelah Achmad Fauzi dkk melakukannya.
"Karenanya pada seluruh Insan KPK hindari perbuatan yang berdampak negatif kepada diri sendiri, keluarga, dan instansi. Jaga nama baik organisasi KPK dan selalu mawas diri dalam setiap ucapan dan tindakan," ujar Cahya dalam keterangannya, Kamis 18 April 2024.
Achmad Fauzi merupakan Pegawai Negeri Yang Diperbantukan (PNYD) asal Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) di KPK. AF terbukti melakukan pelanggaran di Rutan KPK, sehingga disanksi hukuman berat sesuai Pasal 4 ayat 2 huruf b perihal Peraturan Dewan Pengawas Nomor 03 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK, yakni permintaan maaf secara terbuka dan langsung pada seluruh Insan KPK.
“Dengan ini saya menyampaikan permintaan maaf kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dan/atau Insan KPK atas pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku yang telah saya lakukan. Saya berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan tersebut dan sebagai Insan KPK akan senantiasa bersikap, bertindak, dan/atau berbuat sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku,” ucap Fauzi saat melakukan permintaan maaf.
Sanksi etik berupa permintaan maaf itu sebagai bentuk komitmen KPK menindaklanjuti setiap pelanggaran yang terjadi di lingkup internal KPK. Sedangkan hukuman disiplin terhadap Achmad Fauzi selaku Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi kewenangan Kemenkumham sebagai instansi asalnya.
Selain itu, atas pelanggaran dimaksud, AF juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi. Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan dan melakukan penahanan terhadap 15 orang tersangka, termasuk AF.
Sebelumnya, Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menjatuhi vonis berupa sanksi etik berat kepada tiga 'bos' pemungutan liar (Pungli) di Rutan KPK. Mereka semua diminta untuk melakukan permohonan maaf secara terbuka karena telah mencoreng nama baik lembaga antirasuah.
Mulanya, Anggota Dewas KPK menjatuhi vonis berupa sanksi etik berat kepada Koordinator Kamtib Rutan KPK Sopian Hadi. Pembacaan vonis itu dilakukan oleh Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.
"Menjatuhkan sanksi berat kepada terperiksa berupa permintaan maaf secara terbuka langsung," ujar Tumpak di Gedung Dewas KPK, Jakarta Selatan pada Rabu, 27 Maret 2024.
Tumpak juga meminta kepada lembaga antirasuah untuk menjatuhi hukuman berupa disiplin kepada Sopian. Sementara itu, Tumpak juga turut membacakan terkait dengan vonis etik berupa sanksi berat untuk Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi. Ia juga dijatuhi sanksi etik berat berupa permintaan maaf.
Dalam waktu yang bersamaan, Anggota Dewas KPK Albertina Ho mengatakan bahwa tidak ada hal yang meringankan kepada para terperiksa usai menjadi pelaku pungli Rutan KPK.
Albertina menjelaskan, bahwa bos pungli di Rutan KPK ini dinilai menjadi salah satu hal publik tak lagi percaya penuh kepada lembaga antirasuah.
"Hal yang memberatkan, terperiksa telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pungutan liar di Rutan cabang KPK. Akibat perbuatan terperiksa, kepercayaan publik kepada KPK semakin merosot," kata Albertina.
Bahkan, Albertina mengatakan perilaku bos pungli Rutan KPK ini tak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas korupsi. "Terperiksa tidak merasa menyesal dan berpendapat apa yang terjadi di Rutan KPK merupakan kebodohannya selama menjabat sebagai Karutan KPK," ungkapnya.
Pun, putusan majelis etik juga memberikan sanksi yang sama kepada Plt Karutan tahun 2021, Ristanta.