Ramai Protes Akademisi, Pakar: Bisa Picu Krisis Legitimasi Terhadap Pemerintahan Jokowi

Presiden Jokowi pimpin Rapat Kabinet di Istana Merdeka, Jakarta
Sumber :
  • Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden

Jakarta – Gelombang protes kalangan akademikus terhadap manuver-manuver politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Pilpres 2024 terus membesar. Hingga kini, tercatat sudah ada lebih dari 20 kampus yang merilis petisi dan mengumumkan pernyataan sikap memprotes indikasi-indikasi kecurangan pemilu yang diduga dilakukan Jokowi untuk memenangkan salah satu pasangan calon. 

Analisis Pengamat soal Penyebab Utama PDIP Usung Andika-Hendi Kalah di Jateng

Teranyar, puluhan guru besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) merilis pernyataan sikap bertajuk petisi Bumi Siliwangi. Petisi dibacakan di kampus UPI di Bandung, Jawa Barat. Pada hari yang sama, Universitas Airlangga (Unair) Surabaya juga merilis manifesto yang isinya mengecam segala bentuk praktik pelemahan demokrasi. 

Dewan Guru Besar UI membacakan petisi

Photo :
  • VIVA.co.id/Galih Purnama (Depok)
Pengamat Politik: Kekalahan PDIP di Pilkada Jateng Pengaruh Prabowo dan Jokowi

Pakar hukum dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah Castro memandang petisi-petisi dan pernyataan protes itu merupakan cerminan kegelisahan kalangan intelektual terhadap 'cara main' Jokowi yang dianggap kotor di Pilpres 2024. Menurut dia, gelombang protes itu tak boleh dianggap remeh. 

"Kalau protes dan kritik diabaikan, kekhawatiran terbesarnya ada dua. Pertama, public trust terhadap institusi formal negara, khususnya pemerintah akan turu. Kedua, legitimasi terhadap politik elektoral. Akan ada krisis legitimasi atas keduanya kalau respons pemerintah mengecewakan publik," kata Herdiansyah kepada wartawan di Jakarta, Rabu 7 Februari 2024.

Ketua DPD RI Nilai Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 Harus Mendukung Program Pemerintah Pusat

Krisis kepercayaan publik terhadap pemerintahan Jokowi, kata Herdiansyah, bisa berbuntut panjang. Bukan tidak mungkin seruan-seruan protes di lingkungan kampus itu bertransformasi menjadi aksi unjuk rasa mahasiswa besar, sebagaimana yang terjadi pada 1998.  

"Reformasi 98 itu tidak datang begitu saja. Penuh dinamika dan prakondisi menuju ke sana. Sama seperti sekarang. Tapi, itu bergantung dari seberapa masif, luas, dan konsisten gerakan kita," ucap Herdiansyah. 

Menurutnya, Jokowi saat ini condong mendukung pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran). Keberpihakan Jokowi terhadap pasangan tersebut kian terang dalam beberapa pekan terakhir. 

Pekan lalu, misalnya, Jokowi menunjukkan kedekatan khusus dengan Prabowo lewat kegiatan makan bakso bareng di Magelang, Jawa Tengah. Makan siang bersama itu dilakukan di ruangan terbuka, disaksikan warga setempat, dan diliput beragam media. 

Herdiansyah mengatakan, aparat penegak hukum, aparatur sipil negara, dan pejabat publik di berbagai daerah juga menunjukkan ketidaknetralannya. Di Semarang, Jawa Tengah, misalnya, sejumlah camat dan lurah dilaporkan lantaran "mengawal" salah satu paslon memberikan bantuan ke masyarakat. 

Indikasi-indikasi keberpihakan itulah yang membuat kalangan akademikus gerah. Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) jadi yang pertama bersuara lewat petisi Bulaksumur yang dirilis akhir Januari 2024. 

Isi petisi memprotes tindakan-tindakan menyimpang Jokowi selama pemilu dan meminta Jokowi berhenti bermanuver memenangkan salah satu pasangan. 

Guru Besar dan alumni Unpad ikut menyuarakan kritik Jokowi lewat petisi.

Photo :
  • istimewa/Adi Suparman

Selain UGM, UPI, dan Unair, protes terhadap manuver Jokowi juga diserukan akademikus sejumlah kampus lainnya, semisal Universitas Islam Indonesia, Universitas Indonesia, Universitas Andalas, Universitas Padjadjaran, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Universitas Hasanuddin, Unika Atma Jaya, dan Institut Pertanian Bogor. 

Herdiansyah menilai gelombang protes akan terus menguat jika Jokowi mengabaikan peringatan dari kaum intelektual tersebut. "Tergantung konsistensinya. Kalau nafasnya pendek, ya sulit mengulangi 98," ucap Herdiansyah.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya