Boyamin MAKI ke KPK, Laporkan Duit Tambang Ilegal Diduga Mengalir ke Dana Kampanye Pemilu
- VIVA.co.id/ Edwin Firdaus.
Jakarta - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan dugaan aliran uang dari tambang ilegal di Sulawesi Tenggara yang dijadikan dana kampanye Pemilu 2024. Aliran dana ilegal itu dipercaya berkaitan dengan temuan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) belum lama ini.
Adapun laporan dugaan aliran itu dilaporkan Koordinator MAKI Boyamin Saiman ke Pengaduan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (Dumas KPK) saat menyambangi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis, 21 Desember 2023.
"Saya hari ini melaporkan dugaan penambangan ilegal yang diduga untuk dana kampanye. Karena pemilik utamanya itu berinisial AT menjadi salah satu tim kampanye. Saya mohon maaf tidak menyebut kampanye dari pasangan mana, nanti KPK yang menindaklanjuti," ujar Boyamin kepada wartawan.
Boyamin menyatakan dugaan tambang ilegal ini terkait dengan tambang nikel di Sulawesi Tenggara. Dia juga menduga ada penyelenggara negara yang terlibat dan membantu memuluskan kegiatan ilegal itu dengan menerima suap atau gratifikasi.
Berdasarkan hitungan MAKI, Boyamin menyebut negara mengalami rugi sekitar Rp3,7 triliun akibat aktivitas pertambangan ilegal itu. Kemudian, sebesar Rp400 miliar dari nilai tersebut diduga mengalir ke kampanye Pemilu 2024.
"Karena nikel harganya tinggi sekarang perhitungan saya dari kadarnya keseluruhan Rp3,7 triliun, tetapi yang diduga kira-kira untuk kampanye Rp400 miliar. Sekitar itu," ungkapnya.
Lebih lanjut, Boyamin menyatakan ada tiga modus yang digunakan dalam laporan dugaan tindak pidana itu. Pertama, kegiatan pertambangan ilegal oleh suatu entitas perusahaan dengan mengambil izin dari perusahaan yang sudah pailit. Izin dari perusahaan itu bahkan dibuat backdate.
Kedua, kegiatan pertambangan dilakukan di kawasan hutan tanpa mendapatkan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan membayar iuran.
Ketiga, mengggunakan dokumen izin usaha pertambangan atau IUP nikel yang sebenarnya tidak legal untuk memperdagangkan hasil pertambangan tersebut. "Istilah di Sulawesi dan Kalimantan istilahnya dokter, dokumen terbang dipakai untuk melegalkan hasil mencuri," ungkapnya.
Boyamin mengungkap entitas perusahaan dimaksud diduga dimiliki seseorang berinisial ATN, selaku anggota tim kampanye salah satu pasangan capres-cawapres. Dia juga mengatakan aliran dana tambang ilegal itu tidak hanya dinikmati oleh kampanye salah satu paslon saja.
Menurutnya, ada pihak-pihak dari partai politik lain yang diduga berafiliasi dengan entitas perusahaan ATN melalui kepemilikan saham.
"Karena ada pemegang saham lain yang diduga juga dari tim (kampanye paslon) lain," pungkas Boyamin.
KPK Usut Laporan PPATK
Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sudah menerima terkait dengan laporan transaksi janggal untuk pemilu 2024 yang ditemui oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). KPK berencana akan menindaklanjuti hal tersebut.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata akan mulai membahas terkait dengan laporan yang diberikan oleh PPATK.
"Kemarin saya sudah terima dan kita tinggal perintahkan, pelajari, rencanakan tindak lanjutnya, dan bahas dengan pimpinan," ujar Alex kepada wartawan, Rabu 20 Desember 2023.
Dia tak bisa menjelaskan secara rinci terkait dengan adanya transaksi janggal pemilu 2024. Bahkan, soal data PPATK hingga informasi intelijen.
Adapun Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengendus transaksi keuangan yang mencurigakan menjelang kontestasi pemilu 2024 digelar. Berdasarkan laporan yang diperoleh PPATK, terdapat lebih dari 100 persen pada semester II-2023.
"Kita lihat memang transaksi terkait dengan pemilu ini masif sekali laporannya kepada PPATK. Kenaikan lebih dari 100 persen, baik di transaksi keuangan tunai, transaksi keuangan mencurigakan, segala macam," kata Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, kepada wartawan di Jakarta Barat, Kamis, 14 Desember 2023.
Ivan kembali menegaskan, bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan mengirim surat kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait pembengkakan dana mencurigakan yang diduga untuk membantu kampanye pilpres.
Di sisi lain, Ivan tak menjelaskan secara rinci terkait nominal pasti aliran dana ilegal tersebut. Namun, Ivan menegaskan bahwa aliran dana itu jumlahnya mencapai triliunan.