Mahfud Sebut Yusril Mahaguru Hukum Tata Negara, Ingatkan MK Jangan Jadi Mahkamah Kalkulator
- Tangkapan layar Youtube MK
Jakarta – Calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud MD mengutip pernyataan pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra yang menyatakan agar Mahkamah Konstitusi (MK) tidak fokus pada masalah perolehan angka dalam menangani sengketa hasil pemilihan presiden (pilpres).
Sebelumnya Mahfud mengatakan bahwa MK dalam pelaksanaan pemilu telah memperkenalkan pelanggaran terstruktur, sistematis, masif atau (TSM) yang kemudian diadopsi dalam hukum tata negara RI.Â
"Mahaguru hukum tata negara Profesor Yusril Ihza Mahendra saat ikut jadi ahli sengketa pemilu 2014, dan bersaksi di MK pada 15 Juli, mengatakan bahwa penilaian proses pemilu bukan hanya angka harus dilakukan MK," kata Mahfud MD dalam paparan di sidang sengketa pilpres di MK, Rabu, 27 Maret 2024
Menurut Mahfud, pandangan bahwa penilaian proses pemilu bukan hanya angka bukan pandangan lama, melainkan pandangan yang selalu baru dan terus berkembang sampai sekarang.
"Menjadikan angka MK hanya sekedar Mahkamah Kalkulator adalah justru merupakan pandangan lama yang sudah diperbaharui sekarang," tegasnya
Mantan Ketua MK periode 2008–2013 itu menyebut praktik judicial selection banyak dilakukan di berbagai negara, baik di Mahkamah Konstitusi (MK) maupun Mahkamah Agung (MK).
"Beberapa negara membatalkan hasil pemilu yang curang dan melanggar prosedur, seperti Australia, Ukraina, Bolivia, Kenya, Melawi, dan Thailand, serta beberapa negara, yang satu disebut ada Belarusia yang dinilai sebagai shame institution atau institusi pengadilan palsu karena selalu diintervasni oleh pemerintah.
"Akhirnya kami tahu sungguh berat bagi MK dalam sengketa pemilu ini pastilah ada selalu yang datang kepada hakim yang Mulia agar mendorong agar permohonan ini ditolak, dan pasti ada pula yang datang agar MK mengabulkannya. Yang datang mendorong dan meminta itu tentu tidak harus orang atau institusi melainkan bisikan hati nurani yang datang bergantian di dada para hakim, yaitu bisikan yang terjadi antara amarah dan mutmainnah," ungkapnya
Mahfud maklum tidak mudah bagi par ahakim MK untuk menyelesaikan perang batin ini dengan baik, tetapi akhirnya ia berharap MK mengambil langkah penting untuk meyelamatkan masa depan demokrais dan hukum di Indonesia.
"Jangan sampai timbul persepsi bahkan kebiasaan bahwa pemilu hanya bisa dimenangkan oleh kekuasaan atau dekat dengan kekuasaan dan yang punya uang berlimpah. Jika ini dibiarkan terjadi berarti kebeadaan kita menjadi mundur kami berharap majelis hakim bekerja dengan independen, penuh martabat dan pengehomatan," paparnya