Yogyakarta Mendunia! Sumbu Filosofi Jadi Warisan Budaya Dunia UNESCO
- Antara/HO-Pemda DIY
Yogyakarta – Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) menetapkan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai salah satu warisan dunia dari Indonesia pada Sidang ke-45 Komite Warisan Dunia atau World Heritage Committe (WHC) di Riyadh, Arab Saudi.
Sumbu Filosofi Yogyakarta sah diterima sepenuhnya tanpa sanggahan menjadi Warisan Budaya Dunia sesuai dokumen penetapan WHC 2345.COM 8B. 39 tanggal 18 September 2023.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan keberhasilan ini merupakan hasil kerja sama semua pihak sekaligus penghargaan atas mahakarya Sri Sultan Hamengku Buwono I, pemrakarsa Sumbu Filosofi yang penuh dengan nilai filosofi tinggi sehingga perlu dilestarikan.
"Kami menyampaikan terima kasih kepada UNESCO dan seluruh lapisan masyarakat, yang telah mendukung upaya pelestarian Sumbu Filosofi sebagai warisan dunia yang memiliki nilai-nilai universal yang luhur bagi peradaban manusia di masa kini dan mendatang," ujar Sultan dikutip dari laman resmi DIY, Senin 25 September 2023
Ia berharap penetapan ini dapat dijadikan ajang pembelajaran bersama akan nilai-nilai universal yang diperlukan, untuk menciptakan dunia baru yang lebih baik di masa depan.
Duta Besar RI untuk Kerajaan Arab Saudi, Abdul Aziz Ahmad selaku ketua Delegasi pemerintah Indonesia pada sidang tersebut, menyampaikan terima kasih kepada Komisi Warisan Dunia UNESCO yang telah menetapkan Sumbu Filosofi Yogyakarta untuk dicantumkan dalam Daftar Warisan Dunia (World Heritage List).
“Kami merasa terhormat dapat menyumbangkan mutiara ini ke dalam Daftar Warisan Dunia, yang merupakan perpaduan indah antara warisan budaya benda dan takbenda,” ucapnya.
Sumbu Filosofi Yogyakarta yang dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO bertajuk lengkap the Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmarks, diakui sebagai warisan dunia karena dinilai memiliki arti penting secara universal.
Konsep tata ruang yang kemudian dikenal sebagai Sumbu Filosofi Yogyakarta ini dicetuskan pertama kali oleh Raja Pertama Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada abad ke-18.
Konsep tata ruang ini dibuat berdasarkan konsepsi Jawa dan berbentuk struktur jalan lurus yang membentang antara Panggung Krapyak di sebelah Selatan, Kraton Yogyakarta, dan Tugu Yogyakarta di sebelah Utara.
Struktur jalan tersebut berikut beberapa kawasan di sekelilingnya yang penuh simbolisme filosofis merupakan perwujudan falsafah Jawa tentang keberadaan manusia yang meliputi daur hidup manusia (Sangkan Paraning Dumadi), kehidupan harmonis antar manusia dan antara manusia dengan alam (Hamemayu Hayuning Bawana), hubungan antara manusia dan Sang Pencipta serta antara pemimpin dan rakyatnya (Manunggaling Kawula Gusti), serta dunia mikrokosmik dan makrokosmik.
Beragam tradisi dan praktik budaya Jawa, baik dalam pemerintahan, hukum adat, seni, sastra, festival, dan ritual, masih dilakukan di sekitar kawasan Sumbu Filosofi pada khususnya dan di Yogyakarta pada umumnya. Ini juga merupakan bukti akan peradaban Jawa dan tradisi budayanya yang masih terus dilestarikan sampai sekarang.
Sebelum pada akhirnya dinominasikan dan ditetapkan sebagai warisan dunia dalam sidang Komisi Warisan Dunia UNESCO, situs-situs warisan budaya telah melalui proses seleksi yang panjang.
Sidang Komisi Warisan Dunia UNESCO dilakukan pertama kali pada 1972 dan bertujuan mempromosikan kerja sama antar negara untuk melindungi warisan budaya dan alam dari seluruh dunia yang memiliki Nilai Universal yang Luar Biasa (Outstanding Universal Values) sehingga konservasinya penting bagi generasi sekarang dan yang akan datang.
Dengan ditetapkannya Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO, Indonesia kini memiliki lima warisan budaya dunia, yaitu:
Candi Borobudur (ditetapkan 1991), Candi Prambanan (ditetapkan 1991), Situs Sangiran (ditetapkan 1996), Subak Bali (ditetapkan 2012), Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (ditetapkan 2019) dan Sumbu Filosofi Yogyakarta (ditetapkan 2023).