Soal Racun Sianida di Tubuh Mirna Hanya Ada 0,2 mg, Begini Kata Jaksa Shandy Handika

Jaksa Shandy Handika
Sumber :
  • Tangkapan Layar

Jakarta – Edward Omar Syarif Hiarej selaku Wakil Menteri Hukum & Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) dan Shandy Handika sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU) angkat bicara soal kasus kopi sianida.

Tega! Wanita di Palembang Bunuh Adik Ipar Pakai Jamu Berisi Racun

Sebab, masyarakat kini semakin yakin jika Jessica Wongso tidak bersalah lantaran banyak kejanggalan-kejanggalan atas kasus ini yang sudah terjadi tujuh tahun yang lalu.

Shandy Handika, dalam podcast Denny Sumargo mengatakan jika kerongkongan dan lambung Mirna korosif, menurut hasil pemeriksaan oleh dokter Slamet Purnomo.

Akun Instagram, TikTok, dan Twitter Jessica Wongso usai Bebas Bersyarat, Pengikutnya Ratusan Ribu!

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kopi Sianida tahun 2016, Shandy Handika

Photo :
  • YouTube Denny Sumargo

Kemudian ia pun berpikir, jika si Mirna tidak menenggak racun kenapa kerongkongannya korosif? Kata dokter Slamet, dijelaskan oleh Shandy, mengatakan, saking banyaknya racun yang masuk ke dalam tubuh Mirna, sehingga kerongkongan korosif.

Jessica Wongso Pamer Bakat Baru di TikTok, Cover Lagu Viral Usai Bebas dari Penjara

“Dokter Slamet Purnomo di persidangan kalau tidak salah menyatakan, dia itu saking banyaknya racun yang dia minum, waktu awal diperiksa itu 70 menit, belum sampai bawah sudah asfiksia. Jadi sudah langsung kehabisan napas,” terang Shandy.

“Kalau kita lihat di videonya, dua menit setelah minum langsung kolaps saking banyaknya racun di situ. Tidak bisa lagi bertahan untuk menahan efek racun itu,” imbuhnya.

Shandy Handika sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU)

Photo :
  • YouTube Curhat Bang Denny Sumargo

Racun sianida yang ditemukan di tubuh Mirna hanya 0,2 mg setelah tiga hari meninggal. Juga, ditemukan setelah dilakukan proses embalming atau pembalsaman. Ini bisa jadi, kata Shandy, ada penguraian. Sehingga racun terurai dan menjadi 0,2 mg.

“0,2 mg itu ditemukan 3 hari setelahnya dan itu setelah melalui proses embalming, pembalsaman. Dan itu ada penguraian, racun itu terurai pada saat proses embalming,” jelas Shandy.

“Kalau racun itu tidak sedemikian banyaknya, setelah diembalming pasti nol,” pungkasnya.

Dia pun kemudian mengutip sebuah pernyataan dari ahli bahwa, saking banyaknya racun, setelah tiga hari pun sudah melalui proses embalming masih ada racun 0,2 mg, harusnya nol.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya