Pilkada 2024 Dinilai jadi Momentum Perluas Gagasan Pembangunan Inklusif
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta - Perhelatan Pilkada 2024 dianggap tepat sebagai momentum perluas diskursus gagasan dan agenda pembangunan inklusif. Cara itu bisa dilakukan dengan memperluas keterlibatan calon kepala daerah.
Demikian disampaikan Peneliti Hukum dan Konstitusi Setara Institute, Sayyidatul Insiyah. Menurut dia, ajang Pilkada 2024 bisa jadi agenda pembangunan daerah dengan perencanaan partisipatif. Dengan cara itu, produk hukum daerah dibuat berpihak pada perlindungan kelompok minoritas dan marjinal.
Sayyidatul mengatakan inklusi dan demokrasi merupakan pilar yang saling menyangga pelaksanaan pemerintahan untuk kepentingan bersama rakyat. Ia menambahkan dari berbagai hasil riset Setara Institute menunjukkan masih minimnya upaya perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak-hak kelompok marjinal.
"Adanya berbagai produk hukum diskriminatif terhadap kelompok marjinal terutama minoritas SARA, ragam gender dan seksual, masyarakat adat, disabilitas, hingga perempuan menunjukkan bahwa isu-isu kelompok marjinal ini masih belum diketengahkan sebagai isu bersama dalam agenda pembangunan," kata Sayyidatul, dalam keterangannya, Jumat, 8 Maret 2024.
Dia menyebut kesempatan dan ruang yang diberikan kepada kelompok marjinal dalam proses pembangunan daerah, baik pada tahap perencanaan hingga pembahasan belum sepenuhnya maksimal.
Dijelaskan dia, dalam konteks momentum teknokratis, penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2025-2029, Setara Institute sudah memulai agenda advokasi pengarusutamaan pembangunan inklusif di Aceh, Sulawesi Selatan dan Jawa Barat.
"Selain momentum teknokratis, pesta demokrasi Pilkada serentak 2024 juga jadi momentum yang tepat memperluas diskursus gagasan dan agenda pembangunan inklusif dengan memperluas keterlibatan kelompok marjinal," ujar Sayyidatul.
Adapun dalam agenda pembangunan daerah, menurut dia, melalui proses perencanaan yang partisipatif. Hal itu terkait dalam Pilkada 2024 karena pesertanya calon kepala daerah yang mesti punya visi misi dalam membangun daerah.
"Bukan hanya di RPJMD, agenda pembangunan inklusif juga diharapkan menjadi visi dan misi kontestasi bagi calon-calon kepala daerah," sebut Sayyidatul.
Lebih lanjut, dia menuturkan untuk mewujudkan komitmen tersebut, Setara Institute menyelenggarakan rangkaian peningkatan kapasitas bertema "Merancang Agenda Pemajuan dan Perlindungan Hak-Hak Kelompok Marjinal" pada 4-7 Maret 2024. Ia bilang strategi itu diawali dengan implementasi di tiga provinsi, yaitu Aceh, Sulawesi Selatan, dan Jawa Barat.
Dia mengatakan implementasi di tiga provinsi itu itu menyasar kelompok minoritas agama/kepercayaan, minoritas etnis, disabilitas, ragam gender dan seksual. Selain itu, masyarakat adat, serta berbagai organisasi masyarakat sipil di ketiga provinsi yang bekerja dalam advokasi isu-isu kelompok marjinal.
"Selain sebagi forum peningkatan kapasitas, melalui agenda tersebut juga telah terbentuk Koalisi Aliansi Masyarakat Sipil untuk Transparasi, Inklusi, dan Demorkasi (Aspirasi)," tuturnya.
Dari pemetaan masalah dalam kegiatan Peningkatan Kapasitas, Koalisi Aspirasi menyampaikan beberapa hal untuk bisa ditindaklanjuti bersama di antaranya:
1. Mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas ruang-ruang dialog yang konstruktif antara kelompok marjinal dan pemerintah, melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dalam pembahasan agenda-agenda pembangunan daerah terutama dalam momen penyusunan RPJMD 2025-2029 yang tahapannya telah dimulai di masing-masing daerah.
2. Mengintensifkan komunikasi dengan aktor-aktor politik untuk menyalurkan aspirasi kelompok marjinal.
3. Memperkuat sinergi dan kolaborasi seluruh elemen masyarakat sipil dan media dalam mengamplifikasi aspirasi dan kebutuhan kelompok marjinal.