KPK Bakal Panggil Shanty Alda Nathalia Pekan Depan soal Kasus Korupsi Gubernur Maluku Utara
- VIVA/Zendy Pradana
Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memberikan jadwal untuk melakukan pemanggilan terhadap salah satu saksi yakni Direktur PT Smart Marsindo Shanty Alda Nathalia. Dia dipanggil KPK berkapasitas sebagai saksi dalam kasus korupsi pengadaan dan perizinan proyek di Maluku Utara yang menyeret Gubernurnya, Abdul Gani Kasuba.
Diketahui, pemanggilan Shanty ini merupakan panggilan yang kedua usai mangkir saat pemanggilan sebelumnya.
“Untuk saksi Shanty Alda Nathalia (Direktur PT Smart Marsindo), kembali diagendakan pada Selasa, 20 Februari 2024,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa 13 Februari 2024.
KPK memastikan kalau pemanggilan yang kedua untuk Shanty ini telah dikirimkan ke rumahnya.
Pemeriksaan Shanty pekan depan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK. Lembaga Antirasuah meminta dia kooperatif.
“KPK ingatkan untuk kooperatif hadir penuhi panggilan tim penyidik tersebut,” kata Ali.
Pun, KPK membuka peluang mendalami dugaan suap terkait izin tambang nikel di Maluku Utara. Gubernur nonaktif Maluku Utara Abdul Gani Kasuba terseret dalam kasus ini.
“Dalam proses penyidikan tidak menutup kemungkinan itu juga ada dugaan penerimaan (suap) yang bersumber dari proses pemberian izin tambang nikel,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada wartawan dikutip Jumat, 26 Januari 2024.
Alex menjelaskan Maluku Utara merupakan salah satu wilayah yang menjadi sumber nikel di Indonesia. Karenanya, kata dia, pemantauan proses perizinan di sektor tersebut dinilai perlu dilakukan.
KPK menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan dan perizinan proyek di Maluku Utara. Mereka yakni Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, Kadis Perumahan dan Permukiman Pemprov Maluku Utara Adnan Hasanudin, Kadis PUPR Pemprov Maluku Utara Daud Ismail, Kepala BPPBJ Ridwan Arsan, ajudan Abdul, Ramadhan Ibrahi, dan pihak swasta Stevi Thomas serta Kristian Wulsan.
Pada perkara ini, Stevi Thomas, Adnan Hasanudin, Daud Ismail, dan Kristian Wulsan sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan, Abdul, Ramadhan Ibrahim, dan Ridwan Arsan sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.