Sejumlah Istri Gugat KUHP, Ingin Mantan Suami Dapat Dijerat Pasal Penculikan Anak

Ilustrasi penculikan anak.
Sumber :
  • Antaralampung/istimewa

Jakarta – Gugatan dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh sejumlah istri yang menginginkan mantan suami dapat dikenai pasal penculikan anak apabila membawa kabur anak yang hak asuhnya di bawah istri. Adapun para pemohon itu ialah Aelyn Halim, Shelvia, Nur, Angelia Susanto, dan Roshan Kaish Sadaranggani. 

Tangisan Haru hingga Respon Richard Kevin Saat Putri Cut Tari Jadi Pemenang Gadis Sampul 2024

Kelima pemohon itu sedang memperjuangkan hak asuh anak, dan pasal yang diuji adalah Pasal 330 ayat 1 KUHP yang berbunyi: Barang siapa dengan sengaja menarik seorang yang belum cukup umur dari kekuasaan yang menurut undang-undang ditentukan atas dirinya, atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Adapun kuasa hukum pemohon Virza Roy Hizzal menyebut Pasal 330 ayat 1 KUHP bertentangan dengan Pasal 28B ayat (2) UUD 1945. 

Detik-Detik Penangkapan Remaja Kasus Pembunuhan di Lebak Bulus: Kejar-Kejaran dengan Sekuriti

"Kenapa itu penting? karena itu berbunyi bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Ini menurut kami menjadi penting untuk menjadi batu uji norma KUHP yang kami ujikan. Kemudian batu uji kedua mengenai asas kepastian hukum 28D ayat (1) UUD 1945, yang menyebutkan setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum," ujar Virza dikutip dari website resmi MK, Senin, 20 November 2023.

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK).

Photo :
  • vstory
Pembunuhan Sadis di Lebak Bulus, Polisi Sita Pisau dan Seprai Berlumuran Darah

Virza pun membandingkan dengan negara Amerika Serikat, jika ada orang tua yang membawa anak kandung, dianggap sebagai sebuah tindakan kriminal. Selain itu, kata dia, di Amerika Serikat sendiri sudah ada departemen khusus untuk melakukan penjagaan terhadap adanya konflik-konflik rumah tangga.

"Kemudian di Australia juga sama, dianggap kriminal orang tua membawa kabur anak, kemudian di Inggris juga sama. Nah, kemudian di Kanada, bahkan ada pasal yang membagi 2 perbuatan kriminal ayah kandung," ucap Virza.

Virza pun mencontohkan seperti apa yang dialami salah satu kliennya, yaitu Aelyn Halim. Aelyn mengaku sang anak diambil secara paksa oleh mantan suaminya. Ia pun tak tahu di mana putrinya berada.

Keempat pemohon lainnya juga diketahui memiliki kesamaan dengan Aelyn, yaitu telah bercerai dengan sang suami, dan memiliki hak asuh anak.

Virza pun menjelaskan, putri Aelyn diambil dan dibawa paksa oleh ayahnya sejak 15 Agustus 2020. Saat sang anak diambil, Aelyn pada saat itu sedang beraktivitas di luar rumah. Akhirnya, Aelyn melaporkan peristiwa tersebut ke pihak kepolisian. Namun, laporannya tidak diterima dengan alasan yang membawa kabur adalah ayah kandungnya.

"Negara harus hadir ketika terjadi pelanggaran terhadap hak-hak anak. Perbuatan memisahkan dan menutup akses anak dengan orang tuanya berdampak buruk bagi tumbuh kembang anak bukanlah ranah hukum privat, melainkan telah memasuki ranah publik dalam hal ini hukum pidana," kata Virza.

Ilustrasi anak-anak

Photo :
  • ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

Pemohon pun menilai, frasa 'barang siapa' dalam Pasal 330 ayat (1) KUHP harus diberlakukan bagi setiap orang termasuk ayah atau ibu kandung dari sang anak, sebagai subjek hukum. Tidak boleh ada pengecualian yang memberikan kekuasaan dan kewenangan mutlak bagi ayah atau ibu, jika sampai terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak anak sehingga tidak dapat dituntut pertanggungjawabannya.

"Menyatakan ketentuan norma frasa 'barang siapa' dalam Pasal 330 Ayat (1) KUHP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai 'Setiap orang tanpa terkecuali Ayah atau Ibu kandung dari Anak'," pungkasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya