Ahli Kubu Anies-Muhaimin Sebut KPU Bertindak Diskriminatif di Sidang MK
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta – Tim hukum Timnas Anies-Muhaimin (Amin) menghadirkan salah satu saksi Ahli Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Bambang Eka Cahya dalam sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK). Bambang menjelaskan, bahwa KPU telah melanggar prosedur saat melakukan penerimaan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.
Hal tersebut dikatakan Bambang ketika menjadi saksi dalam sidang sengketa hasil pilpres yang digelar di MK pada Senin, 1 April 2024. Bambang menyebut, KPU seharusnya masih memiliki waktu untuk mengubah PKPU setelah MK mengetuk sahnya Peraturan Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal batas usai capres dan cawapres.
Bambang mulanya menjelaskan soal Pasal 75 Ayat (4) UU Pemilu. Dalam pasal tersebut dijelaskan, bahwa KPU harus membuat Peraturan KPU (PKPU) berkaitan pelaksanaan tahapan pemilu dan dikonsultasikan dengan DPR serta pemerintah.
Selanjutnya, Ketua Bawaslu tahun 2008-2012 itu menjelaskan UU Pemilu Nomor 231-230 dimana peraturan tersebut mengatur tata cara verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan administratif bakal pasangan calon diatur dalam PKPU. Tetapi, justru KPU telah menetapkan Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang pencalonan peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang diundangkan 13 Oktober 2023.
Dalam peraturan tersebut, KPU menetapkan batas usia minimum calon presiden dan calon wakil presiden dengan 40 tahun. Bambang menyebutkan, bahwa pencalonan Gibran dalam hal ini tidak berlaku karena tidak sesuai prosedur.
Dia mengatakan KPU baru menerbitkan PKPU Nomor 23 Tahun 2023 atas perubahan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 pada 3 November 2023, atau setelah proses pendaftaran calon peserta Pilpres selesai.
"PKPU Nomor 19 Tahun 2023 belum diperbarui. Mengapa KPU menerima pendaftaran dan melakukan verifikasi berkas pasangan calon 02 yang tidak memenuhi syarat usia seusai PKPU Nomor 19 Tahun 2023. Penerimaan pendaftaran Prabowo-Gibran yang tidak memenuhi syarat oleh KPU adalah tindakan diskriminatif," jelas dia.
Menurut dia, KPU telah bertindak diskriminatif dalam melakukan penerimaan pencalonan Wakil Presiden Gibran Rakabuming. Padahal, kata dia, saat itu PKPU Nomor 19 Tahun 2023 belum direvisi setelah ada putusan MK.
"Dalam kasus ini sebetulnya cawapares Gibran diperlukan berbeda dengan peraturan beda, tapi kenyataannya KPU memperlakukan sama dengan cawapres lain, diverifikasi dengan peraturan yang sama," sebutnya.
KPU, kata Bambang, diduga telah melakukan pelanggaran Pemilu. Sebab, KPU sejatinya lebih dulu mengubah peraturannya sebelum menetapkan Gibran sebagai calon Wakil Presiden. "KPU dalam melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan pemilu yang tidak menaati prosedur dan asas penyelenggaraan pemilu," katanya.