Di Sidang Sengketa Pilpres 2024, Menko PMK Paparkan Angka Kemiskinan di Indonesia

Menko PMK Muhadjir Effendy hadir dalam sidang di MK sebagai saksi.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Zendy Pradana

Jakarta – Menteri Koordiantor Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menko PMKMuhadjir Effendy, memberi keterangan di Mahkamah Konstitusi atau MK terkait perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU atau sengketa Pilpres 2024, Jumat 5 April 2024. Dia memaparkan tentang angka kemiskinan di Indonesia.

MK Tegaskan KPK Berwenang Usut Korupsi Militer: Kesampingkan Budaya Sungkan dan Ewuh Pakewuh

Terutama yang terjadi di Indonesia pada tahun 2022-2023. Menurutnya semua angka tersebut belum bisa mencapai dalam target yang sudah ditetapkannya.

Muhadjir menjadi menteri pertama yang memberikan keterangan sebelum Menko Perkonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteir Sosial Tri Rismaharani.

MK Sudah Siap Terima Permohonan Sengketa Pilkada 2024, Ini Tahapannya

"Berdasarkan hasil survei sosial ekonomi atau Susenas Maret 2023 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik atau BPS, angka kemiskinan nasional mencapai 9,36 persen, sementara target RPJMN tahun 2020-2024 ditetapkan sebesar 6,5 sampai dengan 7,5 persen," ujar Muhadjir di ruang sidang.

Kata mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu, demi mencapai sebuah target maka dari itu pemerintah harus mengeluarkan kebijakan atau program khusus di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.

Airin Kalah Versi Quick Count Pilgub Banten, PDIP Sebut Anomali dan Bakal Bawa ke MK

Namun begitu, angka kemiskinan ekstrim di Indonesia masih berada di angka 1,12 persen pada Maret 2023. Angka tersebut mengalami penurunan dibandingkan bulan Maret 2022, yang mana saat itu mendapatkan angka 2,04 persen.

Lebih lanjut, Muhadjir menjelaskan bahwa meski angka kemiskinan ekstrim mengalami penurunan tapi belum termasuk dalam target yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo.

"Kita harus terus mengupayakan agar target nol persen berdasarkan Inpres nomor 4 tahun 2022 dapat terwujud pada tahun 2024," kata Muhadjir.

Muhadjir menjelaskan bahwa perhitungan angka kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan karena menggunakan pendekatan pengeluaran. Dengan metode itu didapat garis kemiskinan secara nasional sekitar Rp  554.458 per kapita per bulan.

"Dengan komposisi garis kemiskinan makanan 408.522 atau 74,21 persen dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar 141.936 atau 25,79 persen," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya