MK Hapus Pasal Sebar Hoaks, Polri Bilang Begini

Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko
Sumber :
  • dok Polri

Jakarta- Polri angkat bicara soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus larangan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong sehingga menimbulkan keonaran. Koprs Bhayangkara bakal mengikuti aturan MK.

Anggota DPR Minta Kapolri Tak Beri Ruang ke Oknum Polisi Pembeking Pelaku Kejahatan

"Ke depannya, apabila ada ketentuan seperti itu tentu Polri akan beradaptasi. Kemudian mengkaji dan tunduk dan patuh pada aturan yang terbaru," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Polisi Trunoyudo Wisnu Andiko, Jumat, 22 Maret 2024.

Ilustrasi hoax.

Photo :
  • Unsplash
Polri Beri Penghormatan Terakhir kepada AKP Ryanto dengan Kenaikan Pangkat Kompol Anumerta

Meski begitu, terkait kasus sebar hoax bikin onar yang sudah ditangani Polri sebelum penghapusan ini terjadi tetap berjalan. Karena, hal itu disebut tidak berlaku surut alias baru berlaku untuk kedepannya bukan ke kasus yang sebelumnya sudah bergulir.

"Tentu apa yang sudah kita lakukan langkah-langkahnya tidak berlaku surut," ujarnya lagi.

Pakar: Indonesia Masih Belum Aman dari Ancaman Terorisme

Untuk diketahui, aturan mengenai larangan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong sehingga menimbulkan keonaran sebagaimana tercantum dalam Pasal 14 dan Pasal 15 KUHP bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Demikian Putusan Nomor 78/PUU-XXI/2023 dari permohonan yang diajukan oleh Haris Azhar dan Fatiah terkait dengan uji materiil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Sidang putusan tersebut dibacakan pada Kamis, 21 Maret 2023 di Ruang Sidang Pleno MK.

“Dalam provisi, menolak permohonan provisi para Pemohon untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan, mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan Amar Putusan.

Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan  Hakim Konstitusi Arsul Sani, Mahkamah berpendapat unsur “berita atau pemberitahuan bohong” dan “kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan” yang termuat dalam Pasal 14 dan Pasal 15 KUHP dapat menjadi pemicu terhadap sifat norma pasal-pasal a quo menjadi “pasal karet” yang dapat menciptakan ketidakpastian hukum.

Ilustrasi gambar : Hukum

Photo :
  • vstory

Sebab, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dimaksud "pasal karet" adalah pasal dalam undang-undang yang tidak jelas tolok ukurnya. Terlebih, dalam perkembangan teknologi informasi seperti saat ini yang memudahkan masyarakat dalam mengakses jaringan teknologi informasi, masyarakat dapat memperoleh informasi dengan mudah dan cepat yang acapkali tanpa diketahui apakah berita yang diperoleh adalah berita bohong atau berita benar dan berita yang berkelebihan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya