Semua Dilaporkan, Jimly Sebut Sosok Hakim Konstitusi Ini Paling Bersih
- Ist
Jakarta - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie menyebut hakim MK, Wahiduddin Adams cocok menjadi anggota bagian MKMK karena paling bebas dari tuduhan pelanggaran kode etik hakim.
"Pak Wahid paling bebas dari tuduhan langgar kode etik. Makanya cocok dia jadi anggota MKMK," kata Jimly saat dihubungi, Kamis, 2 November 2023.
Maka itu, Jimly melakukan sidang secara khusus dan tertutup terhadap hakim Wahid. Ia disidang paling terakhir setelah dua hakim MK lainnya, yaitu Hakim MK Daniel Yusmic dan Guntur Hamzah.
"Sudah tadi [Hakim Wahid diperiksa] yang terakhir," pungkasnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi membentuk MKMK merespons sejumlah laporan masyarakat terhadap para hakim MK. Pembentukkan MKMK disahkan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). MKMK beranggotakan hakim MK Wahiduddin Adams, ketua pertama MK Prof Jimly Asshiddiqie, dan pakar hukum Prof Bintan Saragih.
Pelaporan terhadap para hakim MK imbas putusan MK yang memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin, 16 Oktober 2023.
Enam gugatan ditolak. Tapi MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023.
Putusan tersebut dianggap berpihak pada pencalonan Gibran tetap diketok meski dihujani empat pendapat berbeda atau Dissenting Opinion hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK.
Adapun, pembentukan MKMK itu menindaklanjuti sejumlah laporan dan pengaduan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi terkait penanganan uji materiil ketentuan syarat usia capres dan cawapres.
MK memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin, 16 Oktober 2023.
Enam gugatan ditolak. Namun, MK mengabulkan sebagian dari satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023.
Dalam putusan itu terdapat empat pendapat berbeda atau dissenting opinion hakim MK dan dua occuring opinion atau alasan berbeda dari hakim MK.