Kasus Korupsi Tukin, 10 Pegawai ESDM Didakwa Rugikan Negara Rp27 Miliar

Ilustrasi gambar : Hukum
Sumber :
  • vstory

Jakarta Jaksa KPK ultimatum dakwaan kepada 10 pegawai Kementerian ESDM usai korupsi tunjangan kinerja (Tukin) hingga rugikan negara Rp27 Miliar. Sepuluh pegawai ESDM itu berulah untuk dapat uang haram dengan memanipulasi jumlah tunjangan kinerja bulanan yang diterima dengan cara menaikan jumlah tunjangan kinerja dari yang seharusnya diterima.

Dakwaan itu dibacakan jaksa KPK di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis 2 November 2023. Adapun sepuluh pegawai yang didakwa itu yakni Priyo Andi Gularso selaku Subbagian Perbendaharaan/PPSPM, Novian Hari Subagio selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), Lernhard Febrian Sirait selaku staf PPK, Abdullah selaku bendahara pengeluaran, Christa Handayani Pangaribowo selaku bendahara pengeluaran, Rokhmat Annashikhah selaku staf PPK, Beni Arianto selaku operator SPM, Hendi selaku bagian Penguji Tagihan, Haryat Prasetyo selaku bagian PPABP dan Maria Febri Valentine selaku Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi.

Gedung Kementerian ESDM

Photo :
  • vivanews/Andry Daud

Jaksa menyebutkan pada tahun 2020 silam, Ditjen Minerba Kementerian ESDM memiliki anggaran belanja pegawai sebanyak Rp 149,1 Miliar, uang itu terdiri dari gaji hingga tunjangan khusus atau tunjangan kinerja. Kemudian, dari anggaran tersebut tunjangan kinerja sebesar Rp 73,5 miliar.

Kemudian di bulan Juli 2020, terjadi kesepakatan manipulasi anggaran tersebut yang direncanakan oleh Lernhard dengan Priyo. Lernhard yang menjabat sebagai Sekretaris PPK pada Sekretariat Ditjen Minerba Kementerian ESDM TA 2020, sementara Priyo Andi selaku Kepala Sub bagian Perbendaharaan sebagai Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM).

Setelah itu, Priyo langsung meminta kepada Rokhmat agar dokumen milik Yoga Pratama untuk diserahkan kepada Lernhard. Memang, Yoga memiliki tugas memberikan file excel rekapitulasi tunjangan kinerja yang berisi nama, NIP, grade, nominal tukin, dan potongan.

Kemudian, Lernhard langsung melancarkan aksinya dengan mengubah besaran anggaran pegawai dari dokumen yang diterima Yoga itu. Setelahnya, dokumen langsung diberikan ke Rokhmat.

Rokhmat kemudian langsung mencetak dokumen berupa Surat Permintaan Pembayaran (SPP), Surat Perintah Membayar (SPM) beserta Daftar Rekapitulasi Pembayaran Tunjangan Kinerja Pegawai dan Daftar Nominatif Pembayaran Tunjangan Kinerja Pegawai yang telah dimanipulasi serta Surat Setoran Pajak (SSP) untuk diserahkan dan ditandatangai Novian Hari selaku pejabat PPK.

Kata Jaksa, dokumen tersebut tak dilakukan pengecekan sah atau tidaknya sebab para terdakwa sudah kongkalikong. Dokumen itu diserahkan ke Abdullah dan kemudian langsung dibayarkan.

Abdullah tidak melakukan pengujian tagihan karena sudah mengetahui adanya manipulasi tunjangan kinerja tersebut. Novian kemudian melakukan persetujuan (approval) pada aplikasi SAS.

Kasus Korupsi Timah, Saksi Ahli: Kerugian Negara Belum Jelas tapi Ekonomi Babel Sudah Hancur

"Bahwa Dokumen Surat Permintaan Pembayaran (SPP) beserta pendukungnya tersebut kemudian disampaikan kepada Priyo Andi Gularso untuk ditandatangani Surat Perintah Membayar (SPM) beserta lampirannya akan tetapi tanpa dilakukan pengujian atas kebenarannya karena telah mengetahui manipulasi pembayaran tunjangan kinerja," kata jaksa di ruang sidang.

Jaksa menyebutkan kalau uang tersebut langsung dicairkan di bulan Agustus-Desember 2020. Terdakwa menerima uang Rp8,7 miliar lewat rekening gaji perbulan masing-masing.

Dituntut 1,5 Tahun Bui soal Dugaan Sumpah Palsu, Begini Pembelaan Terdakwa Ike Farida

Setelah terdakwa Lernhard menyatakan transaksi itu aman, kata jaksa, mereka kembali melakukannya di tahun 2021.

"Priyo Andi Gularso menanyakan kepada Lernhard Febrian Sirait terkait sampling pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI. Kemudian Lernhard Febrian Sirait l menyampaikan manipulasi tunjangan kinerja TA 2020 aman dari pemeriksaan BPK RI sehingga Priyo Andi Gularso bersepakat dengan Lernhard Febrian Sirait agar manipulasi tunjangan kinerja dilanjutkan untuk TA 2021," kata jaksa.

Tom Lembong Ngaku Sampai Detik Ini Masih Belum Tahu Perbuatan yang Jadikan Dirinya Tersangka

Abdullah kembali meloloskan perbuatan Lernhard itu di tahun 2021, kendati Abdullah tidak mau menerima uang rasuah itu. Namun demikian, Lernhard justru memberikan sebuah mobil mobil Toyota Avanza warna Putih tahun pembuatan 2019 Nomor Polisi B-2904-FMD ke Abdullah atas perannya.

"Terdakwa I Abdullah masih terdapat kelebihan pembayaran tunjangan kinerja tahun 2021 sebesar Rp 4,3 juta," ungkapnya.

Total uang yang kembali dimanipulasi Lernhard cs itu berjumlah Rp 11,5 Miliar yang diberikan melalui rekening masing-masing. Uang itu dicairkan pada tahun 2021 di bulan Februari-Desember.

KPK gelar kasus korupsi tukin di kementerian ESDM.

Photo :
  • Zendy Pradana/ VIVA.

Jaksa menyebut komplotan Lernhard itu kembali melakukan di tahun 2022. "Lernhard Febrian Sirait menyusun rencana pembayaran tunjangan kinerja pegawai kepada 8 (delapan) orang pegawai untuk TA 2022 yaitu Terdakwa II Christa Handayani Pangaribowo, Terdakwa Ill Rokhmat Annashikhah, Terdakwa IV Beni Arianto, Terdakwa VI Haryat Prasetyo dan Terdakwa VII Maria Febri Valentine, Novan Hari Subagio, Lernhard Febrian Sirait dan Priyo Andi Gularso," kata jaksa.

Jaksa KPK menjelaskan kalau pencairan pembayaran tunjangan kinerja yang kembali dimanipulasi itu terjadi pada Januari-April 2022 sebesar Rp 7,2 miliar. Total kerugian negara akibat manipulasi tukin tahun 2020-2022 di Kementerian ESDM mencapai Rp 27 miliar.

"Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp 27,6 miliar atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut sebagaimana laporan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara atas dugaan tindak pidana korupsi pembayaran tunjangan kinerja pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM tahun anggaran 2020 sampai 2022 oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan," kata jaksa.

Lalu, para terdakwa dinyatakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya