Kisah Suhartini Pimpin KWT Melati Binaan Pertamina Angkat Pinang Jadi Terpandang

Ketua KWT Melati Suhartini di Desa Sukakarya, Musi Rawas, Sumsel.
Sumber :
  • Dok. Pertamina

Musi Rawas, VIVA – Tulisan “Griya KWT Melati” terpampang di bagian atas sebuah toko di Desa F. Trikoyo, Kecamatan Tugu Mulyo, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Menilik ke dalam gerai itu, terdapat beberapa etalase kaca di sana. Ada berbagai produk makanan dan minuman dipajang di dalamnya.

Produk-produk tersebut merupakan hasil olahan dari Kelompok Wanita Tani (KWT) Melati. Dipimpin Suhartini, kelompok ini memproduksi makanan dan minuman dari bahan dasar jahe, pinang hingga singkong.

Suhartini  menceritakan, semua bermula dari sebuah surat nyasar ke rumahnya di Desa Sukakarya, Kecamatan STL Ulu Terawas, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Surat itu merupakan undangan untuk mengikuti pelatihan di Malang, Jawa Timur. Di surat itu tertulis nama Sri Suhartini. Sementara namanya hanya Suhartini.  Namun kemudian, Suhartini yang diminta berangkat oleh pengurus desa.

Dalam perjalanan, kata Suhartini, dia sempat ditanya mengenai KWT dan usahanya. “Dalam diri saya sudah berpikir oh KWT itu suatu kelompok yang punya suatu usaha,” ujarnya saat ditemui VIVA bersama tim Corporate Social Responsibility (CSR) Pertamina dan sejumlah media lainnya di Desa Sukakarya, Rabu, 22 November 2023.

Griya KWT Melati tempat penjualan produk dari KWT Melati di Musi Rawas, Sumsel.

Photo :
  • VIVA.co.id/ Lis Yuliawati

Pulang dari pelatihan, Suhartini mengumpulkan sekitar 15 orang ibu di desanya. Dia mengungkapkan ide untuk menanam jahe. Dengan mengumpulkan uang Rp10 ribu satu orang untuk beli bibit jahe dan polybag, akhirnya terkumpul 3.500 polybag yang ditanam jahe.

Setelah jahe berkembang, kelompok ini memproduksi bandrek jahe secara mandiri. Kemudian datang dari Pemerintah Kabupaten Musi Rawas memberi pelatihan-pelatihan. Selanjutnya, pada 14 Februari 2017, KWT Melati mendapat pengukuhan dari Desa Sukakarya.

Dua tahun kemudian, KWT Melati bertemu dengan tim Pertamina dalam sebuah pameran di desa tersebut. Kelompok itu lantas menjadi mitra binaan dari Pertamina EP Pendopo Field melalui program CSR. Berbagai bantuan seperti pelatihan kewirausahaan, pelatihan kemasan, peralatan hingga sewa toko diberikan oleh Pertamina.

Dengan binaan Pertamina, KWT Melati pun terus berinovasi. Mereka yang awalnya hanya memproduksi bandrek jahe, kini sudah merambah ke bahan lainnya seperti pinang. 

SPBU Nakal Ditemukan di Yogyakarta, Pertamina Beri Sanksi Penghentian Operasi

Untuk menghasilkan produk dari pinang itu KWT Melati sempat menghadapi kendala. Pada awal pembuatan sempat gagal hingga menghabiskan 50 kg pinang. Namun, hal itu tidak membuat Suhartini putus asa. Dia terus berusaha mengolah pinang hingga menemukan racikan yang pas.

KWT Melati bersama tim CSR Pertamina di Desa Sukakarya, Musi Rawas, Sumsel.

Photo :
  • VIVA.co.id/ Lis Yuliawati
Ini Rahasia Menghadirkan Rasa Creamy Tanpa Mengorbankan Rasa Asli Minuman

Upaya Suhartini berbuah manis. Kini, beragam produk olahan dari pinang telah dihasilkan, di antaranya bandrek jahe pinang, kopi pinang, kopi penganten. Produksinya pun meningkat dari semula 25 kg pinang menjadi 300 kg per bulan. Dari bahan baku itu bisa menghasilkan 900 buah produk dengan harga Rp25 ribu per bungkus. 

Saat ini, produk dengan merek Bukit Cogong Food itu pun telah memiliki hak paten dan dikenal ke sejumlah daerah di Tanah Air. Bahkan, Suhartini juga telah mengikuti pameran di Malaysia untuk memasarkan produknya.

Ajak UMKM Go Green, Pertamina Jadikan Kurikulum di UMK Academy 2024

Dari penjualan berbagai produk itu, menurut Suhartini, KWT Melati dapat meraih omzet rata-rata sekitar Rp20 juta per bulan. Adapun para anggotanya yang saat ini berjumlah 60 orang mendapat upah Rp10 ribu per orang untuk 1 kg produk yang dihasilkan. Setelah dipotong biaya produksi, uang kas, dan upah anggota, KWT Melati mendapat penghasilan bersih sekitar Rp12 juta per bulan.

Sejak dapat diolah menjadi berbagai produk, pinang tak lagi dipandang sebelah mata.  Pinang pun menjadi lebih berharga. Saat ini, pinang tua dan muda dibanderol Rp3.000 per kilogram di desa itu. “Dulu pinang enggak ada harganya jatuh,” ujar Suhartini.

Kini, dari mulai buah, kulit hingga pelepah pinang dapat dimanfaatkan. Rencananya, pada 2024, KWT Melati akan mengekspor buah pinang dan memanfaatkan daun pinang untuk pewarnaan pakaian.

Berbagai langkah KWT Melati terkait pinang itu termasuk dalam program Gerakan Perempuan Lestarikan Alam Melalui Konservasi Pinang (Gemilang) yang diinisiasi Pertamina EP Pendopo Field. Fokus program tersebut yaitu pemanfaatan tanaman pinang secara berkelanjutan guna meningkatkan ekonomi lokal serta pelestarian pinang.

Pembibitan pinang di Desa Sukakarya, Musi Rawas, Sumsel.

Photo :
  • VIVA.co.id/ Lis Yuliawati

Faedah program Gemilang juga dirasakan masyarakat di desa tersebut. Warga mendapatkan manfaat dari hasil pembagian bibit pinang betara yang ditanam di pekarangan rumah masing-masing. Program ini telah memberikan keuntungan langsung kepada sekitar 75 orang serta penerima manfaat tidak langsung sejumlah 300 orang.

“Kegiatan yang dilakukan ibu-ibu KWT Melati melalui program Gemilang menjadi upaya awal dari pemberdayaan perempuan dan pelestarian lingkungan,” ujar Senior Manager Pendopo Field I Wayan Sumerta.


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya