PT DKI Jakarta Tetap Vonis Rafael Alun 14 Tahun Penjara
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta – Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memberikan vonis 14 tahun penjara untuk Rafael Alun Trisambodo. Vonis tersebut artinya tetap menguatkan hukuman Rafael yang didapat dari Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat.
Hal tersebut dilakukan hakim PT DKI Jakarta dengan menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat nomor: 75/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jkt Pst tanggal 8 Januari 2024.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rafael Alun Trisambodo dengan pidana penjara selama 14 tahun dan pidana denda sebesar Rp500.000.000 jika tidak dibayar diganti pidana penjara selama tiga bulan," bunyi amar putusan dikutip dari laman PT DKI Jakarta, Kamis 14 Maret 2024.
Maka itu, Rafael juga tetap dihukum dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sejumlah Rp10.079.095.519 dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dijatuhi pidana penjara selama tiga tahun.
"Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan," kata hakim dalam amar putusannya.
"Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan," lanjut hakim.
Adapun perkara di PT DKI Jakarta dengan nomor 8/Pid.Sus-TPK/2024/PT DKI diadili langsung oleh hakim ketua majelis Tjokorda Rai Suamba, Tony Pribadi dan Erwan Munawar selaku hakim-hakim tinggi Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, serta Margareta Yulie Bartin
Setyaningsih dan Gatut Sulistyo selaku hakim-hakim Ad Hoc Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Panitera Pengganti Effendi P. Tampubolon.
Putusan sidang itu dibacakan pada Kamis 7 Maret 2024 dalam sidang yang digelar terbuka.
Berikut pertimbangan majelis hakim tingkat banding:
Menimbang bahwa setelah dicermati dan dipelajari alasan-alasan yang dikemukakan dalam memori banding dan kontra memori banding dari penasihat hukum terdakwa mengenai keberatan penasihat hukum terdakwa dalam memorinya, majelis hakim tingkat banding akan mempertimbangkan mengenai
status barang bukti nomor 552 perkara gratifikasi atau barang bukti nomor 412 perkara TPPU. Menurut majelis hakim tingkat banding perlu dilakukan perbaikan terhadap redaksi status barang bukti tersebut agar eksekusi terhadap barang bukti dapat dilaksanakan, dengan demikian memori banding penasihat hukum dapat dikabulkan sebagian.
Menimbang bahwa mengenai alasan-alasan yang dikemukakan dalam memori banding dan kontra memori banding dari penasihat hukum terdakwa selebihnya tidak sepenuhnya dapat dikabulkan kerena sebagian hanya pengulangan dan bukan mengenai hal-hal yang baru yang kesemuanya telah dipertimbangan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan terhadap memori banding dan kontra banding penuntut umum pada pokoknya hanya pengulangan dari tuntutan penuntut umum dan kesemuanya telah dipertimbangan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sehingga dengan demikian tidak perlu dipertimbangkan lagi dan dikesampingkan.
Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 75/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jkt Pst tanggal 08 Januari 2024 yang dimintakan banding dapat dipertahankan dan dikuatkan dengan tambahan pertimbangan hukum sepanjang perubahan mengenai redaksi status barang bukti nomor 552 sampai dengan nomor 558 dalam perkara gratifkai, barang bukti nomor 412 sampai dengan nomor 418 dalam perkara TPPU pada putusan halaman 812, diubah menjadi "Barang bukti perkara gratifikasi nomor 552 atau barang bukti perkara TPPU nomor 412 dikembalikan kepada darimana benda disita, sedangkan barang bukti perkara gratifikasi nomor 553 sampai dengan nomor 558 atau barang bukti perkara TPPU nomor 413 sampai dengan 418 dirampas untuk negara."