Profil Buya Syakur, Ulama Cerdas Indonesia yang Meninggal Dunia
- NU Online
Indramayu – Ulama karismatik asal Indramayu, KH Syakur Yasin yang akrab disapa Buya Syakur, meninggal dunia pada usia 75 tahun pada Rabu, 17 Januari 2023 pukul 02.00 WIB di Rumah Sakit Mitra Plumbon, Cirebon, Jawa Barat.
Kabar tersebut disampaikan oleh Kiai Rifqiel Asyiq dan bersumber dari orang terdekat almarhum. Menurut keterangan dokter, Buya mengalami gagal jantung dan ginjal.
Buya Syakur dikenal sebagai ulama yang berilmu tinggi, memiliki wawasan yang luas. Namun, ia tidak pernah pamer bahwa dirinya orang yang berilmu tinggi. Berikut profilnya:
Profil Buya Syakur
Lahir di Desa Tulungagung, Kecamatan Sukagumiwang, Kabupaten Indramayu pada 2 Februari 1948, Buya Syakur tumbuh menjadi seorang ulama kharismatik. Pengajian rutinnya kerap diikuti oleh lintas kalangan, baik secara langsung di pesantren asuhannya ataupun menyimak dari kanal YouTube-nya.
Mengutip ansorwatulimo.or.id, masa pendidikan Buya Syakur dari kecil hingga dewasa selain banyak dihabiskan di pondok pesantren, beliau juga menambah keilmuan serta wawasan beliau di berbagai negara Arab dan Eropa.
Selama kurang lebih 12 tahun, Buya Syakur secara intensif menggali pengetahuan keagamaan dari pondok pesantren Babakan Ciwaringin, Cirebon. Sebab tumbuh di lingkungan pondok pesantren, sejak dini beliau diajarkan ilmu agama dan moral.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Babakan, Buya Syakur melanjutkan pendidikan akademiknya di Timur Tengah dan Eropa, di antaranya sebagai berikut:
- Melanjutkan pendidikan di Irak pada tahun 1971, bersamaan dengan itu beliau kemudian diangkat menjadi ketua PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia) Syiria.
- Mendalami ilmu Al-Qur’an di Libya pada tahun 1977.
- Menyelesaikan sastra Arab pada tahun 1979.
- Menyelesaikan sastra linguistik di Tunisia pada tahun 1981.
- Menyelesaikan ilmu metodologi di London pada tahun 1985.
Setelah kurang lebih 20 tahun mengenyam pendidikan akademiknya di Timur Tengah dan Eropa, Buya Syakur pulang ke Tanah Air pada 1991 bersama Gus Dur, Quraish Shihab, Nurcholis Majid dan Alwi Shihab.
Di Indonesia ia membaktikan diri berdakwah di kampung halamannya, Indramayu. Ia kemudian mendirikan Pondok Pesantren Cadangpinggan pada 1995 di Jl. By Pass Kertasemaya KM. 37 Rt.01 Rw. 01 Cadangpinggan, Sukagumiwang, Indramayu.
Selain membaktikan diri pada Tanah Air lewat pondok pesantren yang ia dirikan, Buya Syakur juga sering mengisi kajian dengan para masyarakat. Kajian tersebut juga diunggah lewat akun Youtube KH. Buya Syakur MA dan label Wamimma TV sehingga dapat disimak masyarakat luas.
Buya Syakur pernah menyebutkan bahwa menurut Gus Dur hanya ada tiga orang di Indonesia yang berpikir analitis dalam memahami Islam, yakni Quraish Shihab, Buya Syakur, dan Cak Nur.
Hal ini terbukti dari tema-tema yang diunggah lewat akun youtube beliau yang bertema cukup berat dan banyak yang berbasis kitab kontemporer atau tasawuf, sebut saja misalnya fi Zhilali al-Qur’an, La Tahzan karya ‘Aidh al-Qarni, sampai al-Hikam Ibn ‘Athaillah as-Sakandari.