Ijtima Ulama untuk Tentukan Dukungan Pilpres 2024 Akan Digelar 18 November 2023
- VIVA.co.id/ Foe Peace Simbolon
Jakarta -- Ijtima ulama bakal digelar para ulama dan habaib dari Persaudaraan Alumni 212 hingga Gerakan Nasional Pengawal Fatwa, pada Sabtu, 18 November 2023, di kawasan Kompleks Majelis Az Zikra, Sentul, Bogor, Jawa Barat. Hal ini dilakukan guna menentukan arah politik pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang.
"Ijtima Ulama 2023 1445 Hijriah yang akan diselenggarakan Sabtu, 18 November 2023 insya Allah akan dihadiri sekitar 800 peserta, dihadiri para ulama, para habaib, para tokoh masyarakat. Insya Allah akan berlangsung selama 1 hari," kata penanggung jawab Ijtima Ulama, Muhyiddin Junaidi kepada wartawan, Kamis 16 November 2023.
Menurut dia, bakal ada dua topik isu penting dibahas. Pertama soal masalah keumatan lantaran umat muslim jadi bagian tidak terpisahkan dari elemen bangsa yang berkontribusi menjaga kesatuan, persatuan dan pembangunan. Soal keumatan termasuk di dalamnya masalah sosial budaya.
"Sebagai bagian masyarakat global kita tidak bisa memisahkan diri, menutup diri, tetapi harus berhadapan dengan global challenges of modern century antara lain tantangan itu adalah tantangan LGBT dan lain sebagainya. Nah ini virus yang sangat berbahaya bagi proses pendangkalan aqidah dan dekadensi moral," katanya.
Menurut dia, pihaknya akan mencermati masalah sosial budaya dan ekonomi, mengingat pasca COVID-19 perekonomian Indonesia belum kembali normal dan umat muslim masih belum memainkan perannya secara maksimal dalam pertumbuhan ekonomi tersebut.
"Kedua, masalah politik, kita sudah berada di tahun 2023 ini tahun politik, gonjang-ganjing politik sedemikian rupa. Capres-cawapres sudah diumumkan, karena perubahan perbaikan itu harus dimulai oleh pemimpin, maka 2024 kita akan memilih calon pemimpin yang cocok bagi Indonesia untuk membawa negara ini lepas landas," ujarnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan, pada 2024 mendatang penentuan calon presiden-calon wakil presiden bakal membawa negara Indonesia jadi negara maju sekaligus negara produsen, bukan negara konsumen belaka. Indonesia, kata dia, dengan keunggulan demografinya harus bisa membuat produk teknologi maju dan kreatif sehingga tidak jadi negara konsumen belaka.
"Karena itu, kita harus cerdik memilih menjatuhkan pilihan kepada calon pemimpin yang punya kapasitas, punya visi, punya keberanian untuk melakukan perubahan bagi Indonesia yang lebih maju, aman, dan damai," ujarnya.