Jaksa Dakwa Tujuh Eks Anggota PPLN Kuala Lumpur Palsukan Data Pemilih Pemilu 2024

Istimewa
Sumber :
  • VIVA.co.id/Zendy Pradana

Jakarta – Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa tujuh mantan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur, Malaysia karena telah memalsukan data dan daftar pemilih Pemilu 2024. Mereka dinilai jaksa bersalah telah melakukan hal itu di wilayah KBRI Kuala Lumpur, Malaysia.

Blak-blakan, Isaac Hayden Bantah Keturunan Malaysia, Gelandang Newcastle United Itu Sampai Bilang...

"Telah dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih, baik yang menyuruh, yang melakukan atau yang turut serta melakukan," ujar jaksa di ruang sidang PN Jakarta Pusat pada Rabu, 13 Maret 2024.

Adapun, tujuh terdakwa yang duduk di kursi persidangan yakni Umar Faruk, Tita Octavia Cahya Rahayu, Dicky Saputra, Aprijon, Puji Sumarsono, A Khalil dan Masduki Khamdan Muchamad. Pemalsuan data itu dilakukan para terdakwa pada tahun 2023 silam.

Pemerintah Kalimantan Timur Gandeng Malaysia Buat Kendalikan Dengue

Jaksa pun menjelaskan peran para terdakwa dalam memalsukan data pemilih tersebut. Umar merupakan Ketua PPLN, Tita selaku anggota Divisi Keuangan PPLN, Dicky selaku anggota Divisi Data dan Informasi PPLN, Aprijon selaku anggota SDM PPLN, Puji selaku anggota Divisi Sosialisasi PPLN, Khalil selaku Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu PPLN serta Masduki selaku Logistik PPLN.

Mulanya, kata Jaksa, terdakwa melakukan pemalsuan data tersebut dengan mendapatkan data lewat Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) dari KPU sebanyak 493.856 pemilih. Setelah itu, data tersebut langsung diunggah ke Sistem Data Pemilih (SIDALIH) untuk dilakukan pencocokan dan penelitian data (coklit). Namun, daftar pemilih yang tercoklit hanya 64.148 pemilih.

Pemerintah Malaysia Setujui Lanjutkan Pencarian Pesawat MH370, Ini Respons Keluarga Korban

"Bahwa dari DP4 sebanyak 493.856 pemilih, daftar pemilih yang berhasil dilakukan coklit oleh pantarlih hanya sebanyak 64.148 pemilih," kata jaksa.

Adapun, perwakilan partai politik sempat melakukan komplain terkait hasil coklit tersebut pada rapat pleno penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS). Singkat cerita, para terdakwa akhirnya memutuskan jumlah DPS sebanyak 491.152 pemilih.

"Sehingga terjadi perdebatan antara perwakilan Parpol dengan PPLN KL, namun PPLN KL mengambil keputusan agar data DP4 yang belum tercoklit dijadikan DPS dikurangi data tidak memenuhi syarat (TMS) dtambah dengan yang dicoklit, sehingga hasil akhir yang ditetapkan menjadi DPS sebanyak 491.152 pemilih," ucapnya.

Istimewa

Photo :
  • VIVA.co.id/Zendy Pradana

Lantas, jaksa menilai bahwa perilaku para terdakwa bertentangan dengan peraturan lantaran DPS harus berdasarkan data hasil coklit yang telah diverivikasi. Pelaksanaan rapat pleno itu tertuang dalam Berita Acara Nomor: 007/PP.O5.1.BA/078/2023 tanggal 5 April 2023 dengan rekapitulasi DPS PPLN Kuala Lumpur yakni TPS-LN berjumlah 487.438, Kotak Suara Keliling (KSK) berjumlah 334, dan pengiriman melalui Pos berjumlah 3.380.

"Bahwa Data DPS sebanyak 491.152 pemilih yang dilaporkan ke KPU RI melalui aplikasi SIDALIH tersebut, merupakan data yang tidak valid dan tidak sesuai sesuai dengan ketentuan dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum karena data pemilih yang telah dicoklit hanya sejumlah 64.148," ucap dia.

Kemudian, para terdakwa disebut melakukan perbaikan data DPS, namun hanya mendengarkan masukan dari partai politik. Hasilnya, jumlah DPS itu berubah menjadi 442.526 pemilih yang tertuang dalam Berita Acara Nomor 008/PP.05.1.BA/078/2023 tanggal 12 Mei 2023 tentang Rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP) Tingkat PPLN Kuala Lumpur dengan rincian TPS-LN berjumlah 438.665, Kotak Suara Keliling (KSK) berjumlah 525 dan pengiriman melalui pos berjumlah 3.336.

"Dari hasil sinkronisasi tersebut, selanjutnya pada tanggal 12 Mei 2023 dilakukan Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP), yang dihadiri oleh seluruh Anggota PPLN, Perwakilan Partai, Panwas LN, perwakilan dari Kedutaan Besar RI, sehingga jumlah DPS yang ditetapkan menjadi DPSHP sebanyak 442.526 pemilih," kata jaksa.

Jaksa mengatakan para terdakwa lalu menggelar rapat pleno terbuka pada 21 Juni 2023. Rapat itu dihadiri seluruh anggota PPLN, perwakilan Partai, Panwas LN, perwakilan dari Kedutaan Besar RI.

Terdakwa Umar menampilkan data perubahan DPSHP tersebut, dan menanyakan apakah ada tanggapan atau sanggahan. Sanggahan muncul dari perwakilan Partai NasDem, Partai Demokrat, Partai Perindo dan Partai Gerindra untuk menambah komposisi metode KSK sekitar 20-30 persen dan pengiriman melalui pos sekitar 50 persen.

"Rapat pleno tersebut akhirnya disepakati oleh para terdakwa selaku PPLN KL dan dibuat Berita Acara Nomor: 009/(PP/05. -BA/078/2023 tanggal 21 Juni 2023, tentang Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) Tingkat PPLN Kuala Lumpur Pemilihan Umum Tahun 2024, dengan perincian sebagai berikut. TPS-LN berjumlah 222.945, Kotak Suara Keliling berjumlah 67.945, pos berjumlah 156.367. Jumlah Pemilih 447.258," ujar jaksa. 

Jaksa mengatakan para terdakwa telah mengetahui jika perubahan dan pengalihan data pemilih itu tidak valid. Jaksa mengatakan tindakan itu mengakibatkan alamat dan nomor kontak daftar pemilih menjadi tidak jelas.

"Bahwa para Terdakwa telah mengetahui bahwa daftar pemilih yang mereka kelola sudah tidak valid sejak tahap penetapan DPS, namun para Terdakwa tetap melakukan perubahan data dari metode pengambilan suara TPS-LN dan mengalihkan ke metode pangambilan suara Kotak Suara Keliling (KSK) dan Metode Pos, sehingga banyak pemilih dalam daftar yang tidak jelas alamat dan nomor kontaknya. Tindakan para Terdakwa mengalihkan data dari DPT TPS ke DPT KSK dan DPT POS, hanya berdasarkan permintaan perwakilan parpol tanpa dilengkapi dengan dokumen autentik," tutur jaksa.

Jaksa mengatakan alamat pemilih yang tak jelas itu mengakibatkan jumlah surat suara yang dikirim melalui pos sebanyak 155.629 pemilih, namun hanya kembali 81.253 surat suara. Jaksa menyakini para terdakwa melanggar Pasal 544 dan/atau Pasal 545 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

"Bahwa akibat perbuatan para Terdakwa yang memasukkan data yang tidak benar dan tidak valid karena tidak sesuai hasil coklit ke dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) menjadi Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP) kemudian ditetapkan menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT), serta memindahkan Daftar Pemilih Metode TPS ke metode KSK dan POS, dalam kondisi data dan alamat tidak jelas atau tidak lengkap sehingga mengakibatkan untuk metode Pos surat suara yang dikirim sebesar 155.629, namun kembali ke pengirim (return to sender) sebanyak 81.253 surat suara," imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya