Hakim Konstitusi Dilaporkan Pelanggaran Etik, MK Bikin Majelis Kehormatan Ada Jimly Assiddiqie

Ilustrasi Suasana sidang di Mahkamah Konstitusi (MK)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menunjuk 3 orang sebagai anggota Majelis Kehormatan MK (MKMK) buntut adanya laporan dari masyarakat terkait dugaan pelanggaran kode etik terhadap hakim konstitusi.

Soal Penetapan Tersangka Tom Lembong, Pakar Hukum sebut Kejagung Dikriminatif

Ketiga orang tersebut ialah Jimly Assiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams. Mereka akan menjadi MKMK yang bersifat Ad Hoc.

"Sembilan hakim tidak bisa memutus apalagi berkaitan dengan persoalan laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim, maka kami telah melakukan RPH (Rapat Permusyawaratan Hakim) untuk menyegerakan membentuk Majelis MKMK," ujar Hakim Konstitusi, Enny Nurbaningsih, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin, 23 Oktober 2023.

Putusan MK soal Hukuman bagi Aparat Tak Netral dalam Pilkada Kurang Berefek Jera, Kata Akademisi

Keanggotaan itu merupakan perwakilan dari tiga unsur. Jimly mewakili unsur tokoh masyarakat, Bintan mewakili akademisi, sedangkan Wahiduddin mewakili hakim konstitusi yang masih aktif.

Laporan dugaan pelanggan kode etik dan pedoman perilaku hakim, ini disampaikan sejumlah pihak lantaran MK mengabulkan gugatan dalam perkara 90/PUU-XXI/2023, yang akhirnya membuat capres-cawapres berumur di bawah 40 tahun bisa maju di Pilpres 2024 asalkan sedang menjabat kepala daerah.

MK: Pejabat Daerah dan TNI/Polri Tak Netral di Pilkada Bisa Dipidana

"Jadi, kami sudah sepakat untuk menyerahkan sepenuhnya ini kepada MKMK. Biarlah MKMK yang bekerja sehingga kami hakim konstitusi akan konsentrasi ke perkara yang kami tangani sebagaimana kewenangan dari MK," katanya.

Dalam putusan tersebut, MK memperbolehkan orang yang berusia di bawah 40 tahun menjadi capres atau cawapres jika pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui pilkada.

"Mengadili mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK Anwar Usman di Gedung MKRI, Senin, 16 Oktober 2023.

MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang menyatakan "berusia paling rendah 40 tahun" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 

"Sehingga pasal 169 huruf q selengkapnya berbunyi 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'," kata Anwar.

MK kemudian menjelaskan alasan sebagian gugatan itu karena batas usia Capres/Cawapres tidak diatur resmi dalam UUD 1945. 

Putusan itu mendapatkan banyak reaksi masyarakat lantaran dianggap membuka jalan bagi keponakan Anwar, yaitu Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya