Ahli Forensik: Sampel Muntahan, Urine, Darah dan Hati Mirna Negatif Sianida Kecuali Lambung

Dokter Djaja
Sumber :
  • YouTube dr. Richard Lee, MARS

Jakarta – Saat ini, kasus kontroversial tewasnya Mirna Salihin, yang dikenal dengan julukan 'Kopi Sianida,' kembali menjadi perbincangan setelah dirilisnya film dokumenter berjudul 'Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso.'

Film dokumenter ini mengulas sejumlah tahapan dalam proses hukum yang terkait dengan kematian Mirna Salihin. Kasus ini menarik perhatian luas karena dianggap memiliki banyak kejanggalan. Salah satu permasalahan yang terungkap dalam film tersebut adalah penemuan sianida sebesar 0,2 mg/liter di dalam lambung Mirna Salihin.

Ahli forensik, dr Djaja Surya Atmadja

Photo :
  • Tangkapan layar

Hal ini disampaikan oleh Ahli Forensik yang memeriksa jenazah Mirna, dr. Djaja Surya Atmaja saat menjadi bintang tamu di saluran YouTube dr. Richard Lee. Dr. Djaja mengungkapkan bahwa penyebab kematian Mirna bukanlah sianida. Menurut hasil pemeriksaan dari beberapa sampel organ Mirna, tidak ditemukan adanya sianida.

Dokter Djaja Surya Atmadja menuturkan bahwa sampel pertama tersebut merupakan muntahan Wayan Mirna Salihin pada saat dibawa ke Rumah Sakit (RS).

Kala itu, dia masih sadar dan muntah-muntah, apa yang keluar dari tubuhnya pun kemudian diambil untuk dianalisis. "Iya (Yang muntahan di Rumah Sakit), itu jadi baru hidup tuh. Enggak ada (sianida)," ujarnya.

"Waktu itu, diambil contohnya cuma perut, isi lambungnya, jaringan hati, darah, urine. Hasil pemeriksaan yang dikirim ke Puslabfor menyatakan sianida negatif. Seluruh sampel seperti darah, hati dan urine negatif sianida, kecuali di lambung, di mana ditemukan sianida sebanyak 0,2 mg/liter," ungkap dr. Djaja.

Dokter Djaja kemudian mempertanyakan asal muasal sianida tersebut dan menyatakan bahwa kadar 0,2 mg/liter adalah jumlah yang sangat kecil. Dia mengindikasikan bahwa kadar ini mungkin saja berasal dari proses pembusukan.

Mensesneg Sebut Ajudan dan Dokter Pribadi Prabowo Masih Proses Seleksi

Menurutnya, jika seseorang telah terkena sianida, tanda yang jelas akan muncul di organ-organ tubuh seperti hati, darah, dan urine dalam bentuk senyawa tiosianat. Namun, hasil pemeriksaan tidak menunjukkan adanya senyawa tersebut di dalam tubuh Mirna Salihin.

PB IDI Kecam Pejabat yang Pukul Dokter di Papua, Minta Pelaku Ditindak Keras

Selain itu, Djaja diketahui merupakan dokter yang bertugas untuk memformalinkan Mirna Salihin di rumah duka RS. Dharmais Jakarta. Saat itu, menurut keterangan Mirna masih sadarkan diri saat dibawa ke IGD RS Abdi Waluyo. Usai menjalani pemeriksaan, ternyata Mirna meninggal dunia.

"Dia waktu itu masih hidup habis dari Olivier masih hidup. Dibawa ke rumah sakit Abdi Waluyo ke IGD, masih hidup. Dia muntah-muntah diambil sampel lambungnya sama dokternya. Dia meninggal, dikasih surat kematian," katanya.

Panduan Lengkap Menggunakan Telemedicine untuk Konsultasi Dokter Online

Lebih lanjut, jenazah Mirna kemudian dibawa ke RS Dharmais. Saat itu, dr. Djaja merupakan satu-satunya dokter yang melakukan pengawetan di rumah sakit tersebut.

Diungkap Djaja sebagai seorang dokter, dia sempat menanyakan terkait riwayat pasien yang meninggal saat itu. Saat itu ada yang mengutarakan padanya Mirna meninggal akibat sianida. Mendengar hal itu, dia meminta agar jenazah tersebut diautopsi.

Saat itu, dr. Djaja kemudian bertemu dengan ayah Mirna, Edi Darmawan.Edi sendiri tak mau jika anaknya diautopsi. 

Dijelaskan oleh Djaja jika jenazah Mirna kala itu tidak diautopsi maka dia tidak bisa melakukan proses formalin atau mengawetkan mayat Mirna. "Karena aturannya tidak boleh. Itu urusan polisi dulu, kalau sudah diformalin kemudian diautopsi pasti nangis perih kan. Itu bisa merubah isi kalau di lambung ada sedikit kemasukan formalin jadi berubah," jelasnya.

Penjelasan dr. Djaja mengundang pertanyaan serius tentang apakah sianida adalah penyebab kematian Mirna Salihin. Temuan ini menambah berbagai pertanyaan yang sudah ada terkait kasus ini.

Film dokumenter ini membuka diskusi baru tentang 'Kopi Sianida' dan mengundang berbagai pendapat dari masyarakat.

Jessica sempat ajukan PK, tetapi ditolak Sebagai informasi, pada 27 Oktober 2016, Jessica divonis 20 tahun penjara atas kasus pembunuhan berencana dengan memasukkan racun sianida ke dalam es kopi korban.

Ahli forensik, dr Djaja Surya Atmadja

Photo :
  • Tangkapan layar

Wayan Mirna meninggal dunia setelah menyeruput es kopi Vietnam di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat. Kejadian tersebut berlangsung pada 6 Januari 2016, saat Mirna tengah reuni bersama Jessica dan Hani Boon Juwita.

Sempat dibawa ke sebuah klinik di Grand Indonesia, Mirna mengembuskan napas terakhirnya dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Abdi Waluyo. Hasil penyelidikan polisi mengungkapkan, terdapat zat sianida dalam kopi Mirna.

Racun mematikan ini juga ditemukan di lambung korban. Usai penyelidikan lebih dalam terhadap para saksi dan bukti, serta melakukan gelar perkara, polisi akhirnya menetapkan Jessica sebagai tersangka pada akhir Januari 2016. Setelah 32 kali persidangan, hakim menyatakan Jessica membunuh Mirna dengan motif sakit hati karena dinasihati soal asmara.

Jessica telah mengajukan upaya hukum hingga kasasi, tetapi ditolak oleh Mahkamah Agung (MA). Tak menyerah, dia pun menempuh upaya hukum luar biasa dengan mengajukan peninjauan kembali (PK) lantaran merasa tidak membunuh temannya.

Tetapi, pada 3 Desember 2018, MA memutuskan untuk menolak permohonan PK, sehingga Jessica tetap dihukum 20 tahun penjara.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya