Tradisi Takjil Gulai Kambing Setiap Malam Jumat di Masjid Kauman Yogyakarta
- VIVA.co.id/Cahyo Edi (Yogyakarta)
Yogyakarta – Masjid Gedhe Kagungan Dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau biasa dikenal sebagai Masjid Gedhe Kauman berdiri sejak tahun 1773. Masjid berusia lebih dari 250 tahun ini berada di sisi barat Alun-alun Utara, Kota Yogyakarta.
Masjid ini didirikan atas prakarsa dari Sultan HB I dan Kiai Fakih Ibrahim dan diarsiteki oleh Kiai Wiryokusumo. Masjid ini mewarisi gaya arsitektur Masjid Demak.
Selama bulan Ramadan, Masjid Gedhe Kauman menjadi salah satu masjid yang ramai dikunjungi oleh jamaah. Ada tradisi unik di Masjid Gedhe Kauman selama bulan Ramadan.
Tradisi ini adalah menu khusus takjil berbuka puasa pada hari Kamis atau malam Jumat. Menu takjil di Masjid Gedhe Kauman pada malam Jumat ini adalah gulai kambing.Â
Tradisi berbuka puasa dengan menu gulai kambing ini sudah dimulai sejak tahun 1958 atau sejak masa pemerintahan Sri Sultan HB IX.
Seksi Takjil Masjid Gedhe Kauman Jujuk Endari Edi menceritakan tradisi takjil berupa gulai kambing ini sudah sejak masa kepemimpinan Sultan HB IX atau sejak sebelum tahun 1960.
Menu gulai kambing, kata Jujuk dipilih karena pada masa itu merupakan salah satu menu makanan mewah. Jujuk menyebut waktu itu gulai kambing harganya mahal dan tak setiap orang bisa membelinya.
"Dulu itu gulai kambing menjadi salah satu menu mewah. Zaman itu, tidak setiap orang bisa membelinya makanya kemudian dipilihlah menu itu," kata Jujuk.
Jujuk menyebut menu gulai kambing ini membuat jumlah jamaah di Masjid Gedhe Kauman mengalami peningkatan. Jujuk menceritakan saat itu belum banyak masjid yang menyediakan menu buka puasa gratis.
"Menu gulai kambing ini jadi salah satu cara untuk menarik jamaah saat itu. Itu menjadi syiar dari pengurus Masjid Gedhe saat itu. Usai ada menu gulai kambing, jumlah jamaah mengalami peningkatan," urai Jujuk.
Jujuk menuturkan tradisi takjil menu gulai kambing hingga saat ini terus dipertahankan oleh pihak takmir Masjid Gedhe Kauman. Hanya saja saat ini dilakukan beberapa perubahan menyesuaikan dengan tuntutan zaman.
"Kalau dulu, gulai kambingnya benar-benar dimasak sendiri. Yang masak ya warga sekitar masjid. Kambingnya juga disembelih sendiri," urai Jujuk.
"Masaknya lama. Prosesnya juga panjang. Terus porsi yang disiapkan juga ribuan sesuai jumlah jamaah. Seiring dengan perkembangan zaman akhirnya saat ini kami serahkan ke pihak katering," imbuh Jujuk.
Jujuk membeberkan meskipun diserahkan ke jasa katering namun pihak takmir masjid selalu memeriksa kualitasnya. Kualitas ini di antaranya adalah masalah rasa dan persentasi antara jumlah daging dengan jeroan.
"Kami lakukan seleksi. Kami seleksi pertama dari rasanya. Kemudian perbandingan daging dengan jeroannya dalam satu porsi. Jangan sampai isinya jeroan semua. Kemudian bumbunya. Kami pilih katering yang tidak memakai bumbu instan," urai Jujuk.
Jujuk menerangkan untuk katering penyedia menu gulai kambing ini juga tidak dipegang oleh satu katering saja. Jujuk mengungkapkan saat ini ada empat katering yang melayani takjil menu gulai kambing itu.
"Kita nilai terus setiap saat. Kita bikin rangking. Nanti yang rangkingnya tertinggi tahun berikutnya akan mendapatkan jumlah porsi yang lebih banyak dibanding katering lainnya. Untuk menu gulai kambing ini kami menyediakan kurang lebih 1500 porsi," tutup Jujuk.