Eks Napi Teroris Sebut Sejumlah Universitas Ternama di Jatim Disusupi Paham Radikal

Foto tangkapan layar Youtube, Yanto, eks narapidana teroris, berbicara tentang terorisme di Aula Kantor Bupati Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur.
Sumber :
  • Youtube

Manggarai Timur - Eks terpidana kasus terorisme terang-terangan menyebut sejumlah universitas ternama di Jawa Timur (Jatim) disusupi paham radikal terorganisasi tanpa diketahui pihak kampus.

Jawa Timur Masuk Musim Hujan, BMKG: Waspada Cuaca Ekstrem

Yanto, pria kelahiran Desa Biting, Kecamatan Elar, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, menjadi anggota mengaku terlibat dalam gerakan teror dan ditangkap Densus 88 kemudian dipenjara selama 2,5 tahun.

"Saya lahir di Biting mulai dari SD hingga SMP. Kemudian saya melanjutkan pendidikan SMA di Jawa kemudian sampai berkuliah di Jawa dan sempat bekerja di Jawa dan kemudian diamankan oleh pihak Densus 88 di Jawa juga," ujar Yanto ketika memperkenalkan diri sebagaimana yang disiarkan Youtube Suluhtimur Media yang dilihat VIVA, Jumat, 22 Desember 2023.

Resep Rawon Daging Sapi Empuk dan Bumbu Meresap, Dijamin Nagih!

Densus 88 membawa terduga teroris Taufik Bulaga alias Upik Lawanga.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

Dalam video tersebut, Yanto juga menceritakan kenapa dia sampai terpapar dan menjadi anggota Jamaah Islamiyah sebelum akhirnya ditangkap Densus 88. Di dalam tubuh JI, Yanto merupakan perekrut pelaku teror.

Operator Bongkar Sisi Gelap Sound Horeg: Rumah Rusak Makin Banyak Saweran

"Kenapa saya bisa terpapar paham radikalisme ya kemudian intoleran sampai menjadi bagian daripada pelaku teror. Waktu itu di tahun 2014 setelah saya lulus kuliah di Jawa sana saya bekerja di salah satu perusahaan di Jawa yang ternyata notabenenya perusahaan itu adalah milik salah satu kelompok organisasi teroris terbesar se-asia Tenggara, Jamaah Islamiah," tuturnya.

Menyasar kampus-kampus ternama

Berbicara di hadapan para kepala desa dan jajaran pemerintah daerah di Aula Kantor Bupati Manggarai Timur itu, Yanto membeberkan pola perekrutan pelaku teror lebih banyak menyasar lembaga pendidikan seperti pesantren dan kampus-kampus ternama sebagaimana yang Yanto kerjakan ketika bertugas sebagai perekrut anggota JI di Jawa Timur.

“Semasa saya di Jawa sana saya termasuk bagian daripada kelompok radikal ini yang tugasnya merekrut orang. Ini saya tidak sedang membanggakan diri saya ya merekrut orang untuk menjadi pelaku teror,” ujar Yanto dalam kegiatan yang difasilitasi Densus 88 itu.

Ilustrasi penangkapan terduga teroris

Photo :
  • vstory

"Yang menjadi sasaran kita adalah kampus kemudian di lembaga-lembaga pendidikan kemudian juga di tengah-tengah masyarakat terutama waktu itu yang paling gencar terjadi di Surabaya itu adalah di kampus-kampus bukan kampus-kampus yang, ya, kalau kata orang Jawa bukan kampus-kampus yang ecek-ecek tapi kampus-kampus negeri, kampus-kampus top, yang ada di Jawa sana di antaranya adalah Unair, ITS, Unesa lalu di Malang itu ada di Brawijaya. Itu sampai ada banyak mahasiswa yang terpapar ideologi radikal, ada yang ke Jamaah Islamiah, ada yang ke ISIS, ada yang ke Ansharusy Syariah, JAD, dan macam-macam kelompok radikal yang lain. Dan mereka mempunyai kelompok pengajian tersendiri di kampus-kampus tersebut tanpa pihak kampus mengetahui itu," paparnya.

Doktrin Khilafah dan bunuh orang kafir

Menurutnya, sejak eksis tahun 1992, Jamaah Islamiah memang ingin mendirikan negara Islam atau khilafah di Asia Tengara termasuk Indonesia. Doktrin yang ditanamkan kepada seluruh pengikut JI, kata Yanto, yakni membunuh kaum kafir.

"Dulu doktrin yang selalu digaung-gaungkan ya di Jamaah Islamiyah dulu yang saya alami yaitu tentang doktrin jihad fisabilillah. Jihad bagi kami dulu bukan belajar ngaji kemudian kita membangun jalan raya kita meningkatkan kesejahteraan daripada masyarakat bukan itu tapi jihad dalam keyakinan kami dulu, ya, membunuh orang kafir kalau kita bertemu dengan mereka itu doktrinnya," sebut Yanto.

"Kemudian yang kedua yang selalu didoktrinkan kepada kami dulu yaitu tauhid hakimiah dalam mereka (JI), yaitu kedaulatan politik itu hanya milik Tuhan. Tidak bisa manusia ikut cawe-cawe dalam politik itu. Tuhan yang menentukan. Itu bagian dari doktrin yang ya sering kami dapatkan dulu waktu saya di jamaah islamiyah," ujarnya.

Komitmen setia kepada NKRI

Yanto yang kembali ke jalan yang benar menyampaikan komitmen untuk aktif dalam kegiatan deradikalisasi demi mencegah paham radikal dan aksi terorisme. Sejak hijrah, Yanto berkomitmen setia kepada NKRI.

"Saya orang Manggarai Timur ataupun Manggarai pertama kali yang terlibat dalam kasus terorisme dan saya berkeyakinan dan saya selalu berdoa bahwasanya saya adalah orang yang pertama kali dan yang terakhir kali menjadi pelaku teror yang berasal dari Manggarai Timur itu komitmen yang sudah saya bangun ya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia dan terhadap ende ema ase kae (bapa, mama, saudara, saudari)  yang ada di Manggarai Timur," katanya.

Jo Kenaru/Manggarai Timur

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya