Tanah Bergerak di Jombang, Warga Cerita Detik-detik Rumahnya Amblas dan Berhasil Selamat

Rumah warga di Jombang ambles akibat tanah bergerak
Sumber :
  • VIVA.co.id/Uki Rama (Malang)

Jombang –  Setidaknya ada 11 rumah milik warga Dusun Sumberlamong, Desa Sambirejo Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, rusak akibat tanah gerak, pada Kamis 7 Maret 2024 dini hari. Kondisi itu membuat 12 keluarga dengan 34 anggota keluarga, harus mengungsi.

10 Wilayah Sulsel Dilanda Banjir, Kota Makassar-Barru Paling Parah

Kepala Desa Sambirejo, Sungkono, menuturkan lokasi bencana alam tanah bergerak sebenarnya sudah lama terjadi. Indikasi keretakan ini sudah dideteksi dan diteliti oleh BPBD. Namun, warga belum berpindah karena memang rumahnya berada di area itu. 

"Indikasi keretakan ini sudah dideteksi dan diteliti oleh BPBD, selama satu bulan dan ternyata hasilnya waktu itu, sudah di lampu merah. Masyarakat harus diupayakan untuk bergeser ke tempat yang aman. Tapi belum sampai bergeser, pada malam hari tadi terjadi keretakan yang lebih parah yang menimbulkan dampak langsung pada 11 KK (kepala keluarga), yang berjumlah 34 anggota keluarga," jelas Sungkono, Kamis, 7 Maret 2024. 

6 Tips Mudah Atasi Tempias Air Hujan Agar Rumah Tidak Banjir

Supervisor BPBD Jombang, Stevy Maria, mengungkapkan bahwa retakan ini berlangsung lama. Penyebabnya, rumah berada di kemiringan lereng dengan tingkat kemiringan 45 derajat. Sedangkan tanah tidak cukup kuat menahan beban bangunan di atasnya. 

"Penyebab awalnya itu mulai dari tahun 2019 sudah ada retakan-retakan. Nah kalau kenapanya, yang jelas karena memang kemiringan lereng serta beban bangunan di atasnya dan mekanisme pembuatan saluran air permukaan masyarakat jadi yang harus diperhatikan juga," jelas Stevy Maria. 

13 Ribu Personel Gabungan Disiagakan untuk Amankan Nataru di Jawa Timur

Dugaan awal terjadinya retakan tanah di pemukiman warga akibat kontur tanah yang berubah usai diguyur hujan semalaman. 

"Kemiringan lereng juga menjadi deteksi awal penyebab terjadinya retakan saat ini. Hasil dari penelitian itu memang ada yang harus sangat diwaspadai dan ternyata itu terjadi sekarang," ujar Stevy. 

Lanjutnya menjelaskan, deteksi awal sudah dilakukan BPBD Jombang sejak 3 tahun lalu. Termasuk melakukan penelitian bersama Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya.

"Deteksi awal BPBD Jombang itu sudah dilakukan pada 2021 akhir. Karena retakan-retakan sudah ada di 2021 akhir. Sehingga di 2022 awal, sudah kita lakukan penelitian bersama dengan ITS untuk membaca dan melihat pootensi longsor yang akan terjadi," tuturnya.

Dia menyebut saat ini pihaknya, tengah melakukan assessment serta kajian untuk menentukan ke mana nantinya warga terdampak bencana itu akan diungsikan. Jika dibutuhkan mereka akan membuat posko bencana alam. 

"Masih kami lakukan assessmet. Ya sementara orang-orang mengungsi. Tapi belum mengungsi resmi, belum mengungsi permanen, karena harus menunggu kami melakukan pengajian," katanya.

Detik-detik Tanah Retak

Beruntung tak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut. Namun Sugito salah satu warga yang menjadi korban bencana alam itu, menceritakan detik-detik ia bisa keluar dengan selamat dari dalam rumahnya.

Semula ia tidur nyenyak dengan anak dan istrinya di dalam rumah. Sekitar pukul 00.00 WIB, ia merasakan ada pergerakan tanah sehingga tempat ia tidur bergerak. Ia terbangun dari tidurnya.

"Mulai retak jam 12.00 WIB, habis itu tanah gerak-gerak, saya langsung mau keluar rumah sama istri saya dari dalam. Tapi gak bisa, karena posisi pintu udah geser dan terkunci, akibat tanah gerak itu," kata Sugito. 

Mengetahui kondisi itu, ia pun menjadi bingung, harus melakukan tindakan apa. Selang beberapa waktu, ia mendengar teriakan kakaknya yang rumahnya berada di seberang jalan.

"Setelah itu, kakak saya itu, teriak sama mendobrak pintu rumah saya dari luar, sehingga saya bisa keluar rumah sama istri saya, lalu saya baru mengeluarkan sebagian barang," ujar Sugito. 

Dia menyebut saat peristiwa itu terjadi tanah bergerak dengan cepat, dan bangunan rumah ambles ke dalam tanah.

"Tanahnya itu bergerak terus bangunannya ambles, pas waktu itu terjadi saya itu di dalam sama istri saya. Saya kaget lihat kondisi tanah yang bergerak itu," tutur Sugito. 

Ia menyebut akibat peristiwa itu bangunan rumah ukuran 10 kali 14 meter miliknya rusak parah. Sedang tanah seluas 3 hektar di belakang rumah miliknya amblas. Sehingga rumah miliknya tak bisa dihuni lagi.

"Rusaknya parah, posisi sekarang rumahnya doyong dan ambles, gak bisa dipakai lagi rumahnya. Tanahnya ambles ke belakang sekitar 3 hektar. Bangunan rumahnya lebar 10, panjangnya 14 meter," kata Sugito. 

Ia menegaskan saat ini, ia dan anak istrinya terpaksa harus mengungsi ke tempat kakaknya yang ada di seberang jalan depan rumahnya.

"Sekarang ya ngungsi ke rumah kakak saya. Kalau untuk tidurnya belum saya pikirkan, sementara barang-barang saya taruh di teras rumah kakak saya, di depan itu," ujar Sugito. 

Ia pun mengaku khawatir dengan keselamatan keluarganya karena hingga saat ini, tanah di sekitar rumahnya masih bergerak dan berpotensi longsor bila hujan turun. Sehingga ia berharap ada kejelasan bantuan dari pemerintah setempat.

"Ini tanahnya masih bergerak-gerak. Ya kalau nanti ada hujan jelas longsor, mudah-mudahan jangan hujan dulu. Sekarang ini semuanya masih bingung, entah pemerintahnya ini nanti gimana," tuturnya.

"Kalau nanti seandainya dibikinkan rumah biar bisa pindah, ya siap. Karena sementara ini saya masih bingung. Karena gak ada tempat hanya ini yang saya punya, dan saya juga gak punya biaya untuk pindah," kata Sugito yang setiap harinya bekerja sebagai petani itu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya