Firli Bahuri Disebut Masih Bisa Ajukan Praperadilan, Ini Alasannya
- Istimewa
Jakarta - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Prof Suparji Ahmad, mengungkapkan bahwa Firli Bahuri bisa mengajukan kembali permohonan ataupun gugatan praperadilan terkait penetapan tersangkanya.
“Begini, berangkat dari putusan kemarin, Hakim menyatakan permohonan praperadilan tidak dapat diterima, alasannya, permohonannya obscuur libel, kabur,” ungkapnya kepada wartawan, Jakarta, Kamis 21 Desember 2023.
Menurut Suparji, Hakim menyatakan gugatan Firli Bahuri kabur karena ada alat bukti yang tidak revelan dengan permohonan praperadilan, kemudian mencampuradukan antara aspek formil dan non formil atau materil.
“Itulah kemudian yang menjadi dasar dari Hakim yang tidak menerima praperadilannya Firli, Hakim tidak menguji sah atau tidaknya penetapan tersangka, maka mengingat bahwa belum ada putusan praperadilan yang menyatakan apakah penetapan tersangka Firli itu sah atau tidak, maka dapat diajukan praperadilan yang kedua,” ujarnya.
Suparji mengibaratkan ada orang yang hendak melamar, namun ketika akan masuk ke dalam rumah, penjaga rumah melihat si pelamar tidak menggunakan pakaian yang semestinya rapih.
“Ya udah keluar atau pergi dulu gitu kan, belum dinilai diterima atau tidak dikabulkan begitu lamarannya, tetapi karena orang itu hanya tidak pakai dasi ya udah pulang dulu aja pakai dasi terus setelah itu masuk lagi, seperti itu kan,” katanya.
Begitupun, lanjut Suparji, terkait praperadilan Firli Bahuri ini. Suparji mengungkapkan, jika ada satu permohonan praperadilan yang dianggal kabur, maka ke depan dibuat tidak kabur.
“Kalau misalnya dinilai mencampuradukan antara aspek formil dan materil, ya jangan dicampuradukan begitu loh. Terus berikutnya, kalau ada barang bukti yang tidak relevan, ya jangan dipakai barang bukti yang tidak relevan,” ungkapnya.
Suparji menjelaskan, dalam proses praperadilan, tidak ada istilah Ne Bis In Idem atau perkara yang sama tidak boleh diperiksa untuk kedua kalinya.
“Ini bukan pokok perkara, ini kan masih administratif maka tidak ada Ne Bis In Idem, karena belum bicara orang dihukum diperiksa dalam perkara yang sama, Ne Bis In Idem-nya disitu, tapi ini hanya menyangkut persoalan prosedur,” ujarnya.
Suparji mengatakan, sudah banyak referensi ataupun yurisprudensi praperadilan diajukan untuk yang kedua kalinya. Misalnya saja di kasus mantan Ketua DPR RI Setya Novanto dan mantan Ketua Umum PSSI La Nyalla Mattalitti.
“Kemudian ada juga hal lain yang bisa diuji, supaya tidak mengulangi misalnya, yaitu apa?, objeknya bertambah penggeledahan dan penyitaan, jadi tidak sekadar penetapan tersangka, tapi juga penggeledahan dan penyitaan itu perlu diuji di praperadilan,” katanya.
Selain itu, Suparji juga mengungkapkan bahwa pengajuan kembali praperadilan tidak melanggar ataupun bertentangan dengan aturan perundang-undangan apapun.
“Enggak ada, enggak ada ketentuan yang dilanggar, baik dalam KUHAP, baik dalam Putusan MK, maupun UU Kekuasaan Kehakiman itu pun tidak ada yang mengkategorikan tidak bisa didaftarkan kembali itu enggak ada, tapi kembali ke yang bersangkutan untuk mendaftarkan kembali,” ungkapnya.