7 Fakta  Dugaan Kasus Pelecehan Seksual di Universitas Pancasila

Ilustrasi pelaku kejahatan.
Sumber :
  • Freepik/bedneyimages

VIVA – Baru-baru ini, Universitas Pancasila menjadi perhatian publik, Usai Rektor Universitas Pancasila yang berinisial ETH diduga melakukan pelecehan seksual terhadap salah satu pegawainya berinisial RZ.

GP Ansor Kutuk Arogansi Polisi Banting Warga saat Jemput Keluarga di Pelabuhan Ambon

Kabar mengejutkan itu bermula saat korban melaporkan ke Polda Metro Jaya atas kasus dugaan pelecehan seksual. Berdasarkan pengakuan korban, ETH melakukan pelecehan seksual pada awal tahun Februari 2023. Selanjutnya, ETH dijadwalkan untuk diperiksa penyidik Ditreskrimun di Polda Metro Jaya pada, Senin, 26 Februari 2024. Berikut ini 7 fakta yang telah dikumpulkan VIVA.

1. Rektor Universitas Pancasila (UP) ETH di Laporkan ke Polda Metro Jaya 

Dua Fotografer Cabul Berkedok Casting Model Akhirnya Ditangkap, Pelaku Sembunyikan Kamera di Kamar Korban

Ilustrasi pelecehan seksual

Photo :
  • VIVAnews/ Faddy Ravydera

Rektor Universitas Pancasila (UP) di laporkan ke Polda Metro Jaya oleh pegawainya sendiri berinisial RZ. Laporan kasus dugaan pelecehan seksual yang dilayangkan RZ terhadap ETH terdaftar dengan nomor LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA. Laporan tersebut telah dilakukan pada 12 Januari 2024 dengan landasan undang-undang nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual (TPKS)

Drama Baru! Shella Saukia Ungkap Tekanan dan Pemerasan di Industri Skincare

Korbannya adalah kabag humas dan pentura di universitas tersebut. Korban berinisial RZ. Kuasa hukum korban, Amanda Manthovani mengungkap dugaan pelecehan seksual itu terjadi pada Februari 2023.

“Pada Februari 2023, terlapor memanggil korban ke ruangan dalam rangka pekerjaan,” ujarnya, Jumat 23 Februari 2024.

Pada saat itu RZ mendatangi ruang kerja ETH dengan alasan panggilan terkait tugas kerja, RZ tidak menaruh curiga, lantas korban datang ke ruangan terduga pelaku saat itu. Ketika tengah mendengar arahan, pipi korban diduga dicium terduga pelaku. Sontak Korban kaget dan langsung terdiam. 

Sejurus kemudian, terduga pelaku minta korban meneteskan obat tetes mata. Saat saling berhadapan, terduga pelaku meremas bagian sensitif tubuh korban. Korban lalu keluar ruangan dan mengadu ke atasannya. Tapi, pada 20 Februari 2023, korban malah dapat surat mutasi dan demosi.

“Menindaklanjuti kejadian itu, korban yang merasa dirugikan akhirnya membuat laporan di Polda Metro Jaya,” ujarnya.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan bahwa keterangan korban sudah diambil dalam rangka penyelidikan dan laporan tersebut sedang diproses di Direktorat Reskrimum Polda Metro Jaya.

2. Kuasa hukum rektor menyebut adanya kejanggalan dalam laporan yang di buat korban

Raden Nanda selaku kuasa hukum rektor menilai laporan tersebut janggal. Terlebih pelaporan tersebut dilakukan di tengah pemilihan rektor baru.

"Terhadap isu hukum atas berita yang beredar tersebut kita harus menjunjung tinggi prinsip praduga tak bersalah (presumption of innocence), terlebih lagi isu pelecehan seksual yang terjadi 1 tahun lalu, terlalu janggal jika baru dilaporkan pada saat ini dalam proses pemilihan rektor baru," katanya.

Raden menyampaikan pihaknya menghormati proses hukum yang saat ini berjalan. Menurutnya, polisi bekerja secara profesional untuk membuktikan benar-tidaknya laporan tersebut.

"Saat ini kami sedang mengikuti proses atas laporan tersebut. Kita percayakan kepada pihak Kepolisian untuk memproses secara profesional," tuturnya.

3. ETH bantah laporan atas dugaan kasus pelecehan seksual

Melalui kuasa hukumnya, Raden Nanda Setiawan, ETH menegaskan peristiwa pelecehan tersebut tidak pernah terjadi.

"Berita tersebut kami pastikan didasarkan atas laporan yang tidak benar dan tidak pernah terjadi peristiwa yang dilaporkan tersebut," kata Raden, Minggu, 25 Februari 2024.

Raden menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk melapor, hanya saja perlu diingat adanya konsekuensi hukum jika laporan tersebut fiktif.

4. Pelecehan seksual terjadi pada awal tahun 2023, tetapi korban baru melapor di tahun 2024

Amanda Manthovani menyebutkan mengapa kliennya baru melaporkan dugaan peristiwa yang dialaminya itu ke polisi. Padahal, kasus yang menimpanya terjadi pada awal 2023. Sebab, korban merasa takut dengan kekuasaan yang dimiliki oleh sang Rektor.

"Kita kan terkadang suka bertanya-tanya, kenapa sih kejadiannya setahun lalu kok baru dilaporkan sekarang. Sebenarnya, ada beberapa tipe yang namanya perempuan, ini kan ada hubungannya relasi kuasa, artinya dengan penguasa dan bawahan," ujarnya pada wartawan, Minggu, 25 Februari 2024. 

Menurutnya, faktor relasi kuasa menjadi salah satu penyebab mengapa sampai korban baru melaporkan peristiwa yang dialaminya itu pada polisi. Kliennya merasa takut jika sampai melapor ke polisi, bakal terjadi hal yang tidak diinginkan padanya, mengingat kliennya merupakan salah satu bawahan di tempatnya bekerja.

"Itu kan banyak pertimbangan, rasa ketakutan, apalagi dia tahu loh yang namanya rektor itu, dia beruang, dia banyak koneksi, kan di otak dia, kalau aku lapor ini gimana, gua abis, begitu kan pemikiran dia, rasa takut," ucapnya.

5. Korban ajukan perlindungan ke lembaga perlindungan saksi dan korban (LPKS)

RZ mengajukan permohonan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Pengajuan itu dibenarkan langsung oleh Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi. Kata Edwin, LPSK telah menerima permohonan tersebut.

"Sudah ada, baru siang ini permohonannya masuk dari satu orang korban," kata Edwin saat dikonfirmasi wartawan, Minggu, 25 Februari 2024.

Edwin menjelaskan pihaknya membutuhkan waktu setidaknya 30 hari untuk memproses pengajuan permohonan perlindungan tersebut. Waktu itu dihitung dari diterimanya permohonan perlindungan oleh LPSK.

Pihak korban pun sudah bersurat kepada beberapa lembaga terkait lainnya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek RI), Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI), hingga Komnas Perempuan.

Menurut Amanda Manthovani, Klienya meminta perlindungan ke LPSK karena khawatir dengan relasi kuasa di lingkungan Universitas tersebut.

6. Kemendikbud Ristek selidiki kasus dugaan pelecehan seksual oleh rektor UP

Kemendikbud menanggapi dugaan kasus pelecehan seksual di UP, untuk turun tangan dan turut mengawasi kasus tersebut melalui inspektorat jenderal.

"Berdasarkan laporan masyarakat, kasus tersebut sudah ditangani inspektorat jenderal," ucap Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Nizam kepada wartawan, Minggu, 25 Februari 2024. 

Nizam mengatakan, Kementerian melakukan tindak lanjut berdasarkan Permendikbudristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS). Tindak lanjut ini juga kata Nizam dilakukan bersama dengan stakeholder terkait. 

"Kementerian melakukan tindak lanjut sesuai Permendikbudristek tentang PPKS. Biasanya bersama dengan LLDIKTI dan Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi," ungkapnya

7. ETH meminta pemeriksaan kasus ditunda

ETH, tidak menghadiri panggilan polisi terkait kasus dugaan pelecehan seksual yang dituduhkan kepadanya, ketidakhadiran ETH ini diungkapkan oleh kuasa hukumnya.

"Pada hari ini, klien kami Prof ETH sedang berhalangan hadir dalam Pemeriksaan di Subdit Renakta Polda Metro Jaya," ujar pengacaranya, Raden Nanda Setiawan, Senin 26 Februari 2024.

Alasannya, ETH sudah ada jadwal sebelum surat undangan dari polisi diterima. Raden menambahkan, pihaknya sudah mengirim surat permohonan penundaan pemeriksaan ke polisi. Namun, belum diketahui kapan pemeriksaan ulang akan dilakukan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya