KSAD Maruli Simanjuntak Sebut Relawan Ganjar Mabuk Sebelum Kejadian di Boyolali
- Istimewa/Viva Militer
Jakarta – Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal TNI Maruli Simanjuntak turut buka suara soal kesaksian salah seorang korban penganiayaan oknum TNI di Boyolali, Jawa Tengah. Relawan Ganjar Pranowo yang bernama Slamet Andono mengatakan bahwa dia dimasukan ke markas Yonif 408/Suhbrasta.
Ia juga mengaku ditutup menggunakan kaos dan dipukuli. Ketika itu, dia mendengar suara rekan-rekannya menjadi korban penganiayaan. Dia juga mengatakan bahwa ada rekannya yang dianiaya dengan menggunakan batu.
“Dia kan kondisi mabuk, tanyakan saja sama orang rumah sakit. Ya kalau pakai batu, masak seminggu sembuh. Pasti hancur kalau pakai batu. Itu akan terungkap di sidang. Dia punya pembelaan, nanti kita juga ada pembelaan. Jangan dihiperbolakan (dibesar-besarkan-red),” paparnya dalam acara Rosiana Silalahi di Kompas TV.
Soal kasus tersebut dinilai sebagai penganiayaan biasa, menurut Maruli, jika seperti itu pihaknya tidak segan untuk menindaklanjuti. Terbukti, dari 16 tersangka yang ditetapkan, kini hanya 6 orang dan masih dalam penanganan Denpom IV/4 Surakarta.
“Kalau dibilang biasa, saya tidak akan memberi tanggapan satu malam sudah ditangkap. Itukan sudah cukup. Saya anggap remeh, saya biarin dulu lah. Karena ini masa kampanye, ada penganiayaan, ya malam itu harus masuk. Itu sudah cukup lah,” tegasnya.
Kemudian, soal relawan Ganjar Pranowo tersebut dipukuli, Maruli Simanjuntak mengaku bahwa hal tersebut adalah emosi sesaat. Penganiayaan ini karena suara bising knalpot brong yang lalu lalang sampai delapan kali mengitari markas.
“Ya itu kan sudah dijelaskan tadi, sudah delapan kali lalu lalang menggunakan knalpot brong. Sudah diperingatkan. Dari sana kan juga ada pembelaan juga nanti. Ya mungkin, kalau di jalanan itu nantang. Ya, coba lewat kampung saya seperti itu. 10 lah (kendaraan), bisa dibakar itu,” ungkapnya.
Maruli menyebut bahwa dirinya tidak menyalahkan mereka yang sedang bereforia merayakan. Namun, jangan sampai di tingkat elit malah menggiring opini yang mengatakan bahwa TNI tak netral maupun penganiayaan parah hingga meninggal dunia.
“Gak bisa saya bilang benar. Tapi dia (anggota) punya hak untuk membela diri. Aksi reaksi. Namanya pemukulan, jelas salah. Apapun, defensif pun jadi salah. Reaksi kami, masuk sel. Mau gimana lagi, bilang anggota? Mereka punya hak membela diri. Melihat saksi. Bagaimana respons masyarakat. Masyarakat terganggu dengan kebisingan itu. Banyak tangki-tangki ciu dalam mobil, suruh minum semua. Coba evaluasi juga lah,” tandas Maruli.