Polda Jateng Ungkap Korupsi Dana Pensiun Perusahaan Pelabuhan dan Pengerukan, Negara Rugi Rp4,9 M

Polda Jateng Ungkap Korupsi Dana Pensiun Perusahaan Pelabuhan dan Pengerukan
Sumber :
  • TribrataNews Polres Wonogiri

Semarang – Polda Jawa Tengah (Jateng) telah mengungkap sebuah kasus korupsi di anak perusahaan BUMN dengan total kerugian mencapai Rp. 4,9 Milyar.

Sekda Jember Ditahan karena Korupsi Billboard, Negara Dirugikan Rp1,7 Miliar

Dua individu dengan inisial EW dan US, yang terkait dengan manajemen Dana Pensiun Perusahaan Pengerukan dan Pelabuhan (DP4), saat ini tengah menjalani proses hukum. Sementara itu, seseorang dengan inisial JA yang merupakan mitra bisnis perusahaan tersebut masih dalam pengejaran.

Hal tersebut disampaikan oleh Dirreskrimsus Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio, yang didampingi oleh Kabidhumas Kombes Pol Satake Bayu Setianto dalam sebuah konferensi pers mengenai kasus korupsi di kantor Ditreskrimsus Polda Jateng, Banyumanik Semarang, pada Rabu 27 September 2023.

Sekda Jember Ditahan Polda Jawa Timur Usai Diperiksa Kasus Korupsi

Awal mula kasus

Ilustrasi barang bukti kasus korupsi

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa
Mangkrak 10 Tahun, Kasus Payment Gateway Denny Indrayana Dinilai Harus Ada Kepastian Hukum

Awal mula kasus ini terjadi pada 2013 ketika manajemen DP4, yang berada di bawah PT Pelindo, berniat menginvestasikan dana pensiun dengan cara membeli tanah untuk proyek perumahan. Investasi tersebut dirancang oleh EW dan US, yang merupakan bagian dari manajemen DP4.

“Tersangka EW merupakan mantan Direktur Utama (dirut) Dana Pensiun Perusahaan Pengerukan dan Pelabuhan (DP4), sedangkan US adalah mantan Manajer Investasi DP4” ungkap Dirreskrimsus dalam keterangan resminya, dikutip Rabu, 27 September 2023.

Keduanya kemudian bekerjasama dengan JA untuk membeli 5 bidang tanah seluas 37.476 meter persegi di Salatiga senilai Rp. 13,7 milyar. Namun ternyata dalam proses investasi pembelian tanah tersebut terjadi serangkaian perbuatan melawan hukum.

“Pembelian tanah untuk keperluan invetasi tersebut bertentangan dengan arahan Kemenkeu terkait investasi serta SOP dari DP4 tentang investasi, Selain itu berdasarkan Perda Kota Salatiga tanah yang dibeli juga masuk zona Pertanian Kering sehingga tidak bisa dijadikan lahan perumahan,” terangnya.

Akibatnya, tanah yang dibeli oleh DP4 tidak bisa diubah status kepemilikannya. Oleh karena itu, dari segi hukum, DP4 tidak dapat diakui sebagai pemilik sah dari tanah tersebut.

“Hal ini diperkuat dengan sejumlah alat bukti berupa sertifikat dan dokumen lain serta keterangan 39 orang saksi termasuk 4 orang Ahli ,” lanjut Kombes Dwi Subagio.

Negara rugi Rp4,9 M

Ilustrasi barang bukti uang dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Proses penyelidikan dan penyidikan perkara juga menemukan fakta kerugian negara sebesar Rp. 4.970. 641.000.- ( empat milyar sembilan ratus tujuh puluh juta enam ratus empat puluh satu ribu ) yang merupakan selisih pembelian tanah oleh pihak DP4 dan jumlah yang dibayarkan oleh tersangka JA kepada para pemilik tanah.

“Kami duga yang menikmati keuntungan adalah tersangka JA yang kami duga selaku broker dalam pembelian tanah tersebut serta dua orang manajemen DP4 yang sudah ditetapkan sebagai tersangka,” pungkasnya.

Atas perbuatan para pelaku dijerat dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Saat ini, berkas penanganan kasus EW dan US telah diserahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jateng. Sementara JA, statusnya masih dalam pencarian.

“JA tidak kooperatif, yang bersangkutan saat ini bersembunyi dan menghilang, Statusnya DPO, kita sudah sebar telegram DPO ke jajaran dan akan terus kita kejar keberadaannya” tegasnya.

Lebih lanjut, pihaknya menghimbau kepada masyarakat yang mengetahui keberadaan JA untuk melaporkan kepada Kepolisian setempat. Apabila ditemukan ada upaya pihak yang melindungi dan membantu menyembunyikan keberadaan tersangka, akan ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku.

“Sesuai pasal 21 UU Tipikor dan pasal 221 KUHP tentang Perintangan Penyidikan atau Obstruction of Justice, diancam pidana penjara paling lama 12 tahun dan atau denda masimal Rp. 600 juta,” tandasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya