NCW Klaim Temukan 7 Kejanggalan Proyek Rempang

Bentrok warga Rempang dengan polisi
Sumber :
  • vstory

Batam – Penolakan pembangunan Rempang Eco-City memicu bentrokan antara warga dengan aparat gabungan dari TNI, Polri, dan Direktorat Pengamanan Aset BP Batam, di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, sejak 7 September 2023 lalu. Kasus tersebut, sampai saat ini juga masih menjadi sorotan dan masih bergulir 

Baru-baru ini, Nasional Corruption Watch (NCW) mengungkapkan hasil penyelidikan dan pengumpulan data informasi terkait karut marut relokasi lahan masyarakat Pulau Rempang.

Mereka juga menduga adanya korupsi dan pengaturan nilai investasi guna menguntungkan beberapa pihak pada Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City.

Massa di Mataram menggelar aksi solidaritas terhadap masyarakat Rempang

Photo :
  • Satria Zulfikar

Ketua DPP NCW, Hanifa Sutrisna menemukan bahwa setidaknya terdapat tujuh temuan yang didapati oleh pihaknya dalam polemik Rempang Eco-City.

Temuan pertama, terkait rekam jejak kegagalan Xinyi melanjutkan komitmen investasi di Gresik dan Bangka Selatan.

“Dari data yang NCW temukan, sebelum Pulau Rempang, ternyata Xinyi Glass pernah membuat MoU yang sama dengan Kawasan Industri Sadai tahun 2020 di Bangka dengan janji akan menyiapkan US$6-7 miliar,” jelasnya dalam konferensi pers di Kantor DPP NCW, Jakarta, Senin, 2 Oktober 2023.

Investasi Xinyi di Belitung, jelas Hanifa, saat itu digadang untuk menggarap pengolahan mineral tambang pasir kuarsa.

Eks Mendes Abdul Halim Iskandar Diperiksa KPK soal Korupsi Dana Hibah di Jatim

Rencana investasi ini disampaikan General Manager (GM) International Business Development Xinyi Group Cheng Gang kepada Pj Gubernur Provinsi Bangka Belitung Ridwan Djamaluddin di Pangkalpinang pada November 2022.

“Namun, begitu akan dilanjutkan untuk proses MoA (Memorandum of Agreement), Xinyi Glass seperti raib dan hilang tanpa kabar berita, dan beredar alasan belum dilanjutkan proyek industri kaca terbesar di ASEAN oleh Xinyi Glass karena tidak tersedianya gas di kawasan Bangka Belitung Industrial Estate, Sadai Bangka Selatan," ungkap Hanifa.

Senjata Ampuh Berantas Korupsi

Sengkarut Tanah di Rempang

Photo :
  • VIVA

Kemudian, Hanifa turut menyinggung komitmen investasi Xinyi Glass bernilai US$700 juta di Gresik, Jawa Timur pada tahun 2022.

4 Sikap Masyarakat Anti Korupsi dalam Wujudkan Indonesia yang Adil dan Bersih

Progres investasi di Gresik, jelas Hanifa, juga tidak jelas ujungnya. hal ini diduga karena rendahnya kemampuan keuangan Xinyi.

Dugaan rendahnya kemampuan keuangan Xinyi Glass ini tercermin dalam laporan keuangan konsolidasi Xinyi Glass Holdings Limited Tahun 2022, yang diaudit EY Ernst & Young's.  

“Hasil laporan keuangan E&Y ini membantah jika disebut Xinyi Group perusahaan berkelas dunia dengan jangkauan pasar global yang dominan. Faktanya, 68 persen penjualan Xinyi Glass di pasar lokal China, bukan dunia," ngkap Hanifa.

“Lalu bagaimana mungkin Xinyi Group bisa investasi hingga US$11,5 miliar?  Apakah hanya untuk menggoreng saham Xinyi Glass Holding Limited agar naik dan menguntungkan pihak-pihak yang terlibat dalam persekongkolan jahat ‘investasi bodong’ perusahaan pabrik kaca asal Tiongkok tersebut?," tegas Hanifa.

Setelah mencuatnya bentrokan masyarakat Pulau Rempang dengan Aparat, Hanifa menilai Xinyi kena batunya. Insiden tersebut diduga membuat saham mereka turun hingga 20 persen pada 26 September 2023. 

Kemudian, NCW juga menyoroti studi Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) Proyek Eco City Rempang yang belum dituntaskan.

Menurut NCW, hal tersebut terindikasi dari undangan Kepala Pusat Perencanaan Program Strategis BP Batam, Nomor B-4392/A2.1/PT.02/09/2023 tentang Konsultasi Publik Penyusunan Dokumen AMDAL Kawasan Rempang Eco City. 

“Ini menjadi pertanyaan publik selanjutnya, apakah sebuah mega proyek bisa dilaksanakan dan dianggap sudah melewati proses kajian yang komprehensif sehingga layak untuk diteruskan?," ujar Hanifa.

NCW juga menyoroti pernyataan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang mengeklaim bahwa hanya 20 persen masyarakat Pulau Rempang yang tidak setuju untuk dipindahkan dan sebagian besar menolak karena tidak memiliki alas hak atas tanahnya. 

“Namun rakyat di lapangan, menurut hasil penyelidikan dan pengumpulan data informasi dari sumber terpercaya dan pengaduan masyarakat ke DPP NCW, 80 persen masyarakat Pulau Rempang yang memiliki alas hak SHM, menolak untuk dipindahkan atau direlokasi ke lokasi baru."

Temuan keempat, soal pembiayaan relokasi dan penggusuran tanah masyarakat Pulau Rempang belum dialokasikan oleh pemerintah pusat atau pun BP Batam.

Sementara itu, temuan kelima, awal mula Konflik lahan di Pulau Rempang terjadi pada tahun 2001 berawal dari diterbitkannya HPL ( Hak Pengelolaan Lahan) oleh pemerintah pusat dan BP Batam.

HPL tersebut diterbitkan untuk perusahaan swasta, yang kemudian HPL tersebut berpindah tangan ke PT.Makmur Elok Graha (PT MEG).

Kemudian, temuan keenam, Hanifa menjelaskan, DPP NCW menemukan masih terus dilakukannya intimidasi oleh oknum APH dan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Mereka meminta masyarakat yang terdampak relokasi di Pulau Rempang untuk segera menyetujui rencana relokasi ke lokasi baru yang belum tersedia hingga saat ini. 

Terakhir, temuan ketujuh, NCW mempertanyakan pernyataan Kepala BP Batam terkait setoran uang wajib tahunan (UWT) yang meminta dana APBN, padahal konsesi sudah diserahkan kepada pihak swasta yakni PT MEG.

“Hitungan UWT dimaksud apakah 7000 rupiah dikalikan 17.600 hektare baru menjadi Rp1,2 triliun atau 7000an hektare dikalikan tarif UWT Rp 21.428/m2 menjadi Rp1,5 triliun?," tegas Hanifa. 

“Namun jika MEG dapat pengalokasian awal sejak 2001 seluas 16.583 hektare, maka UWT yang harus dibayar adalah Rp3,6 triliun (tarif Rp 21.750/m2), jadi sisa kewajiban UWT bagaimana ceritanya?," pungkasnya.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, NCW juga meminta Pemerintah tidak memaksakan proyek itu berjalan sesuai waktu yang telah ditentukan.

Hanifa menilai proyek Rempang Eco-City perlu ditunda kegiatan relokasi dan penggusuran tanah rakyat di Pulau Rempang. Setidaknya, hingga rampungnya Pemilihan Umum pada Februari 2024 mendatang.

Ia mengungkapkan bahwa proyek tersebut berpotensi memantik konflik sosial yang serius bagi stabilitas keamanan dalam negeri.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya