Gereja Dayak, Hadiah Paskah dan Toleransi untuk Masa Depan Negeri

Kepala Seksi Pemerintahan Kampung Tepulang, Kutai Barat, Viterius mengucapkan terimakasih atas renovasi gereja santa Thereseia pada Kodim 0912/KBR
Sumber :
  • VIVA.co.id/Jhovanda (Kalimantan Timur)

VIVA – Viterius Edi Setiawan pernah mengeluhkan tentang kondisi Gereja Santa Theresia di Kampung Tepulang, Kutai Barat yang tidak sempurna sebelum tersentuh program TNI Manunggal Masuk Desa (TMMD) Komando Distrik Militer 0912/Kutai Barat atau Kodim 0912/KBR.

Keresahan Viterius sebagai Kepala Seksi Pemerintahan Kampung Tepulang itu bukan hanya soal kondisi gereja yang mulai tidak layak. Sejumlah fasilitas gereja itu ternyata perlu didandani Kembali, sejak dibangun pada tahun 1995. Sebab gereja itu sudah tua, dan satu-satunya rumah Tuhan yang menjadi tempat pelayanan umat di kampung itu.

Kepala Seksi Pemerintahan Kampung Tepulang, Kutai Barat, Viterius mengucapkan terimakasih atas renovasi gereja santa Thereseia pada Kodim 0912/KBR

Photo :
  • VIVA.co.id/Jhovanda (Kalimantan Timur)

Pada suatu kesempatan, tersiar kabar adanya program TMMD Kodim 0912/KBR yang akan merenovasi tempat ibadah yang tidak layak. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Barat lantas menyodorkan nama Gereja santa Theresia untuk direnovasi. Pucuk dicinta ulam pun tiba, di akhir Bulan Februari, Komandan Kodim (Dandim) 0912, Letkol CZI Eko Handoyo mengutus jajarannya untuk memperbaiki dan mempercantik gereja itu.

“Begitu ada kabar dari Pemkab Kutai Barat kalau gereja mau direnovasi, kami langsung senang. Karena masyarakat Kampung Tepulang ini adalah warga adat Suku Dayak. 80 persen beragama Katolik. Inilah rumah Tuhan, tempat kami mencari kedamaian,” katanya saat dikunjungi di Kampung Tepulang, pada Minggu (24/3/2024).

Dijelaskan Viterius, pemugaran dilakukan dengan prinsip warna yang suci dan penuh kasih. Renovasi dilakukan dengan tidak merubah kontruksi namun meningkatkan ketahanan bangunan dengan kayu yang lebih kokoh. Arahan dari Dandim Kodim 0912/KBR, pemugaran eksterior dan interior bangunan tidak boleh merubah kearifan lokal Masyarakat Suku Dayak.

Pemugaran meliputi perbaikan plafon dengan kayu yang lebih kokoh tapi tidak panas. Gereja berukuran 16 x 8 meter itu dicat warna biru dan putih. Material bangunan sebagian besar terbuat dari kayu, lantainya terbuat dari semen dan dineci sehingga bersih dan nyaman dipijak. Barisan puluhan kursi panjang tersusun rapi menghadap altar. Di kanan kiri altar, ada ruang ganti berukuran 2 x 2 meter untuk ruang ganti suster dan pastor yang datang bertugas.

Tidak hanya itu, pembangunan toilet dan saluran air bersih juga dipasang, ada pula kipas angin yang terbagi di empat sudut gereja, penggunaan lampu hemat energi berbasis LED, pemasangan patung Yesus Kristus dan Bunda Maria di sisi kanan dan kiri altar, serta pemasangan plang gereja yang lebih bagus dari sebelumnya.

“Kami sempat keluhkan tingginya biaya renovasi gereja. Beli semen, beli kayu, plafon dan cat tentu membutuhkan biaya yang tak sedikit. Sempat bingung, kalau mau minta jemaat untuk sama-sama bangun, sebenarnya bisa, tapi masih ada saudara-saudara yang kekurangan,” jelasnya.

Ia pun menjelaskan puluhan tahun, mereka sabar berdoa dan menghadap Tuhan di gereja yang seadanya. Pada prinsipnya, warga Dayak di Kampung Tepulang menerima keadaan. Katanya yang penting tidak kehujanan, maka ibadah akan tetap khidmat.

“Yang penting ada gereja, karena kalau mau ikut ibadah di kampung sebelah, kami harus menempuh perjalanan sejauh 20 KM. kalau ada motor ya sukur, tapi yang tidak punya motor, harus jalan kaki,” paparnya.

Gereja Katolik Santa Theresia di Kampung Tepulang adalah stasi dari Paroki Kristus Raja yang ada di Barong Tongkok, ibu kota Kutai Barat. Dari segi ukuran, gereja itu termasuk gereja kecil dan sederhana. Daya tampung gereja cukup untuk 100 jemaat, belum termasuk anak-anak.

Diharapkan, pemugaran dari program TMMD ke 119 Kodim 0912/KBR tersebut bisa memberikan kenyamanan ibadah jelang paskah atau natal 2024.

Laporan Dandim Letkol CZI Eko Handoyo, secara umum Gereja santa Theresia telah direnovasi dengan penghematan daya listrik dan penguatan kearifan lokal Masyarakat Suku Dayak. Meski menggunakan PLN, namun lampu penerangan dan kipas angin menggunakan daya hemat energi. Bangunan terbuat dari material kayu, karena Masyarakat Suku Dayak sangat lekat dengan hasil hutan.

“Meski bawahnya semen, tapi dindingnya tetap kayu. Jadi ini sesuai dengan konsep awal gereja, kita memugas tanpa meninggalkan kearifan lokal para jemaat gereja,” katanya.

Dijelaskan dia, yang paling utama diperhatikan adalah kebersihan dan masalah lingkungan di gereja itu sendiri. Selain kenyamanan ibadah, tentu jemaat juga membutuhkan fasilitas penunjang seperti toilet sekaligus air bersihnya.

“Kami tidak banyak merubah, tapi hanya memperkokoh dan melengkapi yang kurang-kurang. Gereja itu mungkin satu-satunya gereja yang kekurangan di wilayah ini. Letaknya juga jauh dari keramaian. Harapan para jemaat bisa beribadah di gereja sendiri, walau kondisinya kurang,” ujarnya.

Letkol Eko mengatakan renovasi gereja Santa Theresia ini merupakan contoh yang dapat dicapai secara bekerja sama dalam upaya merawat toleransi. Sebagaimana diketahui masalah Ras dan Agama menjadi salah satu tantangan terbesar saat ini.

“Kita warga negara yang baik harus merawat persatuan dan kesatuan Indonesia. Toleransi bagian dari Upaya menjaga bangsa, harus tetap dilakukan. Apapun agamanya, kita adalah Indonesia,” sebutnya.

Sementara itu, Bupati Kutai Barat, FX Yapan menerangkan penunjukkan Santa Theresia menjadi penerima program TMMD Kodim 0912/KBR sepenuhnya diserahkan pada Paroki Kristus Raja. 60 persen warga Kutai barat memeluk agama Katholik, sisanya Kristen dan Islam.

“Kenapa Gereja santa Theresia, karena memang gereja ini yang membutuhkan. Kalau gereja lain di Kutai Barat sudah bagus semua. Apalagi masjid, kami punya masjid yang megah. Kami juga punya Islamic Center yang sangat cantik,” kata Yapan.

Dijelaskan dia, dalam penunjukkan program renovasi tempat ibadah, Pemkab Kutai barat tidak pernah membeda-bedakan tempat ibadah. Menurutnya, sebagai warga negara yang beragama, Masyarakat Kutai Barat sangat menghormati toleransi antar umat beragama. Tidak hanya karena aturan negara, tapi dari nenek moyang warga Dayak, pesan leluhur adalah menjaga kesatuan Republik Indonesia dan menjaga toleransi.

DPR Minta Kapolda Jateng Usut Kasus Perbudakan Seksual Anak di Surakarta yang Terkatung-katung Sejak 2017

“Nenek Moyang kami dulunya juga menjaga Indonesia, apalagi wilayah kita pintu masuk ke perbatasan. Sudah sejak masa penjajahan, kita sudah merawat Indonesia dan toleransi antar umat beragama,” sebutnya.

Ditambah dengan adanya pengutan program TMMD oleh Kodim 0912/KBR, Yapan menegaskan Kutai barat adalah kabupaten yang damai dan agamis. “Tidak ada istilah rebut karena agama di Kutai Barat, semua damai. Lebaran, Natal, Nyepi, Waisak atau Imlek sekalipun, Kutai barat selalu ramai dan damai. Dengan ditambah program TMMD ke 119 ini, tentu Kutai barat akan semakin tentram,” pungkasnya.

Merasa Dibatasi, Paula Verhoeven Berharap Bisa Tidur Bareng Anak Lagi
Ilustrasi gangguang ADHD pada anak

IDI Kabupaten Jepara Berikan Informasi Pengobatan bagi Gangguan ADHD Pada Anak

Di Indonesia, prevalensi ADHD pada anak sekolah diperkirakan mencapai 15 persen, yaitu 1 dari 20 anak.

img_title
VIVA.co.id
22 Desember 2024