MKMK Tak Bisa Ubah Syarat Capres-Cawapres kecuali Ada Alasan Rasional, Kata Jimly

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Jakarta - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menegaskan bahwa pihaknya tak bisa mengubah putusan terkait perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal capres-cawapres.

KPU Tak Campuri Urusan Pribadi Hasyim Asy'ari

MKMK, katanya, tak memiliki kewenangan untuk menilai putusan MK yang dianggap bermasalah oleh para pelapor dugaan pelanggaran etik 9 hakim konstitusi, sesuai dengan UUD 1945 bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat.

Di sisi lain, Jimly membuka peluang untuk menerobos ketentuan itu apabila ada pendapat rasional, logis, dan masuk akal serta dapat diterima akal sehat.

Sidang Vonis SYL Digelar 11 Juli 2024

Sidang Putusan Batas Umur Capres dan Cawapres di Mahkamah Konstitusi

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

"Kita tidak menilai putusan MK. Tapi kalau anda ini bisa meyakinkan kami bertiga, dengan pendapat yang rasional, dan masuk akal, bisa diterima akal sehat, why not. Cuma harus dibuktikan. Tadi sudah dibuktikan, tapi kami belum rapat. Saya enggak tahu dari kami bertiga ini berapa orang yang sudah yakin, saya kok belum terlalu yakin gitu lho," kata Jimly kepada wartawan di Gedung MK RI, Jakarta, sebagaimana dikutip pada Rabu, 1 November 2023.

Kasus Hasyim Persoalan Pribadi, KPU Tak Minta Maaf kepada Publik

Jimly mengaku banyak sekali masalah yang dihadapi dalam perkara dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh sembilan hakim MK.

Ia juga menyebut ada tiga jenis sanksi yang dapat diberikan kepada hakim Mahkamah Konstitusi (MK) jika terbukti melanggar kode etik, antara lain teguran, peringatan hingga pemberhentian.

"Pemberhentian itu kalau secara eksplisit disebut pemberhentian dengan tidak hormat, tapi ada juga pemberhentian dengan hormat, pemberhentian bukan sebagai anggota tapi sebagai ketua," ujarnya.

Penghitungan Surat Suara Pemilu. (Foto Ilustrasi)

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

"Peringatan, variasinya bisa banyak, peringatan biasa, bisa juga peringatan keras, bisa juga peringatan sangat keras. Itu tidak ditentukan di dalam PMK, tapi variasinya mungkin," dia menambahkan. 

Begitu pun dengan sanksi teguran yang merupakan paling ringan untuk para hakim MK jika terbukti melanggar etik. Teguran yang diberikan bisa berupa teguran lisan maupun tertulis.

"Paling ringan, itu teguran. teguran lisan, teguran tertulis. Jadi teguran, peringatan, pemberhentian. Variasinya tunggu saja nanti. Jadi itu nanti kreativitas MKMK. Kira-kira ini baiknya bagaimana," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya