Didakwa Gratifikasi Rp58,9 Miliar, Andhi Pramono Ajukan Keberatan
- VIVA/Yeni Lestari
Jakarta – Mantan kepala Bea dan Cukai Makassar, Andhi Pramono telah didakwa terima gratifikasi Rp 58,9 miliar. Setelah itu, Andhi Pramono pun langsung menyatakan melawan dakwaan dari jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hak tersebut dikatakan Andhi Pramono setelah jaksa rampung membacakan dakwaan di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu 22 November 2023.
Bermula ketika majelis hakim memberikan kesempatan untuk Andhi Pramono berbicara usai didakwa jaksa KPK.
"Terhadap surat dakwaan yang telah dibacakan, Saudara punya hak untuk mengajukan keberatan, saya tanya dulu apakah Saudara akan mengajukan keberatan atau tidak?," ujar hakim di ruang sidang.
Dengan lantang, Andhi Pramono pun akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa KPK.
"Mengajukan," jawab Andhi.
Maka itu, majelis hakim pun memberikan waktu selama satu pekan untuk terdakwa dan tim hukumnya menyiapkan nota keberatan tersebut. Sidang akan digelar dengan agenda eksepsi pada Rabu pekan depan.
"Sidang berikutnya kita tunda tertanggal 29 November ya dengan agenda pembacaan eksepsi atau keberatan dari penasihat hukum," kata hakim.
Jaksa Dakwa Andhi Pramono
Mantan Kepala Bea dan Cukai Makassar, Andhi Pramono akhirnya sampai di meja hijau persidangan usai terlibat kasus gratifikasi. Andhi Pramono dijatuhi dakwaan total Rp 58,9 miliar. Andhi Pramono menerima puluhan miliar uang tersebut dalam bentuk mata uang asing hingga rupiah.
Jaksa penuntut umum KPK pun membacakan rincian gratifikasi yang diterima oleh Andhi Pramono. Uang itu terdiri atas Rp 50,2 miliar, USD 264.500 atau sekitar Rp 3,8 miliar, dan SGD 409 ribu atau sekitar Rp 4,8 miliar.
"Menerima gratifikasi berupa uang seluruhnya berjumlah Rp 50.286.275.189,79 dan USD 264.500 atau setara dengan Rp 3.800.871.000,00. serta SGD 409 ribu atau setara dengan Rp 4.886.970.000,00 atau sekira jumlah tersebut, yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, yakni berhubungan dengan jabatan Terdakwa selaku Pegawai Negeri pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan berlawanan dengan kewajiban Terdakwa," ujar jaksa KPK di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu 22 November 2023.
Jaksa menyebut, Andhi Pramono telah melakukan geatifikasi tanpa melaporkannya ke KPK. Maka itu, Andhi dinilai melanggar Pasal 12C UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Terdakwa tidak pernah melaporkannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak penerimaan gratifikasi tersebut," kata dia.
Bahkan, jaksa juga menilai Andhi Pramono bersalah karena melakukan suap. Disebutkan oleh jaksa kalau uang gratifikasi Andhi Pramono berkaitan dengan jabatannya di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
"Padahal penerimaan itu tanpa alas hak yang sah menurut hukum. Perbuatan Terdakwa Andhi Pramono yang menerima gratifikasi tersebut haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau baptis, yakni berhubungan dengan jabatan Terdakwa sebagai Pegawai Negeri pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan berlawanan dengan kewajiban Terdakwa," kata dia.
Jaksa menyakini Andhi Pramono melanggar Pasal 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.