KPK Resmi Tahan Kepala BPPD usai Terlibat Korupsi Pemotongan Insentif di Sidoarjo

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat konferensi pers usai KPK resmi menahan tersangka baru korupsi di Sidoarjo, Jawa Timur
Sumber :
  • VIVA.co.id/Zendy Pradana

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi, resmi menahan Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah atau BPPD Sidoarjo, Ari Suryono, terkait kasus korupsi pemotongan insentif pegawai BPPD di Sidoarjo, Jawa Timur. Ari Suryono juga merupakan tersangka baru dalam kasus korupsi di Sidoarjo itu. Penetapan tersangka itu setelah dirinya menjalani pemeriksaan sejak Jumat 23 Februari 2024 pagi.

KPK Usut Pejabat BPK yang Diduga Terima Aliran Uang Korupsi Proyek Jalur Kereta

"Selanjutnya dengan temuan tersebut, dilakukan pengembangan penyidikan baru dan KPK menetapkan dan mengumumkan satu orang pihak yang dapat diminta pertanggungjawaban secara hukum dengan status tersangka AS, Kepala BPPD Sidoarjo," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan pada Jumat 23 Februari.

Ali menjelaskan, bahwa penahanan terhadap Ari Suyono ini dilakukan lewat pengembangan operasi tangkap tangan (OTT) yang telah dilakukan oleh lembaga antirasuah beberapa waktu lalu. Sebelumnya, KPK sudah menetapkan tersangka sekaligus menahan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, Siska Wati (SW).

Semeru Beberapa Kali Erupsi, Masyarakat Diingatkan Waspada Lontaran Batu Pijar

Kini, Ari Suryono resmi ditahan di Rutan KPK dalam kurun waktu 20 hari ke depan. Tujuannya, untuk melakukan pendalaman lebih jauh korupsi di Sidoarjo.

"Terhitung mulai tanggal 23 Februari-13 Maret 2024 di Rutan Cabang KPK," tukasnya.

Perbedaan Data Kerugian Lingkungan Kasus Korupsi Tata Niaga Timah Sorot Perhatian di Persidangan

Atas perbuatannya, Ari Suryono disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo, Jawa Timur, Siska Wati alias SW, sebagai tersangka. SW ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pajak mencapai Rp2,7 miliar.

Penetapan tersangka tersebut merupakan buntut dari operasi tangkap tangan (OTT) di Sidoarjo pada Kamis, 25 Januari 2024.

"Ada satu orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu SW (Siska Wati), Kasubag Umum dan Kepegawaian BPBD Sidoarjo," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam konferensi pers di gedung KPK RI, Senin, 29 Januari 2024.

Adapun Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengatakan SW akan ditahan selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan. "Kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka SW untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 26 Januari 2024 sampai dengan 14 Februari 2024 di Rutan Cabang KPK," ujar Ghufron.

Ghufron juga menjelaskan kronologi perkara tersebut berawal dari pendapatan pajak BPPD Sidoarjo sejumlah Rp1,3 triliun. Dengan perolehan tersebut, seharusnya pegawai BPPD Sidoarjo dapatkan uang insentif atas kinerja mereka namun dipotong oleh tersangka SW.

"SW selaku Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD sekaligus Bendahara secara sepihak melakukan pemotongan dana insentif dari para ASN tersebut," jelas Ghufron.

"Pemotongan dan penerimaan dari dana insentif dimaksud diantaranya untuk kebutuhan Kepala BPPD dan Bupati Sidoarjo," lanjut Ghufron.

Dia menambahkan, besaran insentif yang dikenakan beragam mulai dari 10 persen hingga 30 persen dari masing-masing yang diterima pegawai BPPD. Kata Ghufron, agar tak terendus aparat penegak hukum (APH), SW menyampaikan adanya potongan tersebut secara lisan. SW juga disebut melarang pemotongan itu dibahas melalui aplikasi pesan WhatsApp.

"Permintaan potongan dana insentif ini disampaikan secara lisan oleh SW pada para ASN di beberapa kesempatan. Dan, adanya larangan untuk tidak membahas potongan dimaksud melalui alat komunikasi diantaranya melalui percakapan WhatsApp," ujar Ghufron.

Lebih lanjut, dia menyampaikan, penyerahan uang dilakukan secara tunai yang dikoordinir oleh setiap bendahara yang ditunjuk karena berada di 3 bidang pajak daerah dan bagian sekretariat.

"Khusus di tahun 2023, SW mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para ASN sejumlah sekitar Rp 2,7 miliar. Sebagai bukti permulaan awal, besaran uang Rp69,9 juta yang diterima SW akan dijadikan pintu masuk untuk penelusuran dan pendalaman lebih lanjut," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya