Tak Terima Jadi Tersangka Korupsi Rp 2,1 Triliun, Karen Agustiawan Lawan KPK
- Antara
Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah resmi menahan mantan Direktur Utama PT Pertamina, Karen Agustiawan karena terlibat kasus korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina. Lantas, Karen pun melawan KPK dengan mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan, Karen telah mengajukan gugatan sejak 6 Oktober 2023 kemarin.
"Klasifikasi perkara sah atau tidaknya penetapan tersangka," bunyi SIPP PN Jakarta Selatan yang dikutip, Senin 9 Oktober 2023.
Adapun nomer perkara gugatan Karen tersebut adalah 113/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL. Sidang pertama rencananya akan digelar pada Senin 16 Oktober 2023 besok.
"Sidang pertama 16 Oktober 2023," lanjut SIPP PN Jakarta Selatan.
Sebelumnya, Mantan Direktur Utama PT Pertamina, Karen Agustiawan ditetapkan sebagai tersangka atas kasus tindak pidana korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina. Penyidik KPK langsung menahan Karen usai ditetapkan sebagai tersangka.
Penahanan terhadap Karen dilakukan setelah menjalani pemeriksaan sejak Selasa, 19 September 2023 pagi. Karen sendiri nampak mengenakan baju tahanan KPK berupa rompi berwarna oranye.
"Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik melakukan penahanan tersangka GKK alias KA selama 20 hari pertama terhitung 19 September 2023 sampai dengan 8 Oktobet 2023 di Rutan KPK," kata Ketua KPK, Firli Bahuri dalam konferensi pers, Selasa, 19 September 2023.
Kasus ini berawal saat PT Pertamina memiliki rencana untuk mengadakan liquefied natural gas (LNG) sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia pada 2012 lalu. Pengadaan LNG dibutuhkan melihat perkiraan defisit gas yang akan terjadi di Indonesia pada 2009-2040.
Karen yang menjadi Dirut Pertamina periode 2008-2014 mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri di antaranya perusahaan CCL LLC Amerika Serikat.
"Saat pengambilan kebijakan, KA secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina," ungkapnya.
"Pun, pelaporan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) jugatudaj dilakukan sama sekali. Sehingga tindakan KA tidak mendapat restu dan persetujuan pemerintah," sambung Firli.
Singkat cerita, seluruh kargo LNG milik Pertamina yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tak terserap di pasar domestik. Sehingga kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke Indonesia.
Akibatnya, harus dijual dengan kondisi merugi di pasar internasional oleh PT Pertamina. Perbuatan Karen ini kata Firli menyebabkan kerugian keuangan negara USD140 juta yang ekuivalen dengan Rp2,1 triliun.
Karen disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.