Miris, Dioperasi Caesar saat Sekarat, Ibu-Bayi Meninggal di RSUD Ruteng

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ruteng Manggarai Nusa Tenggara Timur
Sumber :
  • Jo Kenaru

Manggarai - Kematian Eufrasia Mampur dan bayinya di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ruteng Manggarai Nusa Tenggara Timur meninggalkan duka mendalam. Pihak keluarga menganggap kematian ibu dan anak itu akibat kelalaian rumah sakit.

Pusat Riset Konsumen Teliti Air Minum Kemasan Galon di 33 Rumah Sakit, Ini Hasilnya!

Kakak kandung Eufrasia, Marselinus Mampur (38) merekam semua pergulatan sang adik yang siap melahirkan anak ketiganya. Eufrasia masuk rumah sakit dengan kondisi fit tapi kemudian dinyatakan meninggal tak lama setelah dilakukan operasi caesar

Menurut Marselinus, hal pertama yang dilakukan Eufrasia ketika masuk rumah sakit yakni pemeriksaan kandungan dan janin oleh dokter ahli kandungan di poli obgyn. Dokter menyatakan Eufrasia siap melahirkan secara normal seperti dua persalinannya terdahulu.

Privy Dipercaya Jaringan Institusi Kesehatan untuk Layanan Administrasi Digital

Eufrasia juga diberi suntikan perangsang dua kali di hari pertama menginap di ruang bersalin. Tapi situasi mulai mencekam, persisnya setelah pemberian obat perangsang lagi sekitar pukul 12.00 WITA tanggal 29 Desember 2023.

Di tengah menahan sakit, Eufrasia sempat berujar kepada kakaknya dia amat membutuhkan pertolongan karena rasa sakit yang dialaminya berbeda dengan sakit mau bersalin. Seluruh bagian perutnya terasa panas disertai sakit yang hebat.

Miris, Gaza Utara Hanya Tersisa 1 Dokter

Ibu dan bayi meninggal di RSUD Ruteng, Manggarai, NTT

Photo :
  • Jo Kenaru

Karena terus mendampingi pasien, Marselinus tentu mengingat semua pergulatan yang dihadapi adik tercintanya, termasuk sikap petugas jaga yang mengacuhkan teriakan minta tolong dari Eufrasia.

Eufrasia, kata Marselinus, baru berhenti berteriak sekitar pukul 17.00 WITA. Eufrasia mengalami kejang-kejang bersamaan dengan pecahnya ketuban. Sejak itu tubuh adiknya tidak bergerak lagi. Ujung lidah Eufrasia menjulur separuh dan berlumuran air liur.

Situasi hiruk-pikuk begitu terasa di bangsal Eufrasia. Petugas segera mencari tabung oksigen dan terdengar menghubungi dokter spesialis kandungan mengabarkan sedang terjadi situasi darurat pada pasien Eufrasia.

Dua orang bidan sampai naik ke atas bangsal memberi pertolongan resusitasi menekan dada pasien beberapa kali. Karena kondisi pasien memburuk cepat-cepat dilarikan ke ruang operasi setelah mendapat aba-aba dari dokter ahli kandungan.

Marselinus dan istrinya Maria Yosefina ikut mendorong ranjang pasien ke ruang operasi. Bahkan saat masuk ke ruang operasi terus dilakukan RJP.

Sesuai perintah petugas medis, Marselinus berlari ke unit transfusi meminta darah golongan AB untuk kebutuhan operasi caesar Eufrasia.

Petugas di ruang operasi keluar mengabarkan telah mengangkat bayi laki-laki dari dalam rahim Eufrasia. Sedangkan ibu bayi dilarikan ke ICU untuk dipasangi fentilator. 

Namun nyawa ibu muda itu tidak bisa diselamatkan. Berdasarkan EKG, Eufrasia dinyatakan meninggal pukul 19.00 WITA

Keluarga kembali menerima kabar kematian. Bayi laki-laki yang sejak operasi caesar dirawat di ICU meninggal pada 4 Januari 2024. 

Bayi yang terlahir dengan bobot 4 Kg ini dimakamkan bersampingan dengan ibunya di kampung Watu Dali Desa Persiapan Bangka Redeng pemekaran dari Desa Legu Kecamatan Satar Mese.

Disesar saat Sekarat

Pihak keluarga ikhlas menerima kematian Eufrasia dan bayinya sebagai kehendak yang Kuasa. Tapi jika mengingat kembali sikap dan ucapan tenaga medis terhadap almarhumah amat menyakitkan.

Marselinus Mampur mencatat poin-poin penting di balik kematian adiknya dari ketika mereka meminta pertolongan untuk memeriksa pasien yang terus berteriak setelah pemberian obat perangsang sekitar pukul 12.00 WITA sampai pasien kejang-kejang dan langsung sekarat pada pukul 17.00 WITA.

Marselinus bilang, adiknya masuk ruang operasi sambil terus dilakukan RJP.

"Adik saya berteriak minta tolong selama 5 jam tanpa ada penanganan padahal adik saya bilang itu bukan lagi sakit mau melahirkan tapi seluruh area perutnya panas dan sakit yang luar biasa katanya. Andai saja petugas ruang bersalin melaporkan situasi sebenarnya kepada dokter ahli kandungan dan dokter kandungannya segera datang mungkin adik saya dan bayinya bisa selamat," ujar Marselinus kepada VIVA, Rabu 10 Januari 2024.

"Kedua, adik saya baru dioperasi waktu sudah sekarat. Tunggu putus napas dulu baru ada penanganan, buktinya lidah adik saya tetap menjulur dari kejang-kejang sampai dia dimasukkan ke dalam peti mati tetap begitu," tambah Marselinus.  

Marselinus juga menyinggung sikap petugas di kamar bersalin yang tidak ramah dengan pasien.

"Setiap kali kami meminta untuk segera dilakukan pengecekan adik kami yang terus berteriak karena kesakitan yang tidak biasanya tidak pernah diindahkan dan bahkan kami mendapat jawaban dari para medis di luar dugaan kami. Dan jawaban mereka itulah resiko hamil. Kamu pikir kami duduk diam aja disini ruangan medis kami juga lagi kerja," demikian Marselinus mengulangi ucapan petugas medis yang bertugas di kamar bersalin.

Atas kejadian ini, Marselinus berharap kepolisian melakukan penyelidikan.

"Andaikan adik saya cepat dioperasi sebelum dia kejang dan tidak sadarkan diri mungkin nyawanya dan bayinya bisa selamat tapi mereka ini mati karena lamban penanganan. Saya berharap aparat penegah hukum masuk. Tujuan kami agar tidak ada lagi ibu mau melahirkan dan bayinya meninggal di rumah sakit jangan ada lagi Eufrasia yang lain," tekan Marselinus seraya meminta atensi media.

Bantah Kelalaian

Humas RSUD Ruteng, Rista Mari

Photo :
  • Jo Kenaru

Terpisah, pihak RSUD Ruteng memastikan penanganan medis terhadap Eufrasia dan Upaya penyelamatan bayinya sudah sesuai standar prosedur yang berlaku baik ketika pemeriksaan obgyn sampai pada operasi caesar.

"Untuk tindakan yang dilakukan sudah sesuai prosedur. Pada saat pasien masuk dari hasil pemeriksaan sudah dilakukan sesuai SOP jadi tidak benar kalau disebut ada kelalaian," ungkap  Rista Mari, Humas RSUD Ruteng.

Rista menampik anggapan pihak keluarga pasien seolah-olah tidak merespons keluhan pasien selama berada dirawat di ruang bersalin. Semua jenis penanganan pasien Eufrasiado terekam termasuk instruksi dokter ahli kandungan, dr. Yohana Joni.

"Semua perjalanan mengenai kondisi ibu itu sudah dilaporkan sampai situasi terburuk pun sudah dilaporkan kepada dokter spesialisnya makanya ada instruksi tambahan dari dokter spesialis untuk tindakan segera menyelamatkan pasien dan bayinya," imbuh Rista.

Tim medis yang menangani pasien di ruang operasi lanjut Mari, bekerja sangat maksimal dengan mempercepat respon time dari lebih dari satu jam menjadi kurang dari satu jam. "Tindakan cepatnya melebihi respon time jadi respon time kita lebih dari satu jam tapi ini lebih cepat," sebutnya.

Sementara penyebab Eufrasia meninggal masih sebatas dugaan. Tim dokter telah menganalisis kasus kematian Eufrasia dan bayinya.

Kepala Bidang Pelayanan Medik RSUD Ruteng dr Vivi Lambo menjelaskan, pasien meninggal diduga kuat akibat emboli air ketuban.

"Karena kejadiannya begitu tiba-tiba. Dari segi dasar diagnosisnya itu kami mengarahnya ke emboli air ketuban, artinya karena pecah menyumbat pembulu darah," terang Vivi Lambo.

Sedangkan kematian bayi Eufrasia, lanjut Dokter Vivi, juga imbas dari krisis oksigen yang dialami ibunya.

"Kondisi bayi memang memburuk dari awal. Saat operasi kondisi bayi banyak kekurangan oksigen. Dia sempat kejang-kejang karena kekurangan oksigen. Sejak itu sampai meninggal tanggal 4 Desember lalu kondisinya tidak bergerak. Pusat utama otaknya terganggu sehingga yang lain-lainnya terganggu,” tambahnya.

Mengenai keluhan yang disampaikan keluarga pasien, dokter Vivi mempersilakan keluarga untuk berdialog langsung dengan dokter yang menangani.

"Kalau diberitakan lain dan tidak semua orang yang membaca mengerti medis. Baiknya keluarga datang bicara langsung dengan tim dokter," tutupnya.

Laporan: Jo Kenaru/NTT

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya