LPSK Minta Semua Pihak Lindungi Privasi Korban Kasus Perundungan di Binus Serpong
- VIVA.co.id/Andrew Tito
Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) ikut menyoroti kasus perundungan yang terjadi kepada seorang siswa Binus International School Serpong, Tangerang Selatan.
Wakil Ketua LPSK, Maneger Nasution menyatakan perlunya perlindungan di ranah privasi korban dan keluarganya. Dia menyebut, orang tua korban sudah mengajukan permohonan perlindungan.
"Orang tua korban telah mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK (23/2/2024). Korban dan keluarganya saat ini merasakan kondisi yang kurang nyaman," ujar Maneger dalam keterangannya, Sabtu, 24 Februari 2024.
Nasution menjelaskan, dalam kasus perundungan kepada korban ini, sudah terjadi dua kali yakni pada 2 Februari dan 12 Februari 2024 dalam bentuk kekerasan verbal dan fisik. Dia menegaskan, dari adanya permintaan keluarga ini mengingat bahwa korban masih berusia anak, menurutnya proses penegakan hukum harus dilakukan.
"Mengingat bahwa korban dalam hal ini masih berusia anak, tentunya proses penegakan hukum telah mengatur kaidah-kaidah perlindungan yang khusus terhadap anak korban (demikian juga anak pelaku yang akan berhadapan dengan hukum)," jelasnya.
Nasution menyebut, situasi ini menunjukkan anak rentan terhadap praktik-praktik perundungan di lingkungan sekolah. Menurutnya, pendekatan penyelesaian perkara tersebut harus komprehensif, selain penanganan kepada korban yang harus cepat, anak pelaku juga perlu ditangani dengan tepat.
“Anak korban harus ditangani segera kondisi medis dan psikologisnya, untuk itu perlu didorong agara semua pemangku kepentingan yang memiliki tugas dan fungsi pelrindungan terhadap anak segera memastikan bahwa anak korban telah ditangani secara tepat," imbuhnya.
Dia menyatakan, dalam hal ini LPSK dapat mengambil peran untuk melakukan perlindungan kepada korban dalam hal terdapat ancaman atau intimidasi terhadap korban atau keluarganya.
"LPSK dapat mengambil peran untuk melakukan perlindungan kepada korban dalam hal terdapat ancaman atau intimidasi terhadap korban atau keluarganya, selama proses hukum berjalan atau memberikan layanan fasilitasi restitusi bagi si korban," ujar Nasution.Â