Siswa Korban Penganiayaan di Malang Tidak Berani Pergi Sekolah, Dinsos Kirim Psikolog
- VIVA.co.id/Uki Rama (Malang)
Malang – Pelajar korban kekerasan atau penganiayaan yang dilakukan oleh sesama pelajar teman satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Malang takut pergi sekolah. Korban tidak berani pergi ke sekolah akibat peristiwa ini.
Kepala Dinsos-P3AP2KB Kota Malang, Donny Sandito mengungkapkan ada indikasi korban tidak berani sekolah. Dinsos pun mengirim psikolog ke rumah korban untuk melakukan pendampingan.Â
"Pelajar itu kan ditangani Unit PPA Polresta Malang Kota. Sedangkan dari kami mengirimkan petugas ke rumah korban. Karena indikasi korban tidak berani sekolah, sehingga kita datangkan psikolog untuk pendampingan," kata Donny, Senin, 4 Maret 2024.Â
Donny menyebut, tugas psikolog menguatkan mental korban agar mau melanjutkan sekolah. Di sisi lain, Pemerintah Kota Malang mendorong upaya perdamaian sebab baik korban maupun pelaku masih berusia di bawah umur.
"Supaya mau sekolah, menguatkan nantinya. Karena (korban) takut enggan ketemu pelaku pelaku teman sekolah. Sekarang masih di PPA masih akan koordinasi. Kita mendorong perdamaian itu," ujar Donny.
Donny menilai penganiayaan yang dilakukan oleh pelaku pada korban diduga diawali dengan bercanda yang kelewatan. Dia memandang mayoritas siswa atau anak di bawah umur tidak memahami bahwa tindakan perundungan merupakan pelanggaran hukum.
"Kami melihat ya mereka bercanda main-main akhirnya keterusan. Dan ketidaktahuan mereka bahwa bullying itu merupakan salah satu pelanggaran hukum dan dilarang," tutur Donny.Â
Sebelumnya, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang bakal mengambil langkah tegas atas kekerasan atau penganiayaan yang dilakukan oleh pelajar Sekolah Menengah Pertama di Kota Malang. Peristiwa ini terjadi pada Jumat, 1 Maret 2024 kemarin.Â
Kepala Disdikbud Kota Malang, Suwarjana mengatakan, bahwa mereka akan melakukan pembinaan kepada kepala sekolah, guru, termasuk memanggil yayasan sekolah. Pembinaan perlu dilakukan agar kejadian serupa tidak terulang termasuk di sekolah lain.Â
"Pasti kita lakukan pembinaan kepada kepala sekolah. Termasuk gurunya dan yayasan karena ini kan swasta," kata Suwarjana, Minggu, 3 Maret 2024.Â
Suwarjana menyebut, hasil informasi yang dia gali bahwa kasus ini adalah penganiayaan bukan perundungan. Langkah yang paling krusial adalah melakukan mediasi antara kedua belah pihak karena keduanya masih di bawah umur dan butuh pembinaan.Â
"Sudah kita mediasi dan Insya Allah keduanya sudah mau menerima jadi Insya Allah sudah gak ada problematika. Kemarin sudah makan bareng antara korban sama pelaku. Kedua orang tua juga," ujar Suwarjana.