KPAI soal Fenomena Bocah Sayat Tangan di Tiktok: Ini Jadi Lonceng Bahaya
- Freepik/jcomp
Jakarta – Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra, memberikan tanggapan mengenai adanya fenomena selfharm atau menyakiti diri sendiri di kalangan anak-anak akibat mengikuti tren di media sosial. Sebagaimana diketahui, 6 siswa SD nekat melakukan aksi menyayat tangan sendiri hingga diunggah di media sosial TikTok.
Jasra mengingatkan perlunya orang tua mewaspadai dampak dan risiko adopsi digital dan penggunaan media sosial yang berlebihan oleh anak-anak.
"Ini menjadi lonceng bahaya untuk pendidikan kita dimanapun berada, segera melakukan cek lengan anak-anak didiknya. Apakah telah melakukan selfharm," ucap Jasra dalam keterangannya yang dikutip Rabu, 8 November 2023.
Jasra menekankan, kasus dipicu oleh tren platform digital. Anak-anak tak bisa membendung fenomena dari luar. Penting bagi platform digital, termasuk TikTok untuk cepat mencegah video-video yang berbahaya dicontoh oleh anak-anak.
"Laporan media sepanjang 2022, telah melaporkan peristiwa anak-anak yang melakukan selfharm pada dirinya, ada karena alasan mengikuti tren TikTok," kata Jasra
Anak-anak dinilainya sudah menjadi korban atas perkembangan pemasaran penetrasi jasa internet, melalui oknum-oknum tidak bertanggung jawab, para pemiliki usaha berbasis digital. "Maka terbayang, kalau para oknum tidak bertanggung jawab ini, hanya mampu bicara pasar dan eksploitasi ekonomi dengan target anak-anak," imbuh Jasra.
Dengan perkembangan aplikasi platform digital yang dapat membahayakan dan mengancam anak-anak, para pemilik platform diharapkan secara moral untuk bekerjasama, bahkan memiliki rasa kewajiban dengan sekolah, keluarga dan lingkungan.
"Jadi bila ada aplikasi yang menyampaikan memiliki standar keamanan tinggi, tetapi tidak pernah bersentuhan dengan anak untuk menjelaskannya, maka itu menjadi sesuatu yang sulit diukur, seperti ketika sudah terjadi anak anak melakukan selfharm," ujar Jasra.
Menurut Jasra, selfharm tidak hanya mengikuti tren, tapi merupakan puncak kondisi masalah anak hari ini. Yang semua kebutuhannya di dunia, dijawab melalui dunia digital. Namun anak anak di dalamnya tidak memiliki kedaulatan dan perlindungan.
"Dunia digital pada anak, terlalu dibebaskan dalam mekanisme pasar dan perkembangannya, sehingga anak anak yang belum siap, cenderung mudha di eksploitatif, terus menerus menjadi korban, tanpa bisa dicegah," kata Jasra.
Jasra menambahkan, meski Tiktok sudah mendaftar PSE, tapi yang memang sulit di kontrol adalah hal-hal yang dianggap di luar yang diatur, tetapi menganggu tumbuh kembang anak.
"Seperti fenomena selfharm tidak termasuk wilayah hukum tetapi pengobatan. Ini yang seringkali sulit diberantas, ajakan ajakan buruk di media social, diluar yang diatur," ujarnya.
Sebelumnya, Dinas Kesehatan (Dinkes) Magetan, Jawa Timur mendapati puluhan siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri melakukan self harm dengan cara menyayat pergelangan tangan mereka. Kemudian publik juga digegerkan dengan tindakan 52 pelajar di salah satu Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu yang secara massal melukai tangan mereka sendiri yang diduga karena pengaruh media sosial.
Konten lain, yang juga dinilai negatif juga sempat menjadi sorotoan, di antaranya kasus Popo Barbie, warga Air Hangat, Kabupaten Kerinci, Jambi, nekat membuat hingga menyebarkan video masturbasi bersama manekin karena ingin memperoleh viewers dengan jumlah yang besar di TikTok.
Lalu, ada juga video viral seorang ayah yang memarahi putrinya yang berumur 11 tahun karena memainkan permainan tak lazim. Putri dari ayah tersebut kedapatan asyik bermain permainan roleplay di TikTok sebagai orang dewasa.