Warga Bekasi Tolak PSEL yang Dibangun Investor China

Fasilitas pengolahan sampah Refuse Derived Fuel (RDF) plant di Bantar Gebang
Sumber :
  • Sudin Lingkungan Hidup Jaktim

Bekasi – Warga di wilayah Ciketing Udik, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi menolak keberadaan Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) yang akan dibangun oleh investor asal China yang menjadi mitra pengolahan sampah Kota Bekasi. 

Patut Dicontoh! Momen Suporter Jepang Bersihkan Sampah di Stadion Usai Lawan Timnas Indonesia

Sarin Sunardi, Ketua RW 04 Ciketing Udik, mengatakan, sampai saat ini tidak ada sosialisasi oleh pemerintah kota Bekasi maupun investor dan perusahaan swasta tentang rencana pembangunan PSEL di lingkungannya.

Sarin menambahkan, warga di sini mengetahui rencana pembangunan PSEL itu hanya dari berita-berita yang muncul di media.

Ridwan Kamil Ingin Buat Pasukan Tiga Rompi untuk Urus Masalah Banjir hingga Anak Jalanan di Jakarta

Fasilitas pengolahan sampah Refuse Derived Fuel (RDF) plant di Bantar Gebang

Photo :
  • Sudin Lingkungan Hidup Jaktim

Warga juga mengaku keberatan jika kawasan pemukimannya menjadi tempat pengolahan sampah.

Kementerian LH Kirim Surat Peringatan ke 306 Kepala Daerah Terkait Pengelolaan Sampah

“Warga di sekitar lokasi dan pemilik tanah merasa seperti ditipu karena informasi yang disampaikan sebelumnya bukan untuk tempat pengolahan sampah,” tutur Sarin, dalam keterangannya, pada Jumat, 6 Oktober 2023.

Sekitar 20 pemilik sertifikat tanah di wilayah RW 04 yang akan dijadikan lokasi proyek pengolahan sampah mengira tanahnya akan dijadikan lokasi pembangunan folder atau penampungan air dan rekreasi olahraga. Sehingga, mereka mau menyerahkan sertifikat asli tanah mereka kepada pihak-pihak perantara.

Sebanyak 12 dari sekitar 20 pemilik sertifikat tanah merupakan warga daerah Ciketing Udik, sisanya warga luar wilayah itu, dengan total luas lahan sekitar 5 hektare. 

Saat sosialisasi rencana pembangunan folder air dan area rekreasi hijau, warga dibujuk bahwa mereka perlu mendukung program pemerintah dan BUMD.

Padahal, tanah tersebut diperuntukkan untuk perusahaan swasta atau investor asal China mitra pengolahan sampah.

“Warga mau bekerjasama, karena tanahnya dibeli oleh pemerintah kota bekasi atau BUMD,” tutur Sarin lagi.

Menurut Sarin, setiap pemilik sertifikat telah diberikan uang tunggu sebesar Rp 30 juta per bidang tanah/sertifikat.

Sebagai gantinya, pemilik tanah menyerahkan sertifikat asli kepada perantara.

“Mereka dijanjikan jika proyeknya tidak jadi, sertifikatnya akan dikembalikan, dan uang tunggu akan hangus,” tutur Sarin.

Menurut Sarin, setiap pemilik tanah tersebut telah mengikat kesepakatan jual beli sebesar Rp 1,5 juta per meter persegi (m2), namun warga hanya menerima Rp 1,1 juta per M2.

“Sisanya sebanyak Rp400 ribu per M2, untuk biaya administrasi tanah dan untuk aparat pemerintah daerah, begitu laporan warga kepada saya,” tambah Sarin. 

Area terbuka hijau di Ciketing Udik tersebut lokasinya sekitar 1 kilometer dari pintu masuk kawasan TPA Sumurbatu, Bantargebang.

Saat ini, kawasan tersebut merupakan area pemukiman penduduk dan termasuk zona hijau, bukan zona untuk kegiatan industri atau tempat pembuangan sampah.

"Kami keberatan tempat kami dijadikan TPA, karena akan menimbulkan polusi, kebisingan, dan lain-lain,” tutur Sarin. 

Di wilayah Sumurbatu, kata Sarin, sebenarnya masih ada lahan yang dapat dijadikan sebagai TPA sekaligus lokasi PSEL, yang masih sesuai dengan peruntukannya.

“Mengapa lokasi PSEL mengambil lokasi di wilayah kami, dan informasi yang disampaikan ke warga bukan untuk pembangunan folder air, ternyata untuk PSEL,” terang Sarin.

Sebagai informasi, pembangunan instalasi pengolahan sampah menjadi energi listrik di Kota Bekasi tertuang dalam Perpres nomor 35 tahun 2018 tentang percepatan pembangunan instalasi pengolah sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan.

Kota Bekasi, menjadi salah satu daerah yang ditunjuk untuk melaksanakan percepatan tersebut seperti tertuang dalam Perpres ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya