Kronologi Korupsi Miliaran Bupati Labuhanbatu yang Terjaring OTT KPK

Para tersangka OTT di Labuhanbatu, Sumatera Utara, termasuk Bupati
Sumber :
  • VIVA/Zendy Pradana

Jakarta – Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK) telah menetapkan tersangka Bupati Labuhanbatu Sumatra Utara (Sumut), Erik Adrata Ritongan bersama tiga tersangka lainnya dalam dugaan pengadaan barang dan jasa di Labuhanbatu. KPK pun menjelaskan kronologi perkara dugaan korupsi tersebut.

OTT di Bengkulu, KPK Tangkap 7 Orang

Wakil ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan bahwa Erik Adrata Ritonga diduga telah meneria suap dari sebuah kontraktor sebanyak Rp 1,7 miliar. Erik menerima suap tersebut melalui rekening Anggota DPRD Labuhanbatu Rudi Syahputra Ritonga alias RSR.

"Penyerahan uang dari FS dan Es pada RSR kemudian dilaksanakan pada awal Januari 2024 melalui transfer rekening bank atas nama RSR dan juga melalui penyerahan tunai," ujar Nurul Ghufron di gedung merah putih KPK, Jumat 12 Januari 2024.

Dharma Pongrekun Ungkap Penyebab Tiga Kali Gagal Jadi Pimpinan KPK

Barang bukti OTT Bupati Labuhanbatu

Photo :
  • VIVA/Zendy Pradana

Ghufron menjelaskan mulanya pemerintah Labuhanbatu menetapkan anggaran APBD tahun 2023 dan 2024 sebesar Rp 1,4 triliun. Tetapi anggaran tersebut diintervensi.

Metode Perhitungan Kerugian Negara di Kasus Korupsi Timah Jadi Sorotan

"Kabupaten Labuhan Batu menganggarkan pendapatan dan belanja dalam APBD TA 2023 dengan rincian anggaran pendapatan sebesar Rp 1,4 Triliun dan anggaran belanja sebesar Rp1,4 Triliun. Sedangkan untuk APBD TA 2024 dengan rincian anggaran pendapatan sebesar Rp1,4 Triliun dan anggaran belanja sebesar Rp1,4 Trilliun," kata dia.

"Dengan anggaran tersebut, EAR selaku Bupati Labuhanbatu kemudian melakukan intervensi dan ikut secara aktif berbagai proyek pengadaan yang ada di berbagai SKPD di Pemkab Labuhan Batu," lanjutnya.

Kemudian, ada sebuah proyek yang telah diberikan anggarannya tersebut yakni berupa proyek di Dinas Kesehatan dan Dinas PUPR. Untuk di Dinas PUPR, proyek tersebut adalah lanjutan peningkatan jalan Sei Rakyat - Sei Berombang Kecamatan Panai Tengah dan proyek lanjutan peningkatan jalan Sei Tampang - Sidomakmur Kecamatan Bilah Hilir / Kecamatan Panai Hulu dengan besaran nilai pekerjaan kedua proyek tersebut sebesar Rp 19,9 miliar.

Lebih jauh, Ghufron menyebut Erik Adrata bersama dengan Rudi Syahputra langsung menunjuk pihak yang bakal dimenangkan dalam proyek tersebut. Walhasil, keduanya akan menerima sebuah fee dari pihak yang akan dimenangkan itu.

"Besaran uang dalam bentuk fee yang dipersyaratkan bagi para kontraktor yang akan dimenangkan yaitu 5% s/d 15% besaran anggaran proyek," kata dia.

Dijelaskan di dua proyek di Dinas PUPR dimaksud, kontraktor yang dikondisikan untuk dimenangkan adalah oleh Fazar Syahputra alias FS dan Efendy Sahputra alias Es.

"Sekitar Desember 2023, EAR melalui orang kepercayaannya yaitu RSR selanjutnya meminta agar segera disiapkan sejumlah uang yang diistilahkan "kutipan/kirahan" dari para kontraktor yang telah dikondisikan untuk dimenangkan dalam beberapa proyek di Dinas PUPR," tuturnya.

Fs dan Es pun memberikan uanng kepada RSR untuk Erik Adrata melalui rekening pribadinya. Uang itu dikirim pada Januari 2024..

"Sebagai bukti permulaan, besaran uang yang diterima EAR melalui RSR sejumlah sekitar Rp551,5 juta sebagai satu kesatuan dari Rp 1,7 Miliar," tukasnya.

Kini keempat orang tersangka itu sudah resmi ditahan KPK selama 20 hari ke depan. Mulai dari tanggal 12 Januari hingga 31 Januari 2024.

"Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik kemudian melakukan penahanan kepada tersangka EAR, RAR, FS dan ES," kkata dia.

Adapun tersangka FS dan ES sebagai Pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KU

Sedangkan Tersangka EAR dan RSR sebagai Penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya