KPK Kembali Sita 7 Bidang Tanah dan 1 Mobil Mewah Terkait TPPU Andhi Pramono
- VIVA/Zendy Pradana
Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan proses penyitaan terhadap sejumlah aset milik mantan kepala Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono. Sejumlah aset tersebut diduga ada hubungannya dengan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Tim Penyidik, kembali menyita aset-aset bernilai ekonomis yang diduga milik Tersangka AP kaitan dengan perkara TPPU yang proses penyidikannya masih berlangsung hingga saat ini," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin 12 Februari 2024.
Ali menjelaskan bahwa aset yang disita milik Andhi Pramono itu terdiri dari tujuh bidang tanah dan satu unit mobil mewah.
"KPK sita 7 bidang tanah dan mobil milik Tersangka AP bernilai puluhan miliar," kata Ali.
Adapun sejumlah aset yang disita KPK pada Senin 12 Februari 2024:
- 1 bidang tanah dengan luas 2231 M2 terletak di Desa Sukawengi, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
- 1 bidang tanah dengan luas 5363 M2 yang masih terletak di Desa Sukawengi, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
- 1 bidang tanah beserta bangunan diatasnya dengan luas 318 M2 terletak di Desa Desa Nagrak, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
- 1 bidang tanah beserta bangunan dengan luas 108 M2 terletak di Desa Nagrak, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
- 1 bidang tanah beserta bangunan diatasnya dengan luas 1015 M2 terletak di Kelurahan Pejaten Barat, Kecamatan pasar Minggu, Kota Jakarta Selatan.
- 1 bidang tanah beserta bangunan diatasnya dengan luas 415 M2 terletak di Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Cempaka Putih, Kota Jakarta Pusat.
- 1 bidang tanah beserta bangunan diatasnya dengan luas 98 M2 terletak di Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Cempaka Putih, Kota Jakarta Pusat.
- 1 unit mobil merk Ford warna merah.
"Temuan aset-aset tersebut adalah langkah real dari proses penelusuran dan pelacakan yang dilakukan Tim Aset Tracing dari Direktorat Pelacakan Aset Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi KPK," kata Ali.
Lebih jauh, Ali menjelaskan kalau penyitaan ini dalam upaya tercapainya aset recovery dari proses penanganan perkara dengan data awal LHKPN yang tidak sesuai dengan profil kewajaran sebagai penyelenggara negara.
Jaksa Dakwa Andhi Pramono
Mantan Kepala Bea dan Cukai Makassar, Andhi Pramono akhirnya sampai di meja hijau persidangan usai terlibat kasus gratifikasi. Andhi Pramono dijatuhi dakwaan total Rp 58,9 miliar.
Andhi Pramono menerima puluhan miliar uang tersebut dalam bentuk mata uang asing hingga rupiah.
Jaksa penuntut umum KPK pun membacakan rincian gratifikasi yang diterima oleh Andhi Pramono. Uang itu terdiri atas Rp 50,2 miliar, USD 264.500 atau sekitar Rp 3,8 miliar, dan SGD 409 ribu atau sekitar Rp 4,8 miliar.
"Menerima gratifikasi berupa uang seluruhnya berjumlah Rp 50.286.275.189,79 dan USD 264.500 atau setara dengan Rp 3.800.871.000,00. serta SGD 409 ribu atau setara dengan Rp 4.886.970.000,00 atau sekira jumlah tersebut, yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, yakni berhubungan dengan jabatan Terdakwa selaku Pegawai Negeri pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan berlawanan dengan kewajiban Terdakwa," ujar jaksa KPK di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu 22 November 2023.
Jaksa menyebut, Andhi Pramono telah melakukan gratifikasi tanpa melaporkannya ke KPK. Maka itu, Andhi dinilai melanggar Pasal 12C UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Terdakwa tidak pernah melaporkannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak penerimaan gratifikasi tersebut," kata dia.
Bahkan, jaksa juga menilai Andhi Pramono bersalah karena melakukan suap. Disebutkan oleh jaksa kalau uang gratifikasi Andhi Pramono berkaitan dengan jabatannya di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
"Padahal penerimaan itu tanpa alas hak yang sah menurut hukum. Perbuatan Terdakwa Andhi Pramono yang menerima gratifikasi tersebut haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau baptis, yakni berhubungan dengan jabatan Terdakwa sebagai Pegawai Negeri pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan berlawanan dengan kewajiban Terdakwa," kata dia.
Jaksa menyakini Andhi Pramono melanggar Pasal 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.