Kepala BKKBN: Bonus Demografi Harus Berubah Jadi Bonus Kesejahteraan

Kepala BKKBN RI Hasto Wardoyo
Sumber :
  • dok. Istimewa

Semarang – Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) mengatakan Indonesia saat ini sedang menikmati bonus demografi.

Menurut dr. Hasto,  sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas khususnya generasi muda, mampu memetik bonus penduduk ini menjadi bonus kesejahteraan. Salah satu yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas itu melalui KB Pascapersalinan.

"Angka (rasio) ketergantungan penduduk usia non produktif yang ditanggung dari 100 orang usia produktif saat ini 44,33. Artinya, antara yang bekerja dan yang makan perbandingannya banyak yang kerja, setiap 100 orang pekerja hanya kasih makan 44 orang. Kalau mau kaya sekarang saatnya, kalau bukan kita yang mendorong, siapa lagi?," ucap dr. Hasto dalam Workshop Strategi Penurunan Unmet Need dan Peningkatan KB Pasca Persalinan Tahun 2023 di Oak Tree Emerald Semarang pada Selasa (14/11/2023).

Untuk memetik bonus penduduk menjadi bonus kesejahteraan, dokter Hasto mengatakan perlu meningkatkan kualitas penduduk Indonesia melalui peningkatan layanan pendidikan yang berkualitas, peningkatan layanan kesehatan, menurunkan stunting, pengentasan kemiskinan, serta peningkatan produktivitas dan daya saing.

Kepala BKKBN RI Hasto Wardoyo

Photo :
  • dok. Istimewa

Dr. Hasto menjelaskan pada 2035, Indonesia sudah banjir orangtua, hal ini disebabkan angka harapan hidup yang meningkat. Oleh karenanya, mulai dari sekaranglah perlu menyiapkan lansia yang tangguh di masa depan. 

"Mengantisipasi masuknya era population ageing, melalui program ramah lanjut usia, peningkatan cakupan jaminan sosial, dan kesehatan bagi lansia, maupun pemberdayaan perempuan," terangnya.

Dalam acara yang dijadwalkan sampai tanggal 15 November tersebut, dr. Hasto menekankan pentingnya kampanye nasional perubahan perilaku, 

KPAI Sebut Anak-anak Rentan Jadi Objek Politik Selama Tahapan Pilkada 2024

"Penting untuk diedukasi agar masyarakat sadar habis melahirkan itu segera KB. Jarak kehamilan dengan stunting saling terkait, apabila KB bagus maka stunting turun," paparnya.

"Pendidikan itu penting, berdasarkan data, orang berpendidikan lebih rendah cenderung lebih tinggi angka kehamilannya. Hati hati kepada yang berdidikan rendah, ekonomi rendah, tinggal di pelosok, apabila hamil terlalu sering, jaraknya terlalu dekat, maka dapat berisiko melahirkan bayi stunting," kata dr. Hasto.

Gibran Puji Langkah Prabowo Libatkan Anak Muda di Kabinet, Sejalan dengan Bonus Demografi

Namun, dr. Hasto menegaskan kembali bahwa jarak kelahiran tersebut memiliki batas ideal.

"Kalau kurang dari 15 bulan melahirkan sudah ada kehamilan lagi maka berpotensi meningkatkan tiga kali lipat angka kematian bayi. Idealnya menurut WHO adalah jarak 36 bulan. Pentingnya perencanaan KBPP yang tepat, jangan juga di atas 5 tahun kalau masih mau punya anak lagi," tambah dia.

Israel Tahan 270 Anak Palestina dengan Kondisi Memprihatinkan, Menurut Komisi Urusan Tahanan

Tidak hanya berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik anak, jarak kelahiran diam-diam memberikan dampak mental yang buruk di masa depan. 

"Dengan pendeknya jarak kelahiran antar anak, dapat membuat kurang terpenuhinya kebutuhan emosinya. Hal ini dapat mengakibatkan dia menjadi toxic people di usia dewasanya," jelas dr. Hasto.

Kepala BKKBN RI Hasto Wardoyo

Photo :
  • dok. Istimewa

Menyinggung masalah unmet need alias tidak terpenuhinya kebutuhan ber-KB, dr. Hasto mengungkapkan fakta yang terjadi di lapangan,

"Rata-rata kalau saya tanya ke PUS yang tidak ber-KB kemudian hamil, dia bilang kebobolan, tidak sengaja. Ini masuk ke Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), di Jawa Tengah setiap 100 orang hamil ada 16 kasus KTD. Maka hari ini kita workshop unmetmeed agar antara kebutuhan dengan pelayanan bisa matching," tutupnya.

Diketahui sebelumnya, rencana strategis BKKBN 2020-2024 tertuang prioritas target pencapaian antara lain penurunan angka unmet need KB dari 6,82 persen pada 2020 menjadi 4,48 di 2024, prevalensi kontrasepsi modern dari 63,93 persen menjadi 65,7 persen, dan penurunan Total Fertility Rate (TFR) dari 2,05 menjadi 1,94.

Dalam acara yang bertujuan untuk meningkatkan komitmen stake holder atau para pemangku kebijakan dalam pelayanan KBPP untuk menurunkan unmet need tersebut, dihadirkan narasumber Penyuluh KB Ahli Utama Ir. Siti Fathonah, MPH., Kepala Dinkes Provinsi Jateng, Ketua PD IBI Provinsi Jateng, dan Kepala DP3APPKB kabupaten Jepara.

Adapun peserta dari tingkat provinsi sampai tingkat kabupaten/kota di Jawa tengah diantaranya, pengelola KB, Kepala Dinas Kesehatan, Ketua IPeKB, ketua PD/PC IBI, Kepala DP3AP2KB, Ketua PERSI, Ketua ARSADA, Ketua Paguyuban IMP, serta tim pemantauan penurunan angka unmet need dan peningkatan KB pasca persalinan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya