Kisah Ratna Indah Kurniawati Melawan Dusta Kusta di Kota Santri

Ratna Indah Kurniawati penerima apresiasi SATU Indonesia Awards 2011
Sumber :
  • Satu Indonesia

Pasuruan - Kusta oleh banyak masyarakat dipandang sebagai penyakit yang menjijikan. Bahkan lebih dari itu, kusta masih dipandang sebagai penyakit kutukan. Stigma negatif tersebut membuat pasien kusta cenderung dijauhi masyarakat.

Stigma negatif terhadap penderita kusta memang telah lama mengakar. Wajar saja, penyakit ini telah ada sejak 600 sebelum masehi. Masa itu di Mesir hingga India penderita kusta akan diasingkan untuk menghindari penularan.

Penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman bernama Mycobacterium leprae ini sudah lama masuk ke Indonesia. Bahkan dilansir dari laman Kementerian Kesehatan, Indonesia menjadi penyumbang kusta nomor 3 di dunia setelah India dan Brazil.

Pada tahun 2021 angka penderita kusta baru sebanyak 7.146 kasus dengan proporsi anak di angka 11 persen.

Ilustrasi penderita kusta.

Photo :
  • Pixabay/Tusita Studio

Kementerian Kesehatan menargetkan eliminasi kusta pada 2024. Namun hambatan muncul di saat masyarakat masih adanya stigma dan diskriminasi penderita kusta di tengah masyarakat. Ini membuat penderita semakin sulit terdeteksi.

Dialah Ratna Indah Kurniawati seorang perawat di Puskesmas Kecamatan Grati di Kota Santri Pasuruan. Ratna mendobrak stigma negatif masyarakat tentang penyakit lepra ini. Dia turun tangan menangani masyarakat yang menderita penyakit kusta.

Ratna berusaha merawat pasien-pasien kusta di Desa Rebalas, Kecamatan Grati, Pasuruan, Jawa Timur. Dia mengetahui kusta memang penyakit menular, namun bukan berarti harus dijauhi, namun tetap dibantu penyembuhannya dengan standar perlindungan diri yang aman, bukan justru dikucilkan.

Musim Hujan Bikin Sakit? Ini 5 Penyakit yang Harus diwaspadai

Seorang penderita kusta yang dirawat Ratna adalah Amat. Dia telah menderita kusta pada 1997. Saat itu salah satu jarinya tanggal atau putus tanpa rasa sakit. Dia memang telah lama mengalami mati rasa akibat penyakit tersebut. Menyusul kemudian satu per satu jari lainnya ikut lepas.

Tanpa jari tangan, Amat bekerja serabutan dan terpaksa bergantung pada orang tuanya. Amat hanya bisa bekerja serabutan mencari kayu bakar atau memetik sayur.

Hati-hati, Saraf Kejepit yang Tak Diobati Bisa Berujung Stroke dan Merambat ke Organ Vital Lain

Namun itu sudah berlalu, pada Agustus 2011 pria yang saat itu berusia 40 tahun sudah bisa tersenyum karena telah sembuh setelah mendapat perawatan yang baik dari Ratna.

Kini Amat menjadi pengusaha jangkrik. Setiap bulan dia bisa memanen 26 kilogram jangkrik. “Harga jualnya Rp20 sampai 30 ribu per kilo,” kata Amat.

Kasus KLB Meningkat di Kalangan Anak Sekolah, IDAI Ingatkan Pentingnya Vaksinasi

Meski belum mendapatkan keuntungan signifikan, namun Amat sudah bisa sembuh dari penyakit kusta. Ini menjadi kebahagian yang besar.

Tidak Cuma Amat, berkat hati mulia Ratna, dua penderita kusta lainnya telah sembuh dan menjadi juragan jangkrik, menjahit dan menyulam.

“Semuanya ada 20 mantan penderita yang sudah dapat bekerja,” kata Ratna.

Ratna Indah Kurniawati penerima apresiasi SATU Indonesia Awards 2011

Photo :
  • Satu Indonesia

Ratna menjadi perawat sejak 2004. Wanita kelahiran 23 April 1980 bertugas sebagai perawat dan pengelola program kusta di Puskesmas Grati. Dia mendata ulang penderita kusta di wilayah kerjanya yang mencakup sembilan desa.

Ratna tidak segan mendatangi para penderita kusta satu per satu untuk mengetahui perkembangan penyakit mereka.

Berkat kemuliaan hatinya, Ratna Indah Kurniawati menjadi penerima apresiasi Semangat Astra Terpadu untuk (SATU) Indonesia Awards 2011. SATU Indonesia Awards merupakan wujud apresiasi Astra untuk generasi muda, baik individu maupun kelompok, yang memiliki kepeloporan dan melakukan perubahan untuk berbagi dengan masyarakat sekitarnya di bidang kesehatan, pendidikan, lingkungan, kewirausahaan, dan teknologi, serta satu kategori kelompok yang mewakili lima bidang tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya