Selama Pandemi COVID-19, Gangguan Penglihatan Anak Usia Sekolah Meningkat karena Gadget
- Pixabay
Yogyakarta – Peningkatan gangguan penglihatan pada anak usia sekolah dialami selama pandemi COVID-19. Berdasarkan temuan dari Ikatan Profesi Optometris Indonesia (IROPIN) peningkatan ini diduga disebabkan karena penggunaan gadget berlebih pada anak selama masa pandemi COVID-19.
Sekretaris IROPIN Kastam menyebut peningkatan gangguan penglihatan pada anak usia sekolah ini disebabkan karena adanya kelainan refraksi. Hal ini terindikasi dari hasil penapisan yang dilakukan IROPIN pada tahun 2023 di sejumlah wilayah.
"Dalam proses pengumpulan data memang didapatkan faktor sangat signifikan, terutama dua tahun terakhir setelah pandemi. Mungkin karena dalam program pendidikan jarak jauh setiap hari anak-anak kita di depan gadget (gawai). Ini sangat memicu peningkatan gangguan refraksi," kata Kastam dalam keterangannya, Minggu 24 September 2023.
Ketua Umum IROPIN Nova Joko Pamungkas menjelaskan pihaknya telah mengumpulkan data sementara pada tahun 2023. Dari 1.000 anak yang mengikuti penapisan, lanjut Nova, ada 350 sampai 400 anak terindikasi yang mengalami gangguan penglihatan karena refraksi.
Gangguan mata karena refraksi ini membuat anak membutuhkan kacamata. Nova membeberkan persentase gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi pada anak usia sekolah mencapai 35 sampai 40 persen.
Nova menjabarkan hasil temuan IROPIN ini mengalami peningkatan signifikan jika dibandingkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2012 yang mencatatkan prevalensi 24,7 persen.
Untuk mengatasi kelainan refraksi ini dibutuhkan deteksi dini yang cepat. Sayangnya, lanjut Nova, banyak guru di sekolah dan orang tua di Indonesia yang terlambat mendeteksi gangguan penglihatan pada anak.
"Kami berharap bisa terdeteksi dari awal sehingga anak yang mengalami refraksi tidak sampai mengalami kebutaan. Ini juga membantu anak dalam mengembangkan potensi akademiknya," papar Nova.
Selain itu, Nova meminta pemerintah memberikan perhatian serius pada gangguan penglihatan mata ini. Salah satu caranya adalah dengan menyediakan tenaga optometris dilayanan-layanan kesehatan milik pemerintah.
Nova berharap agar profesi optometris memiliki peranan penting dalam upaya deteksi dini dan menjaga kualitas penglihatan pada anak bisa disediakan di Puskesmas.
Nova menjelaskan optometris sendiri adalah profesi perawatan kesehatan melibatkan pemeriksaan mata dan sistem visual yang berlaku untuk cacat atau kelainan, serta diagnosis medis dan manajemen penyakit mata lainnya.
"Harapan kami pemerintah membuka formatur optometris di puskesmas. Saat ini belum ada formatur itu, karena kita tahu di puskesmas 9 organisasi profesi yang di situ itu (optometris) enggak masuk di sana. Padahal ini menyangkut indra penglihatan, hak dasar untuk melihat," urai Nova.
Nova menambahkan kebutuhan optometris di Indonesia masih sangat besar atau sebanyak 0,045 per seribu penduduk berdasarkan kesepakatan IROPIN dan Dirjen Tenaga Medis Kemenkes.
"Artinya, kalau dalam suatu daerah misalkan berjumlah 1 juta penduduk, dengan adanya kesepakatan IROPIN dengan pemerintah, harus ada 45 optometris di situ. Optometris yang ada di situ bisa bekerja di puskesmas, RS, atau klinik mata," ucap Nova
IROPIN Pecahkan Rekor MURI Pembagian Bingkai Kacamata
Nova menerangkan sebagai bentuk kontribusi IROPIN dalam perawatan dan pemeliharaan penglihatan, Departemen Pengabdian Masyarakat Pengurus Pusat IROPIN melaksanakan program 50 ribu bingkai kacamata.
Nova menceritakan sebanyak 50 ribu bingkai kacamata merupakan donasi dari OneSight EssilorLuxottica Foundation, di mana dengan jumlah itu rekor baru Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) berhasil dipecahkan. Rekor sebelumnya mencapai 30 ribu donasi pada tahun 2015.
Penyerahan penghargaan oleh MURI kepada IROPIN dan OneSight EssilorLuxottica Foundation berlangsung Jumat 22 September 2023 malam di Hotel Tentrem pada Pertemuan Ilmiah Tahunan pertama (PIT) IROPIN 2023.