SYL Minta Penangguhan Penahanan: Paru-paru Tinggal Separo, Butuh Udara Terbuka

Syahrul Yasin Limpo (SYL), Jalani Sidang Perdana
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta – Mantan Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo alias SYL sudah rampung menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat. Kubu SYL pun meminta untuk majelis hakim menangguhkan penahanan SYL di kasus korupsi ini.

Kuasa hukum SYL, Jamaluddin Koedoeboen mengatakan bahwa penangguhan penahanan ini dilakukan karena SYL tengah mengalami sakit. SYL juga dinilai sudah masuk di usia lanjut.

"Kami dari tim PH bapak prof SYL untuk menyampaikan permohonan penangguhan penahanan," ujar Jamaluddin di ruang sidang, Rabu 28 Februari 2024.

Jamaluddin menjelasakan bahwa SYL mengalami sakit paru-paru, dia membutuhkan udara yang terbuka untuk bisa bernafas secara bebas. "Pak Syahrul ini beliau sudah berumur 69 tahun dan paru-parunya sudah diambil separo dan beliau butuh udara terbuka," kata dia.

Syahrul Yasin Limpo (SYL), Jalani Sidang Perdana

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Pun, Jamaluddin menyebutkan bahwa SYL membutuhkan upaya check up di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat secara rutin. "Mohon perkenalan majelis hakim mulia kiranya beliau akan melaksanakan apapun yang menjadi arahan dan perintah majelis hakim mulia," ucapnya.

Semantara itu, ketua hakim Adam Rianto Pontoh membolehkan kuasa hukum untuk menyampaikan apapun yang menjadi sebuah keluhan. Tetapi, permintaan tersebut jangan ditanyakan setiap sidang digelar.

"Jangan setiap kali persidangan sdr mengungkit-ungkit ini ya. Jadi sepanjang perjalanan persidangan ini kami pasti sebelumnya akan bermusyawarah," kata hakim.

Hakim menyebutkan akan selalu berdiskusi untuk menentukan terkait dengan permintaan terdakwa maupun penasehat hukum.

Beri Nasehat untuk Pahami Orang yang Mudah Tersinggung, Oki Setiana Dewi Malah Kena Cibiran?

Sebagai informasi, SYL memanfaatkan jabatannya sebagai menteri untuk memalak para pejabat eselon I Kementan RI. Jaksa menjelaskan bahwa SYL melakukan korupsi bersama dengan dua anak buahnya itu dengan meminta atau memotong gaji karyawan di Kementan RI. SYL pun menempatkan Hatta dan Kasdi di tempat yang strategis agar bisa memuluskan rencana pemerasaan terhadap para karyawannya.

Jaksa menuturkan SYL memotong gaji pejabat eselon I di Kementan RI sebanyak 20 persen. Uang itu dipotong pada anggaran Sekretariat, Direktorat, dan Badan pada Kementan RI yang harus diberikan kepada SYL.

Rawan Gesekan, Kewenangan KPK-Kejagung dalam Menangani Korupsi Dinilai Perlu Dievaluasi

SYL mengancam para pejabat eselon I yang tidak memberikan potongan gaji itu maka akan di mutasi atau bahkan akan di 'non-jobkan' dari Kementan RI.

Jaksa menjelaskan bahwa SYL bersama dua anak  buahnya ini berhasil memeras para pejabat Kementan RI sebanyak Rp44.546.079.044,00 atau Rp44,5 M. Ia memeras pejabat Kementan RI dengan memanfaatkan jabatannya sebagai Menteri Pertanian RI.

Pemerintah Permudah Prosedur Penyaluran Pupuk Subsidi, Berlaku Januari 2025

Jaksa pun mempersangkakan SYL dan anak buahnya usai memeras pejabat eselon di Kementan RI dengan Pasal 12 huruf e Pasal 12huruf f Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

SYL juga dipersangkakan terima gratifikasi dengan pasal 12B Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sidang korupsi tata niaga timah

Perbedaan Data Kerugian Lingkungan Kasus Korupsi Tata Niaga Timah Sorot Perhatian di Persidangan

Saksi ahli mengungkapkan bahwa kerugian lingkungan dalam kasus ini hanya mencapai Rp 150 triliun, jauh berbeda dari angka Rp 271 triliun yang dilaporkan BPKP.

img_title
VIVA.co.id
16 November 2024