MKMK: Praktik Pelanggaran Benturan Kepentingan Dianggap Wajar Para Hakim Konstitusi

Sidang Putusan MKMK
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan dalam keterangan yang diperoleh Majelis Kehormatan selama proses pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik hakim MK terdapat pertimbangan dalam memutus suatu perkara yang berpotensi munculnya benturan kepentingan. Uniknya, praktik potensi pelanggaran benturan kepentingan itu dianggap wajar para hakim konstitusi dalam menangani perkara. 

Majelis Kehormatan MK Wahiduddin Adams menuturkan potensi benturan kepentingan itu salah satunya terdapat dalam pertimbangan putusan Nomor 96/PUU/XVII/2020 ada benturan kepentingan masa jabatan hakim konstitusi dan masa jabatan ketua dan wakil ketua MK.

Wahiduddin menerangkan pertimbangan dalam putusan tersebut merupakan contoh dari adanya tradisi memeriksa perkara yang berpotensi munculnya benturan kepentingan sehingga tidak dilakukan secara hati-hati dengan argumentasi yang meyakinkan.

Wahiduddin Adams, Sidang Putusan MKMK

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

"Dengan tanpa maksud untuk menilai putusan MK, Majelis Kehormatan menilai bahwa telah terbangun tradisi untuk menguji norma padahal dibaliknya terkandung muatan kepentingan yang bisa memberi manfaat bagi keuntungan pribadi. Pada puncaknya adalah potensi benturan kepentingan yang melibatkan Ketua Mahkamah Konstitusi dalam penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 (gugatan batas usia capres-cawapres)," kata Majelis Kehormatan MK Wahiduddin Adams saat membacakan pertimbangan, Selasa, 7 November 2023. 

Menurutnya, potensi benturan kepentingan semestinya tidak akan terjadi seandainya setiap hakim konstitusi memiliki sensitifitas tinggi dan waspada terhadap isu benturan kepentingan.

Ia juga menilai budaya saling mengingatkan diantara sesama hakim apabila memang dirasakan adanya benturan kepentingan juga menjadi persoalan tersendiri.

"Praktik pelanggaran benturan kepentingan sudah menjadi kebiasaan yang dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Karena para hakim konstitusi secara bersama-sama membiarkan terjadinya praktik pelanggara kode etik dan perilaku hakim konstitusi yang nyata tanpa kesungguhan untuk saling ingat mengingatkan antar hakim, termasuk terhadap pimpinan, karena budaya kerja yang ewuh pakewuh, sehingga prinsip kesetaraan antar hakim terabaikan dan praktik pelanggaran etika biasa terjadi," paparnya

Edy Rahmayadi Ucapkan Selamat ke Bobby Nasution: Semoga jadi Pemimpin Amanah dan Bijaksana

Sidang Putusan Batas Umur Capres dan Cawapres di Mahkamah Konstitusi

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Sebelumnya, MKMK menyatakan menyatakan 6 hakim Mahkamah Konstitusi (MK) melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Putusan itu terkait salah satu laporan dengan Nomor 5/MKMK/L/10/2023 dengan terlapor enam hakim MK.

Ditolak MK, Tim Edy Rahmayadi-Hasan Segera Layangkan Gugatan ke PTUN

Enam hakim yang dimaksud dengan sanksi teguran lisan secara kolektif yaitu hakim Enny Nurbaningsih, Manahan MP Sitompul, Suhartoyo, Daniel Yusmic, Guntur Hamzah, dan Wahiduddin Adams.

Dalam perkara lainnya, MKMK menyatakan hakim terlapor Saldi Isra terbukti secara bersama-sama dengan hakim konstitusi lainnya melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip kepantasan dan kesopanan menyangkut kebocoran informasi rahasia rapat permusyawaratan hakim dan pembiaran praktik benturan kepentingan para hakim konstitusi dalam penanganan perkara.

MK Tolak Gugatan Edy Rahmayadi soal Hasil Pilgub Sumut, Begini Reaksi Bobby Nasution

"Menjatuhkan sanksi teguran lisan secara kolektif terhadap hakim terlapor dan hakim konstitusi lainnya," ujar Jimly
 
Sidang dibacakan tiga anggota Majelis Kehomatan MK, yakni Jimly Asshiddiqie sebagai ketua merangkap anggota, Wahiduddin Adams sebagai sekretaris merangkap anggota, dan Bintan R Saragih sebagai anggota. 

  

Ketua Umum Nasdem Surya Paloh,

Surya Paloh Bilang Penghapusan Ambang Batas Capres Tidak Tepat: Terjebak pada Euforia Demokrasi

Penghapusan presidential threshold merujuk amar Putusan MK No 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan MK pada Kamis, 2 Januari 2025.

img_title
VIVA.co.id
14 Februari 2025