Pengacara Beberkan Kejanggalan dalam Penyidikan Kasus Gratifikasi Rafael Alun
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta – Pengacara mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo, Junaedi Saibih menyebut ada banyak kejanggalan dalam penanganan kasus dugaan penerimaan gratifikasi, dan pencucian uang yang menjerat kliennya.
Salah satunya yakni mengenai laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang baru dipermasalahkan pada 2023.
“LHKPN sudah beberapa kali diklarifikasi, kalau memang ada masalah sudah (seharusnya) dipermasalahkan dari tahun 2011, karena daftar harta yang dilaporkan sama saja dengan hari ini (yang dilaporkan pada 2023,” kata Junaedi dalam keterangan tertulis, Rabu, 3 Januari 2024.
Junaedi menuturkan, kasus kliennya merupakan pengembangan perkara yang bukan didasari oleh operasi tangkap tangan (OTT). Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai menangani perkara kliennya dengan buru-buru layaknya penangkapan.
Dia juga menuding jaksa keliru dalam penghitungan nilai gratifikasi pada tuntutannya terhadap Rafael. Sebab, jumlahnya lebih kecil dari total aset yang sudah disita.
“Yang dituntut Rp18 miliar, yang disita seluruh harta dalam LHKPN (sekitar Rp50 miliaran) ditambah SDB (safe deposito box) ditambah harta pihak ketiga (yang) tidak terkait, jadi, jauh lebih besar,” kata Junaedi.
Kejanggalan lain, kata dia, karena jaksa tidak mengindahkan keterangan Rafael mengenai dana dalam SDB yang merupakan hasil gaji, dan bisnis. Menurut Junaedi, kliennya rajin menabung, sehingga, normal jika memiliki uang simpanan yang banyak.
“RAT (Rafael Alun Trisambodo) nabung per tahun, sejak 2010. Selain itu, ada juga hasil penjualan aset, dan aset yang dijual juga sudah dilaporkan TA, hanya berupa bentuk saja dari aset tetap ke uang tunai yang disimpan di SDB,” kata Junaedi.
Jaksa juga dianggap tidak mengindahkan fakta persidangan selama proses peradilan berlangsung. Padahal, kata Junaedi, Rafael fasih menjelaskan asal muasal harta bendanya di depan majelis hakim.
Jaksa juga dipandang menggunakan barang bukti di luar perkara. Sejumlah aset milik orang lain sudah disita karena diyakini penuntut umum berkaitan dengan kasus Rafael.
“Seluruh aset pihak ketiga, harus dibebaskan karena sama sekali tidak ada keterkaitan dengan RAT,” kata Junaedi.
Karena itu, Hakim diminta tidak memercayai jaksa dengan sepenuhnya. Fakta persidangan diharap diperhatikan dengan baik, salah satunya yakni dokumen laporan amnesti pajak Rafael.
“Hakim harus mempertimbangkan karena dokumen ini memiliki nilainpembuktian yang sempurna, jika hakim tidak memberikan pertimbangan berdasarkan bukti ini maka dokumen perpajakan tidak dianggap dokumen yang memiliki nila pembuktian, artinya kepastian hukum perpajakan sedang dipertaruhkan,” kata Junaedi.
Diketahui, Rafael bakal menjalani sidang vonis pada Kamis, 4 Januari 2023. Dia dituntut penjara 14 tahun dan denda Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan dalam perkara ini.
Hakim juga diminta memberikan hukuman pidana pengganti sebesar Rp18,994.806.137 ke mantan aparatur sipil negara (ASN) tersebut.